9 Balikan!

120K 8.5K 214
                                        

Tanpa daya, Syera mengetuk pintu kos temannya yang tertutup rapat dan terdengar sunyi dari luar. Di jam seperti Emma pasti sudah berkurung dalam selimut. Tapi kalau benar begitu, bagaimana dengan dirinya?

Dengan pikiran dan kondisi kacau balau begini, apa ia harus menunggu Shaka di luar, sendirian, bertemankan jangkrik yang sibuk bernyanyi di pohon kelengkeng depan kosan, yang entah sejak kapan tak bisa beranak lagi--berbuah.

Klek!!

Syera terpejam, sambil mengucap syukur pelan, saat pintu terbuka. Emma keluar dengan wajah ngantuknya. Wanita itu menguap lebar, lalu meregangkan tubuh sambil berucap, "Datang juga akhir--" Dan kalimat itu terpotong saat dia mulai menyadari tampilan Syera yang terbilang tak layak untuk dibawa pergi kencan. "Ow-En-Ji bapaknya Bilqis!" Emma, wanita dengan rambut blonde ini membekap wajah teman yang ia kenal sejak tinggal di kosan Asmara khusus wanita ini beberapa tahun yang lalu. "Bibir lu jontor! Dicipok siape?!"

Syera menyingkirkan tangan Emma, dan menyentuh bibirnya yang jontor kata Emma. Dia tak percaya ciuman Erik bisa sedahsyat itu. "Diisep tawon!"

Emma ingin mendengar penjelasan lebih dalam. Ia tarik tangan Syera ke dalam dan mendorong wanita itu untuk duduk di ranjang queen size-nya yang berantakan. Dari sana bisa ditebak bagaimana ulah Emma kala tidur. "Tawon mana yang berani ngisep elu?! Ya Allah! Belepotan gitu! Ini udah kencan sama Shaka atau--"

"Belum!"

"Terus itu?"

Emma bersedekap dengan pandangan menyelidik. "Jangan bilang itu dari pacar lo, tapi lo masih aja mau kencan sama mantan lo?" Emma, adalah salah satu dari sekian orang yang mengenal Syera, yang tak mengetahui perihal pernikahan wanita itu dengan Erik.

Menurut Syera tak penting ada yang tahu tentang perubahan statusnya. Toh tak lama lagi ia akan kembali bercerai. Itu jika sudah menemukan pengganti yang dia cinta. Shaka misalnya. Karena cerai sebelum mendapatkan pengganti, bisa bahaya dengan perjodohan sang ayah yang siap menanti.

"Syer?"

Syera menggeleng lemah. Dia tak mungkin menceritakan tentang Erik, dan malah memperpanjang urusan dengan Emma. "Tadi gue tuh mau pergi ke sini. Tapi mantan gue yang dulu pernah gue ceritain itu dateng. Dia minta balikan dan main nyamber gitu aja." Syera menatap Emma serius, ditambah mimik ketakutan. "Gue kabur dari dia!" Semoga aktingnya dipercaya oleh Emma yang ia yakini IQ-nya tak tembus angka 50. Astaga, menghina sekali.

"Ya ampun! Kok bisa?"

"Bisa lah! Dia kan cinta mati sama gue!"

"Bullshit!! Kemaren gue liat dia jalan sama cewek yang pantat sama dadanya lebih gede dari elo!"

Syera memasang wajah datar mendengar penuturan Emma. Itu menyakitkan, you know?

Tapi tanpa rasa bersalah, Emma melanjutkan ucapannya. "Eh tapi kok dia bisa tau tempat tinggal lo? Gue aja yang temen lo yang tempat lo nyari utangan aja kagak tau lo tinggal d mana sekarang. Kok dia tau?!"

Syera makin mengkerut masam. Hutang segala pakai diingat. Jangan bilang setelah ini ia malah akan ditagih. "Salah siapa yang sibuk?!"

"Tapi gue beneran sibuk sih, Syer." Emma berbalik menuju toilet usang peninggalan Syera. Itu juga dia harus memotong hutang Syera padanya, hanya karena ia sangat menginginkan benda itu, Dia suka dengan ukirannya yang membingkai kaca. Terlihat klasik. Seperti barang tua. Meski itu memang barang tua. Syera mendapatkannya dari seorang mantan yang menyukai barang klasik. Syera sendiri tak begitu membutuhkannya. Tapi karena menghargai dan belum bisa membeli yang baru, karenanya Syera terima. Sekarang wanita itu benar-benar tak membutuhkannya. Jadi saat dia mengadakan pelelangan, Emma yang maju duluan untuk mengambil toilet berwarna coklat itu. "Nih, lo rapiin dandanan lo." Dia berbalik menyerahkan bedak dan lipstik pada Syera. "Lo kudu pindah kos-kosan. Bahaya kalau temu mantan sarap lo itu lagi. Walaupun gue masih ngga percaya dia masih selera ama pantat rata lo. Tapi yang namanya laki-laki kan kayak kucing. Dikasih ikan asin juga tetep diembat!"

Perfect AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang