Pikiranku selalu dikacaukan dengan segala hal yang kurasa itu baru dan pasti berujung sama, aku tidak akan mendapatkan jawaban dari rasa penasaranku.
Sebagaimana malam itu, pertemuanku dengan Chanyeol terasa pahit. Pria itu hanya diam tak bergeming dari tempatnya sambil menghembuskan nafas dalam-dalam sembari menatap kepulan awan mendung yang menyelimuti Bumi, bukannya berinisiatif memperlakukanku dengan cara yang berbeda seperti yang dilakukan orang lainnya di rumah ini.
Sesungguhnya, aku butuh Baekhyun untuk meredakan rasa sesak di dalam dada ini, namun suamiku itu pun tidak akan bisa diandalkan dalam situasi yang seperti ini. Pada akhirnya, aku hanya akan mendapatkan rasa penasaran yang lain.
"Kau tidak perlu memikirkan perkataan orang lain, Joohyun-ah. Cukup percaya apa yang selama ini Baekhyun sering katakan, bahwasanya kau selalu bahagia disisinya."
Ungkapan Chanyeol kala itu entah mengapa tidak membuahkan hasil. Rasa penasaran yang ku punya semakin mencuat. Ini gila, saking kesalnya aku hanya bisa memutuskan pergi dari hadapan Chanyeol. Jujur saja hidup dengan kondisi sekarang, bukanlah hal yang mudah.
Rasanya aku ingin menangis kuat-kuat, aku tidak tahu harus mempercayai siapa.
"Waeyo?!" cemas Baekhyun yang langsung menarikku ke dalam pelukannya. Alhasil, air mataku langsung jatuh tanpa interupsi. Aku menangis tersedu-sedu di dalam dekapannya hingga membuatnya khawatir.
"Jika kau kepikiran dengan amarahku tadi, aku minta maaf. Aku pun tidak mau kita bertengkar lagi, pastinya kau juga merasakan hal yang sama, kan?" tutur Baekhyun sambil mengusap-usap punggungku. Nada bicaranya penuh dengan rasa penyesalan.
"Baekhyun-ah, apa aku harus mengatakan ini? Haruskah?" isakku putus asa, seolah mendesaknya untuk berbagi perasaan denganku.
"Tentu saja! Sebagai suamimu, bukankah aku harus tahu masalah apa yang membuatmu cemas? Sebenarnya ada apa, yeobo?" ujarnya lembut tanpa melepaskan pelukan hangatnya.
Hening setelahnya, Baekhyun senantiasa menungguku untuk angkat bicara.
"Menurutmu, apakah menjadi seorang poliandri itu menyenangkan?" tanyaku ragu.
Baekhyun tersentak, aku mengikutinya saat dia langsung melepaskan pelukannya. "Apa maksud perkataanmu?" herannya dengan tatapan liar penuh kekhawatiran saat menatapku intens.
Aku menatapnya dengan tatapan penuh harap, sesekali menggigit bibir bawahku sembari meremas kuat lengan kemeja Baekhyun. Beberapa kali aku menghindari tatapannya dengan menunduk dalam-dalam.
"Ayolah, Hyun-ah! Kau membuatku tidak bisa bernafas. Apa kau terlalu larut menonton serial drama kesukaanmu itu? Sudah berapa kali aku katakan untuk berhenti menontonnya," celoteh Baekhyun sambil memegangi lengan atasku erat-erat karena tahu aku kehilangan keseimbangan.
"Apa aku baik-baik saja jika berada di posisi itu?" mirisku sambil tertawa renyah.
"Hyak!" gertak Baekhyun, perlahan genggamannya melonggar. Matanya tampak berkaca-kaca, "Jika kau mendengar asumsi orang asing di luar sana, maka aku akan sangat kecewa!" geramnya sambil mengacak helaian rambutnya berulang kali dengan mimik wajah frustasi.
"Mian.. Aku membuatmu cemas," sesalku tidak berani membalas tatapannya.
"Aku tahu kau ingin segera mendapatkan kembali ingatanmu, tapi cukup percaya atas apa yang aku katakan. Kau hanya perlu menatapku, itu saja!" pinta Baekhyun lemah.
"Oh.. Tuhan! Kau membuatku ingin menangis," racau Baekhyun sambil mendengus kasar.
Perlahan aku mengambil langkah untuk mengusap puncak kepalanya. "Bukankah aku harus mendapat kepingan ingatanku dari orang-orang sekitarku? Kau tahu kan yang aku butuhkan saat ini hanyalah fakta, terlebih dari penjelasanmu sendiri. Mungkin aku bisa segera menyusunnya menjadi puzzle," gumamku frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Choice [✔]
FanfictionSebelumnya aku tidak pernah membayangkan di waktu beranjak dewasa, aku akan mendapatkan hadiah pernikahan yang sulit. Bukan pernikahan normal seperti hal biasanya di lakukan dua orang insan yang saling mencintai, bahkan aku tidak bisa memberikan cin...