18 Takluk

114K 8.4K 301
                                    

Wanita yang menyandang status istri selama beberapa minggu namun selalu dipungkiri itu kini tengah berada di dapur, berkutat pada beberapa bahan makanan terakhir yang tersisa di kulkas.

Dia tak sedang menjadi istri berbakti, menyiapkan sarapan untuk sang suami yang masih di luar untuk lari pagi. Jangan katakan jika dia sudah mulai mengakui status pernikahannya, jika tak ingin wanita unik itu kembali pada mode menjengkelkan seperti sebelumnya.

"Aku pikir kamu masih tidur."

Erik dengan kaos tanpa lengannya yang basah oleh keringat mendekati Syera yang membuat sebuah omlet dengan isian daging, bawang bombay, dan beberapa sayuran sisa. Erik menebak Syera menggunakan semua bahan yang ada di kulkas, mengingat jumlahnya yang sudah tak banyak.

"Gue laper." Syera yang rambutnya tergelung di atas berbalik melihat Erik dengan spatula di tangan. "Kulkas kosong. Kemaren kamu beliin aku es krim sama coklat, kenapa ngga sekalian belanja yang lainnya?"

Erik mengambil botol air dingin, dari dalam kulkas. Satu-satunya benda berharga di peti pendingin itu. Dia agak mencebik ketika Syera kembali bergue-elo. Susah membuat wanita itu berubah memang.

"Kemaren cuma beli di warung deket sini." Pria itu mendekati Syera, menyentil gelungan rambut istrinya. "Nanti sepulang kerja aku jemput, kita belanja?"

Syera memamerkan omlet yang tersaji di atas piring pada Erik. "Okey! Lagian motor gue ngga ada. Disita adik lo yang ngga tau diri."

Pria itu mengambil omlet buatan Syera, yang ia yakini rasanya tak buruk. Bisa ditebak dari aromanya. Dia akan menyukainya, terlebih karena tak ada banyak cabai.

"Rik, lo belum mandi, dan lo bau keringet." Syera menarik kaos leher bagian belakang Erik agar berdiri dari duduknya. "Mandi dulu. Gue juga mau siap-siap, baru makan."

"Kami udah mandi?" Erik memperhatikan Syera yang melepas apronnya.

"Udah." Lalu melangkah menuju kamar.

Erik yang tak memiliki pilihan lain selain membersihkan diri, mengedikkan bahunya. "Oke," ucapnya sendiri.

Usai keduanya siap dengan penampilannya yang berbeda. Mereka bertemu di meja makan, melahap masing-masing omlet dengan tambahan saus dan mayonais. "Eh, soal es krim sama coklat. Ide dari mana ngasih begituan?" Syera memulai pembicaraan.

Erik yang begitu lahap menikmati sarapannya berhenti sejenak untuk menatap Syera. "Rika."

"Tanya sama Rika?" Syera melotot tak percaya. "Jangan bilang lo cerita ke dia kalau--"

"Ngga. Maksudnya Rika kalau ngambek bisa dibujuk pakek es krim dan coklat. Jadi karena kalian temenan, aku pikir pasti juga sama cara ngerayunya."

Syera lantas mencibir. "Kebetulan aja itu mah. Tapi ... kalau sama mantan-mantan lo, gitu juga?" Seketika Syera menggigit bibir dalamnya yang salah memilih pertanyaan. Mengapa juga dia harus menanyakan tentang mantan Erik jika hal itu bisa membuat hatinya memanas?

Erik menggeleng. Membuka suara, padahal Syera harap pria itu tak menjawab. "Macam-macam. Ada yang pakai bunga, barang-barang mahal, jalan-jalan, kata maaf aja, atau check in hotel--eh!" Erik menghentikan ucapannya sendiri lalu menyengir. "Beda lah pokoknya," lanjut pria ini seakan tanpa dosa melanjutkan makannya.

Sedang Syera langsung menopang dagu, enggan menatap Erik yang membuatnya kesal. Benarkan. Syera salah mengajukan pertanyaan.

"Hotel." Syera mengulang tanpa suara ucapan terakhir Erik dengan kesal. Sebelum kemudian ia mendongak, menatap Erik tanpa ekspresi marah seperti tadi. "Lo nebar benih di mana-mana, jangan-jangan anak lo di mana-mana juga!"

Perfect AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang