Berulang kali di pikirkan, kepalaku semakin terasa sakit. Sedari tadi kegiatanku hanya merenung memikirkan yang terjadi. Aku menepuk dadaku yang sesak menahan debaran jantungku yang bekerja dua kali lebih cepat sejak pertemuanku dengan pria mesum itu.
Perkataan terakhirnya dan suaranya itu membuatku mengingat kembali mimpiku selama melewati masa koma. Aku berpikir dia adalah pria yang ada di dalam mimpiku meski aku ragu karena tidak mengingat mimpiku dengan jelas, namun kenapa dia harus ada di dalam pikiranku? Itu aneh dan tidak beralasan.
"Nuna, gwaenchana?" cemas Lucas yang sedari tadi memperhatikanku hanya melamun. Aku sedikit tersentak kaget menanggapi kekhawatirannya.
Aku mengangguk pelan menanggapi perkataan Lucas.
"Lucas, bisakah kau tunjukkan di mana kamarku? Aku sangat lelah," ujarku memelas sembari memijit pelipis.
Lucas menuruti permintaanku akan tetapi sebelum aku menutup pintu kamar, pria itu menanyakan sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan dengan jujur.
"Apa nuna yakin baik-baik saja? Aku merasakan sejak kepergian tadi, nuna menjadi sedikit aneh seperti orang yang terlalu banyak pikiran. Apa nuna merasa stress setelah menghadapi masalah yang terjadi saat nuna pergi?" tanya Lucas menang telak, membuatku bungkam karena perkataannya memang benar. Kepalaku sakit karena semua kejadian itu.
Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang kemudian mencoba berpikir jernih atas apa yang terjadi.
"Bae Joohyun?" gumamku dengan mata yang menyipit setelahnya aku merasakan kepalaku benar-benar sakit. Aku bangkit dari posisiku kemudian melihat setetes darah jatuh dari hidungku.
Pintu kamarku terbuka, ada Lucas yang sebelumnya telah mengetuk pintu.
"Nuna, ini obatnya--" Perkataan Lucas terhenti saat menyadari aku mengalami mimisan. Matanya terbelalak kemudian membaringkan tubuhku sejenak sembari meminumkan obat untukku.
"Aku merasa lebih baik sekarang, terima kasih Lucas. Sekarang kau bisa kembali belajar," ujarku sembari mengusap lembut kepalanya. Tatapan cemasnya mengintimidasiku hingga akhirnya dia menurut perkataanku tapi sebelum itu dia berpesan, "Jangan memikirkan apapun terlalu berat, nuna. Jika kau tidak sanggup memikulnya sendirian ada aku di sini yang kapanpun siap mendengarkan isi hatimu."
Perkataannya membuatku tersenyum tipis.
Suasana telah berubah, sekarang sudah sangat siang untuk melanjutkan tidur. Oh, mungkin sudah petang karena sinar Mentari tak terlalu terik.
"Nuna," panggil Lucas pelan dan masuk ke dalam kamar dengan raut wajah yang masih cemas. Aku tersenyum manis, "Kau sudah belajar?" tanyaku ramah. Dia mengangguk-angguk kemudian mengajakku pergi makan di luar dan ingin memberikanku suasana baru di Korea.
Hari semakin larut, aku dan Lucas tertawa bersama setelah menghabiskan banyak waktu. "Nuna, Taehyung hyung bilang dia akan segera kembali jadi tidak perlu khawatir." Aku terkekeh geli sambil mengangguk paham.
Dering telepon Lucas memecah keheningan, dia berpamitan padaku untuk mengangkat teleponnya. Cukup lama dia berbincang serius lewat sambungan telepon itu. Pria itu kembali padaku dengan raut wajah gelisah, "Bagaimana ini? Salah satu temanku baru saja memberikan informasi tentang universitasku. Ada hal penting yang harus aku selesaikan tapi tidak mungkin aku meninggalkan nuna sendirian, apalagi hari sudah sangat malam."
Aku menghela nafas kemudian menggenggam tangan Lucas sejenak dan mengatakan aku baik-baik saja, lagipula jalan menuju apartemen sudah lumayan dekat. Aku juga mengingat jalannya dengan baik.
Lucas menghembuskan nafas lega kemudian memberiku kunci cadangan apartemen, "Nuna, hati-hati! Hubungi aku setelah kau tiba di apartemen," ujarnya sembari melambaikan tangan dan melangkah berlawanan menjauhiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Choice [✔]
FanfictionSebelumnya aku tidak pernah membayangkan di waktu beranjak dewasa, aku akan mendapatkan hadiah pernikahan yang sulit. Bukan pernikahan normal seperti hal biasanya di lakukan dua orang insan yang saling mencintai, bahkan aku tidak bisa memberikan cin...