[WARNING : Hati-hati Nangis :)))]
Tak bergeming dengan bekas darah mengering yang berada di genggaman, yeah aku mengepalkan tangan kuat-kuat seusai melihat ranjang Baekhyun di gerek menuju ruang gawat darurat. Aku terduduk lunglai di lantai rumah sakit, ingin menumpahkan segala emosiku.
"Chu-ya, tenanglah. Apa kau pikir Baekhyun akan baik-baik saja melihatmu seperti ini?" suara ringisan Jinyoung oppa terdengar, genggamannya di pundakku membuat rasa nyaman bercampur kehangatan mengalir ke dalam tubuh. Naasnya, hal itu membuatku terusik sehingga ku tepis kasar perhatian yang Jinyoung oppa berikan.
"Pulanglah.. Biar aku saja yang menunggu," tutur Jinyoung oppa, menekan maksud perkataannya sekedar berharap aku memahami kondisi dan situasi.
"Mengertilah.. Aku hanya ingin Baekhyun, itu saja!" ujarku keras namun perlahan goyah dengan isak tangis yang memekik. Lantas Jinyoung oppa langsung memberikan pelukan hangatnya, "Kau tidak boleh menangis, ini rumah sakit, tempat yang harus punya ketenangan. Jika kau begini, bukankah namanya egois?" cibirnya pelan lalu menghela nafas senada dengan tepukan pelan yang diberikannya pada punggungku. Dia mengusapnya lembut.
Derap langkah kaki terdengar berbondong-bondong menghampiri keberadaanku, spontan aku langsung menoleh dan ketegaran yang ku coba bangun perlahan runtuh saat melihat Wang Eun terisak seraya memelukku erat-erat, "Appa!!" katanya keras dengan rengekan memilukan. Tubuhnya bergetar hebat menahan rasa kesedihan.
"Kata orang-orang Appa akan meninggal, apa itu maksudnya? HUAAA!" rengeknya kesal dengan air mata yang sudah tidak karuan. Ingusnya meler kemana-mana.
Tatapan senduku menatap manik mata lirih milik Wang Eun, aku berusaha tersenyum di balik kepahitan ini. "Appa akan bangun sebentar lagi, Wang Eun tenang saja. Nanti kita pergi sama-sama dengannya," antusiasku sekedar berusaha menghibur Wang Eun, akan tetapi melukai diri sendiri.
"Kau benar-benar jahat disaat tahu besar kemungkinan yang hanya kita miliki hanyalah 1%..,"
"Sekarang bukan itu masalahnya! Ini berhubungan dengan keajaiban, dan aku percaya Baekhyun akan berjuang keras demi Cinta kami!" tukas ku cepat dengan tatapan mendelik ke arah Jinyoung oppa.
"Aku takut... Jika kau mempertahankan sikap yang seperti ini, nantinya kau akan semakin terluka dengan harapan yang tidak ingin kau dapatkan. Bukan keajaiban, Chu-ya, sekarang takdir lah yang berhak memutuskan segalanya," jelas Jinyoung oppa yang seolah menyadarkanku bahwa aku ini benar-benar terlihat menyedihkan untuk tegar.
Bibirku gemetar, nafasku berhembus tidak beraturan mengikuti irama detak jantung sendiri. Aku benar-benar takut menantikan hal ini.. Bahkan kalau boleh, aku ingin mati saja.
Aku hanya bisa menggigit bibir bawahku sehingga sedikit terluka karenanya ketika dokter yang menangani Baekhyun keluar dari ruangs Unit Gawat Darurat. Ia menghela nafasnya, "Maaf... Aku bukanlah Tuhan, tepat di hari Natal Byun Baekhyun di klaim meninggal dunia pada pukul 00.00 a.m KST. Aku harap pihak keluarga bisa menerimanya dengan hati yang lapang."
Kali ini, pertahanan yang aku bangun tidak berguna lagi. Air mataku refleks jatuh, mataku menatap lurus ke depan dalam kekosongan mendalam. Denting jam terdengar, pertanda hari berganti baru. Sekarang, Natal resmi menghampiri seluruh insan.
Bagiku, dentingan jam itu pertanda bahwasanya waktuku terhenti. Hidupku cukup sampai di sini, bahkan tubuhku bagaikan mati rasa dan tak bisa menerima segala hal yang terjadi di sekeliling. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku setelahnya.
Tatapanku terpaku pada salju yang turun ke bumi, hatiku sendu melihatnya.
-o0o-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Choice [✔]
FanfictionSebelumnya aku tidak pernah membayangkan di waktu beranjak dewasa, aku akan mendapatkan hadiah pernikahan yang sulit. Bukan pernikahan normal seperti hal biasanya di lakukan dua orang insan yang saling mencintai, bahkan aku tidak bisa memberikan cin...