Di tengah kabut putih aku merenung memikirkan tentang kebingungan yang bertanya-tanya, membuatku tersudut. Bibirku terasa keluh hingga aku hanya memperhatikan apa yang sedang terjadi.
Banyak semak belukar yang halus menerpa tungkai kaki ku sampai akhirnya aku terpaku di balik dedaunan lebat dari ranting pohon yang merunduk setelah mendengar suara cekikikan yang bahagia. Sepertinya aku berada di padang rumput yang tidak berujung.
Ku tepis dedaunan yang menghalangi penglihatanku dan terlihatlah seorang pria berperawakan tinggi sungguh terlihat maskulin.
Ternyata padang rumput ini membawaku berada di ujung, tampak sebuah villa.
Di sekitar pria itu terdapat seorang bocah pria yang tersenyum sumringah mengejar langkahnya.
"Wang Eun," panggil pria itu penuh kasih sayang, mendengar hal itu membuat jantungku berdetak cepat. Bocah pria yang merasa terpanggil menghampiri seorang pria yang memanggilnya.
"Appa," ujarnya dengan nada melemah sembari menggenggam jemari Ayahnya.
Ternyata benar dugaanku, mereka terikat status sebuah keluarga. Seorang Ayah yang sedang memberikan waktunya untuk putranya yang tercinta.
Apa maksud semua ini? Apa hakku melihat kebersamaan mereka? Sebenarnya ada hubunganku dengan mereka? Sungguh, aku tidak mengenal mereka sama sekali.
"Wang Eun merindukan eomma," ujar bocah pria itu cemberut. Lidahku kelu tiap mengingat namanya dan jika harus menyebutkan nama itu.
Pria yang memangku Wang Eun terdiam cukup lama kemudian tersenyum getir. Setiap perasaan sedih yang mereka alami membuat diriku terhantam perasaan yang menyakitkan. Semua yang terjadi membuat kepalaku sakit karena tidak dapat memecahkan rasa kebingungan yang menggebu-gebu menuntut diriku.
"Eomma sedang pergi untuk sementara waktu, dia akan kembali," ujar pria itu sembari mengusap lembut helaian rambut putranya. Setiap kali menatapnya ada perasaan kasih sayang yang tersalurkan.
"Wang Eun ingin bertemu secepatnya," rengek Wang Eun merajuk, tidak ingin menatap Ayahnya meski hanya sekilas.
Hening setelahnya, tidak ada percakapan lagi di antara mereka. Wang Eun melenggang pergi dan Ayahnya menatap punggungnya yang semakin menjauhi pandangan Ayahnya.
Pria itu menengadahkan kepalanya menatap bentangan langit biru, raut wajahnya terlihat menyedihkan.
"Kenapa kau harus meninggalkanku? Kau sungguh kejam tidak mau melihat Wang Eun tumbuh menjadi anak yang baik dan tampan sepertiku, bahkan aku harus berbohong padanya tiap kali membicarakan tentang Ibu. Coba kau lihat raut wajahnya yang kecewa tidak bisa melihat sosok ibu menemaninya. Apakah aku akan terus membohongi Wang Eun seperti ini? Seandainya kau berpikir dua kali untuk melakukan hal bodoh seperti itu. Aku merindukanmu."
Perkataan yang melintas di benakku benar-benar mencekikku sampai aku sulit bernafas. Aku menatap nanar pria itu, kenapa aku seperti mendengar suara hatinya? Apa maksud semua ini? Tidak sadar, setetes air mata mengalir dari pelupuk mataku.
"Baekhyun-ah!"
Aku tersentak kaget, terduduk lemas dengan cucuran keringat dingin sembari mengedarkan tatapanku ke seluruh penjuru. Hanya terlihat pemandangan bersih dan tercium aroma menyengat. Tatapanku tertunduk sekedar melihat jarum infus yang tertancap di punggung tanganku. Aku berada di rumah sakit.
Kepalaku terasa sakit hingga aku harus menarik helaian rambutku.
"Nuna!" pekik seorang pria yang sedari tadi berada di samping ranjangku. Aku menatapnya bertanya-tanya, tiap kali menatap seperti terasa baru pertama kali bagiku. Semuanya tampak asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Choice [✔]
FanfictionSebelumnya aku tidak pernah membayangkan di waktu beranjak dewasa, aku akan mendapatkan hadiah pernikahan yang sulit. Bukan pernikahan normal seperti hal biasanya di lakukan dua orang insan yang saling mencintai, bahkan aku tidak bisa memberikan cin...