"Huekkk!"
Satu hari ini aku hampir 10 kali memuntahkan isi perutku, Jinyoung oppa yang berada disampingku sesekali meringis.
"Inilah sebabnya kau mogok makan, hanya angin yang masuk ke dalam perutmu!" omelnya sambil mengusap punggungku dengan minyak urut.
"Jauhkan itu dariku, oppa! Baunya menyengat sekali," omelku sambil mengibaskan tanganku berulang kali.
Sejak sebulan ini aku bersikeras tinggal di rumah saat aku resmi menjadi nyonya Byun. Belakangan ini aku jarang makan dan suka memilih ini itu, beberapa kali mual, dan mudah kehilangan berat badan. Oh, iya, hal paling mengerikan adalah aku mudah sensitif bahkan dengan hal-hal kecil yang aku rasa menyinggungku akhir-akhir ini. Aku akan marah-marah dan merajuk.
Aku terus mengurung diri di kamar.
"Makanlah, Joohyun, aku mohon arghh nanti aku yang di marahi," kesalnya hendak menyuapiku bubur, namun menggerutu saat memuntahkan isi perutku ke dalam mangkuk bubur itu.
"JOOHYUN!" ujarnya frustasi sesekali menyeka keringatnya yang lelah mengurusku sejak malam, mungkin dia tidak bisa tidur.
Mataku menatap sayu kehadiran ibuku, semua semangatku hilang sejak Baekhyun dan Wang Eun hilang dari hidupku sebulan penuh ini.
"Eomma, bukankah ini sudah parah? Sepetinya kita harus memeriksanya ke dokter," titah Jinyoung sesekali melirikku penuh kecemasan. .
Ku tatap ibuku mengangguk lelah sambil mengusap lembut helaian rambutku, "Tidak wajar seorang ibu sering mual satu bulan penuh jikalau bukan karena hamil," katanya sambil berdeham.
Demi apapun aku langsung terbatuk-batuk, tersedak karena saliva sendiri. Aku menatap ibuku serius. "Darimana eomma bisa tahu?" cemberutku sambil berusaha menetralkan detak jantungku. Aku bahkan tidak memikirkannya sejauh itu, lucunya lagi aku percaya apa yang dikatakan oppa-ku bahwasannya aku hanya masuk angin biasa.
"Eomma, kan sudah berpengalaman," kekehnya sambil menatapku menggoda, "Setidaknya kau pasti masih ingat, kan, aktivitas apa saja yang kau lakukan di Alhambra bersama Baekhyun, hehe," lanjutnya sambil tertawa cekikikan.
"Eomma.." ujarku memelas sambil mengerucutkan bibirku.
Jinyoung oppa yang sedari tadi memperhatikan setiap percakapanku dengan ibu akhirnya buka suara, "Jangan-jangan yang dikatakan eomma benar," histerisnya sambil memelototiku.
"Molla... Aku pusing!" gerutuku sebal.
"Kita cek saja eomma ke rumah sakit," ujarnya menggebu-gebu meyakinkan ibuku. Aku memutar bola mataku kesal karena rasanya malas bergerak ke luar rumah.
Sekarang aku berdiri di depan jendela, memperhatikan pemandangan malam kota Seoul yang masih di terjang badai kecil.
Bagaimana ini, aku mulai merindukan Baekhyun. Aku yakin alasannya tak pulang kemari karena berada ditempat ibunya, dan mertuaku itu pasti bersikukuh melarang kami untuk bertemu.
Air mataku tiba-tiba jatuh, memikirkan bagaimana kondisi Baekhyun dan Wang Eun. Aku sudah berusaha menghubunginya tapi handphone-nya selalu tidak aktif. Terkadang aku suka berpikir hal yang ku perbuat sering mendapatkan predikat kesalahan. Aku jadi bingung sendiri menghadapi tantangan di dalam hidupku. Semua ini terjadi pastinya karena aku belum bisa mendapatkan memori hidupku.
Kalau di ingat-ingat, aku jarang melakukan terapi. Oh, bahkan belum pernah. Selama ini aku hanya meminum obatnya saja, itu pun tidak teratur. Semua itu karena aku sibuk sekali dan tidak dapat menyempatkan diriku. Mungkin besok pagi harus menemui dokter yang menangani masalah terapiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Choice [✔]
Fiksi PenggemarSebelumnya aku tidak pernah membayangkan di waktu beranjak dewasa, aku akan mendapatkan hadiah pernikahan yang sulit. Bukan pernikahan normal seperti hal biasanya di lakukan dua orang insan yang saling mencintai, bahkan aku tidak bisa memberikan cin...