Dua tahun telah berlalu dengan semakin bertambah tirusnya aku harus menerima kenyataan demi kenyataan pahit. Sedih, frustasi, kesal berkecamuk di dalam diriku tapi tidak tahu bagaimana caranya melampiaskan semua beban ini.
"Chu-ya, kau harus makan. Bagaimana kami bisa tenang dalam satu bulan kau hanya satu kali keluar dari kamar ini?" Suara rengekan Jinyoung oppa tidak bisa aku hiraukan, selama ini aku sering meratapi nasibku dengan melamun.
"Chagiya?" lirih eomma, membuat tetes demi tetes air mataku mulai berjatuhan.
Tidak terbendung lagi, tangisku pecah bersamaan dengan suara cekikikan parau yang terdengar pilu. Seakan-akan tidak ada lagi alasanku untuk hidup.
"AKU INGIN MATI!" gerutuku frustasi.
Pintu di dobrak dengan keras setelah aku mengatakan hal itu, menampilkan raut wajah penuh gelisah dari anggota keluargaku.
"Chagiyaa, jeongmal mianhae telah membuat hidupmu berantakan." Ku dapati pelukan dari eomma tapi tetap saja tidak bisa mengubah banyak hal yang telah terjadi padaku.
"Andai saja aku tidak terjebak dalam hubungan poliandri mungkin aku bisa merasakan lebih banyak ketenangan dalam hidupku kan, oppa?" ku tatap mata Jinyoung oppa lamat-lamat dengan mata yang sendu.
Ku panglingkan wajahku kearah lain dan mendapati figura yang terjatuh dilantai. Hatiku sakit, perih melihat foto yang ada didalam figura itu. Tatapan ku beralih pada keluargaku yang terlihat cemas dengan kondisiku sekarang.
"Aku mencintainya," lirihku sambil menyodorkan foto Baekhyun yang menyunggingkan senyuman terbaiknya yang aku pelihara didalam figura itu.
"Dan aku tidak mau bertemu dengan Sehun. Membuka lembaran baru bersamanya sama saja dengan membunuhku secara perlahan, jadi apa kalian mengerti?" isakku pilu.
"Ada apa ini?" Suara bass yang menyebar ke seluruh penjuru kamar ku semakin menambah kesan mencekam.
Mataku melayangkan tatapan tajam pada Sehun yang kini bersimpuh di hadapanku hendak menyeka air mata yang mengalir deras dipipiku, namun dengan cepat aku menghempas kasar tangannya.
"Aku tidak mencintaimu, jadi jangan paksa aku!" kesalku pada Sehun yang terdiam di tempatnya.
"Nuna, kau harus belajar bahkan aku sudah memberikan dispensasi selama dua tahun, apakah itu belum cukup? Selama itu aku sudah cukup bersabar menahan diri. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan di dunia ini jika kita ingin berusaha, kan?" Senyumannya membuatku mual, sungguh.
"Masalahnya aku tidak pernah mau melakukannya--"
"Cukup Nuna! Tutup mulutmu atau aku--"
"Semua yang kau rasakan padaku itu hanya obsesi bukan cinta yang tulus---"
Mataku membulat kala Sehun dengan lancang menggendong tubuhku ke dalam dekapannya secara paksa kemudian membawaku pergi dari hadapan anggota keluargaku yang tercengang di tempat.
Dengan kasar aku melakukan perlawanan pada Sehun dengan menghalalkan berbagai macam cara. "Apa kau gila?" gerutuku kesal dengan nafas yang memburu menahan emosi.
Sehun dengan wajah tidak bersalahnya hanya menatapku lamat-lamat tanpa berniat menghiraukan perlawanan ku agar dia segera melepaskan aku dari perangkap dekapannya ini. "Turunkan aku sialan!" ujarku ketus sambil meronta-ronta.
"Sebentar lagi kita akan menikah, lagipula niatku datang ke sini hanya ingin menjemputmu dan berpamitan pada keluargamu. Sesuai dengan perjanjian, kau dan keluargamu hanya bisa bertemu selama dua tahun belakangan ini saja. Untuk tahun depan dan di masa depan, kau hanya akan bersamaku, tentu saja kita akan hidup bahagia." Sehun tertawa sumbang sambil menatapku penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Choice [✔]
FanfictionSebelumnya aku tidak pernah membayangkan di waktu beranjak dewasa, aku akan mendapatkan hadiah pernikahan yang sulit. Bukan pernikahan normal seperti hal biasanya di lakukan dua orang insan yang saling mencintai, bahkan aku tidak bisa memberikan cin...