Syera membanting tubuhnya ke kasur, dengan air mata yang belum surut. Wanita yang nyaris memasuki usia kepala tiga itu sesenggukan, masih memikirkan tindakan Erik barusan.
Terlebih saat terdengar pecahan kaca dari luar kamarnya tak lama setelah Erik keluar. Jika biasanya wanita yang sudah mendapatkan sabuk hitam ini akan tersulut emosi melihat orang yang emosi padanya, untuk kali pertama dia malah meringkuk di atas ranjang dengan tangisan yang meluncur tanpa suara. Seakan takut jika ia menangis kencang meluapkan kepedihannya, pria yang ada di luar sana masuk dan kembali menyakitinya. Erik tak mungkin berbuat begitu, tapi itu pemikirannya sebelum hari ini.
Pria itu sudah menyakiti pergelangan tangannya, meninggalkan bekas membiru. Jadi bukan barang mustahil Erik akan menyiksanya lebih parah lagi dari ini. Apalagi ucapan pria itu yang sangat menyinggung perasaannya. Erik bahkan tak segan saat mengatakan jika ia ingin tidur dengan lelaki lain. Demi Tuhan, dia masih tersegel dengan baik. Dengan Shaka mantan atau katakanlah kekasih yang sangat dirinya cintai saja, hanya sebatas ciuman yang mereka lakukan. Tidak lebih, bahkan tak sampai menyentuh area tubuhnya yang sensitif. Tidak pernah. Tapi Erik menperlakukannya seolah dirinya adalah wanita paling murah sedunia.
Menangis hingga menyerah pada lelah. Syera tertidur dengan harapan tak bermimpi buruk, setelah mengalami hal yang paling buruk sekaligus paling pahit selama dirinya hidup. Pukulan ayahnya bahkan tak membuatnya sesakit hati ini.
Matahari sudah berada di puncak tertinggi ketika akhirnya ia bangun. Wanita itu bangkit, duduk di tepi ranjang. Tangannya yang masih nyeri karena kelakuan Erik tadi mengelus perut ratanya. Dia lapar. Butuh banyak makan untuk mengembalikan tenaganya lagi. Ya ... meski makan tak akan mengembalikan kondisinya seperti sebelum hari ini.
Malas-malasan keluar kamar karena akan bertemu dengan Erik, Syera memaksakan diri untuk membuka pintu dan berjalan menuju dapur karena ia tahu tak ada keong mas di rumahnya yang akan memasakkan makanan nikmat saat dirinya pergi. Di saat perutnya lapar begini apa dia harus masak, dengan bahan seadanya di kulkas?
Tapi ternyata apa yang ia pikirkan tak terjadi. Ada secarik kertas yang menempel pada tudung makanan berukir bunga yang ada di atas meja. Wanita itu membaca tulisan tangan yang sangat dirinya kenali.
Aku pergi.
Benak Syera ingin menyumpahi Erik agar pria itu pergi dan tak perlu kembali lagi. Tapi itu urung terjadi saat dia mendapatkan seporsi nasi goreng plus potongan sosis goreng dan telor dadar kesukaannya di bawah tudung makanan.
Dia ingin tersenyum senang, sekaligus mendengus jijik akan perhatian Erik ini. Pria itu membuatkannya makanan setelah menperlakukan dirinya dengan sangat buruk. Pria itu pikir dengan cara ini Syera akan memaafkan dengan mudah? Tidak akan, meski nasi goreng yang agak keasinan itu tandas habis, masuk ke dalam perut kosongnya. Syera tetap tidak akan memaafkan Erik yang sudah menyelamatkannya dari kelaparan.
Menyandarkan punggung pada sandaran kursi, mata Syera menyipit saat melihat sebuah catatan lagi tertempel di pintu kulkas. Dia mendekati peti persegi di depannya. Mengambil catatan yang lagi-lagi ditulis oleh si pemarah.
Sorry.
Syera tak ingin tersenyum seolah lupa dengan apa yang sudah Erik lakukan padanya tadi. Tapi seperti ada tangan yang menarik sudut bibirnya ke atas. Syera melakukan apa yang egonya tak ingin lakukan. Ia tersenyum lebar penuh dengan perasaan aneh di hatinya. Ada kuncup-kuncup bunga yang sedang bermekaran di sana.
Syera membuka pintu kulkas, berpikir akan ada sesuatu yang Erik sediakan di sana. Dan ketika melihat sekotak es krim tiga rasa dan dua batang coklat di sana, lagi-lagi senyum tak bisa ia elakkan. Erik pasti membelinya saat dia sedang tidur tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Agreement
CasualeTak ingin menikah karena dijodohkan. Tak ingin pernikahannya dikontrol oleh orang asing tak dikenal. Pria dan wanita yang tak cukup akur sebagai teman apalagi sahabat ini memutuskan untuk menikah dengan alasan yang sama. Pernikahan yang tak diatur a...