17 Erik yang Manis

123K 7.9K 221
                                    

Peringatan.

Jombs! Jangan baper yes!

Erik terus melirik Syera yang sejak tadi menekuk wajah Tampak emosi, dari pagi hingga malam ini. Bahkan mukanya itu makin kusut setelah ia memberikan jamu dari ibunya yang dititipkan Rika.

"Rik!! Bola besok malem kita nobar di sini?!"

Rian duduk di atas motor, di samping mobil Erik yang kacanya tak ditutup. "Gue ngga janji. Kerjaan banyak soalnya."

"Ngga enak nonton di rumah. Nia ganggu!" Rian kemudian melirik Syera. "Uluuuh bini kedua mukanya kusut amat. Sini ikut abang pulang, abang setrika pake rapika."

Syera menatap Rian, dengan senyum sinis. "Gosok-gosokan kita, bang? Lo gosok muka gue, gue gosok bibir lo. Omes banget jadi cowok. Pergi sono!"

"Aelaah!! Macan betina memang. Rik! Sering-sering kasih jatah. Biar ngga kusut gitu!"

"Yan lo pergi apa kagak?!" Syera melepaskan sepatunya siap dilemparkan pada Rian, namun pria itu hanya menanggapi dengan cengengesan lebar.

"Nutrisi si putih, Syer--setan!!"

Pria itu langsung mengumpat saat korek api Erik terlempar ke arahnya. "Pergi ngga lo?!"

Rian lalu tertawa, mengambil korek yang terjatuh di tanah, dan mengembalikan pada Erik. "Iya sayang. Abang pulang. Kalau rindu bilang."

Dan Syera enggan mendengarkan. Dia memilih melipat tangan, menyandarkan kepala.

Syera sangat kesal dengan perkara hamil yang seolah menerornya sejak tadi malam, dan berlanjut hingga sore ini. Dan barusan, dia ribut dengan Rika yang enggan menyerahkan motornya. Padahal itu motor Syera yang Rika bawa ke Syafa Gym karena wanita itu pikir akan dikembalikan. Ternyata tidak. Rika menyitanya.

"Syer--"

Ucapan Erik seketika lenyap saat Syera menatapnya tajam seakan ingin menelannya hidup-hidup. Syera hanya berjaga-jaga, kalau-kalau Erik mengeluarkan kalimat tak penting.

"Cuma mau nawarin makan."

Syera kembali menatap ke depan, dengan muka kusutnya seperti pakaian yang baru keluar dari mesin cuci. Dia diam, tak menjawab pertanyaan Erik.

Erik yang merasa jika kondisi perasaan Syera yang tak pernah labil, berada di kedudukan labil terparah, memilih mengangkat bahu, mengabaikan.

Pria itu memutar tujuannya, ke rumah makan seafood langganan.

Dalam hati Syera menggerutu karena Erik tak menawarinya makan lagi, padahal kan dia sangat lapar. Seharian ini perutnya hanya diisi nasi goreng buatan Erik yang keasinan, coklat dan es krim. Sudah.

Berhenti di rumah makan yang membuat Syera ingin meneteskan air liurnya, wanita itu berharap Erik menanyai dia ingin memesan apa. Tapi nihil. Erik turun begitu saja, tanpa menanyai apapun.

Kalau begini dia tadi tak perlu sok jual mahal! Kelaparan kan jadinya.

Erik juga! Setelah menandatangani surat perjanjian yang Syera minta, pria itu berubah. Mengajaknya bicara hanya ala kadarnya saja. Seperti saat mengajaknya berangkat bersama ke Syafa Gym, memanggilnya saat tiba di Syafa Gym, memberinya jamu pemberian ibu mertua, dan barusan menawarkan makan yang Syera sesali tak menjawab cepat.

Ck!! Kalau begini siapa yang enak tinggal serumah tanpa obrolan seperti sebelumnya. Walaupun jarang bercengkrama layaknya pasangan suami istri lainnya, setidaknya rumah tangga mereka tak sedingin ini.

Klek!

Pintu terbuka, dan Erik masuk dengan satu kantong berwarna putih di tangan. Syera berharap ada dua porsi di dalam kantong itu. Tapi mengingat Erik yang mungkin saja sudah tak akan mempedulikannya lagi, wanita itu tak banyak berharap.

Perfect AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang