Sampai sekarang aku masih berpikir, bukankah semuanya sudah usai? Apa aku sudah benar-benar bahagia sekarang? Tentu saja, jika Baekhyun selalu ada di sampingku maka tidak akan ada alasan untuk tidak bahagia.
Aku terbangun saat sinar Mentari menyeruak masuk melalui celah tirai. Setelah mengucek mata sebentar kemudian mencari keberadaan Baekhyun. Tapi, nihil. Tidak ada tanda pria itu di sebelahku.
"Baekhyun-ah?" panggilku berulang kali tapi tidak ada jawaban. Aku mulai beranjak dari atas kasur, dan memutuskan untuk ke lantai bawah.
"Chu-Ya?" lirih Jinyoung oppa saat menyadari aku terus mencoba menemukan seseorang yang tidak ada di meja makan.
"Kemarilah, kau harus makan," kata ibuku cemas. Aku mengangguk pelan, "Tapi di mana Baekhyun?" tanyaku yang terkesan mendesak.
Semua keluargaku saling menatap sejenak, "Apa yang kau maksud?" tanya ayahku getir. Jinyoung oppa spontan menghampiriku. "Kau hanya sedang mengigau, Chu-ya! Itu semua hanya bunga tidurmu," tekan pria itu sehingga membuat Irene mendongak dengan tatapan berkaca-kaca. Tentu saja dia tidak percaya.
"Kau baik-baik saja?" Jinyoung oppa memastikan keadaanku, namun setelah melihat aku yang berusaha tersenyum tegar dia sponta memeluk tubuh mungilku yang sebenarnya mulai rapuh.
"Baekhyun---" ujarku tertahan dan mulai terisak-isak di dekapan oppa-ku.
***
A
ku berusaha untuk terus melanjutkan hidupku. Demi masa depan Wang Eun, aku bekerja keras. Aku bersyukur sekali anakku itu sangat tegar meski tahu sudah tidak punya ayah. Dia tetap menjalani kehidupan sekolahnya dengan kebahagiaan.
Tatapanku fokus memperhatikan pemandangan yang di lewati oleh KTX yang sedang aku tumpangi. Aku berniat mengunjungi makam suamiku.
Setibanya di lokasi, aku mempercepat langkahku. Mataku mulai sedikit memanas. Bohong jika ku bilang aku sudah merelakannya. Namun, beberapa senti dari makam suamiku, mataku menatap Seulgi yang sangat terpuruk bersimpuh di sana. Dia terisak-isak. Tangisnya pecah. Jadi, hal itu otomatis membuatku bingung.
"Seulgi?" sapaku padanya sehingga dia langsung menyeka air matanya dan membalas tatapanku.
"Kenapa kau menangis penuh luka di depan makam suamiku?" tanyaku polos sehingga membuat Seulgi beranjak dan membungkuk sejenak. "Maafkan aku! Aku hanya mengingat betapa baiknya beliau padaku semasa hidupnya," balas gadis itu tertatih-tatih sehingga membuatku memeluknya.
"Kau membuatku ingin menangis. Tolong jangan antarkan kepergian suamiku dengan tangisan. Sejak ia dimakamkan, aku sudah berjanji tidak ingin melihat tangisan lagi di tempat peristirahatan terakhirnya," lirihku sehingga membuat Seulgi meminta maaf berulang kali.
"Ah, bagaimana dengan Sehun? Apa dia baik-baik saja? Tolong titipkan salamku padanya," kataku tulus sembari tersenyum namun sepertinya Seulgi tak kuasa menahan tangisnya. Ketika aku ingin bertanya, gadis itu buru-buru berpamitan pergi. Sepertinya mereka sedang bertengkar.
Aku menoleh, memperhatikan lekat-lekat nama yang tertera di batu nisan makam yang sedang aku kunjungi. "Apa ini benar-benar kau? Kenapa sinyal hatiku berkata bahwa kau masih berada di bumi," mirisku kemudian meletakkan buket bunga di depan batu nisannya.
"Byun Baekhyun, saranghae. Aku bahkan tidak bisa menikah lagi karena hanya kau pria yang aku cintai," dengusku kemudian diam-diam terisak.
"Tolong datang jika kamu masih mencintaiku," kataku terisak pelan. Rasanya benar-benar sakit dan tidak bisa diungkapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Choice [✔]
FanfictionSebelumnya aku tidak pernah membayangkan di waktu beranjak dewasa, aku akan mendapatkan hadiah pernikahan yang sulit. Bukan pernikahan normal seperti hal biasanya di lakukan dua orang insan yang saling mencintai, bahkan aku tidak bisa memberikan cin...