Di sudut ruangan, Syera menunduk frustasi, selepas menerima telepon dari keluarganya yang tinggal di Bandung.
Jika panggilan dari orang tersayang hanya untuk menanyakan kabarnya. Dia akan menjawab dengan riang. Dia sehat. Sakit pun, dia akan mengaku sehat. Tapi jika hanya untuk ditanyakan kapan pulang dengan calon suami? Dia memilih pura-pura tuli seraya memikirkan topik peralihan. Itu kalau berhasil.
"Jodoh lagi?"
Meta, pemilik Syafa Gym tempatnya bekerja paruh waktu sekaligus teman dekatnya sebagai sesama instruktur senam ini datang dengan sebotol minuman dingin.
Syera tak menjawab. Pandangannya sudah menjelaskan semua hal yang baru saja ia bicarakan dengan orangtuanya. Tangan wanita itu menerima minum dari Meta dan meneguknya hingga setengah.
"Erik aja tuh diajak nikah."
"Uhuuk!!"
Syera langsung memuncratkan sebagian air dari mulut dan hidungnya. Sedang Meta, tanpa rasa berdosa menepuk-nepuk bahu Syera.
"Gue tau itu saran gila. Ngga usah dibilang."
Meta segera bersuara saat melihat bibir Syera yang terbuka, siap menyembur dirinya.
"Sumpaaah!! Hani makin bohay, cuy!"
Tiga orang pria masuk, berjalan mendekati mereka. "Kenapa malah mojok kalian?" Tama, suami Meta mendekat dan mengambil posisi duduk di samping istrinya. Ia merangkul wanita itu, lalu menaikan dagunya sekali, seakan bertanya ada apa dengan Syera yang kembali menunduk diam.
"Biasa lah. Orangtuanya was-was anaknya jadi perawan tua." Meta yang menyahut.
"Hahaha!!" Dari loker, Rian mendekati Syera sambil terus menertawakan sesuatu yang jelas tak lucu.
Sedang di loker satunya berdiri Erik yang menyimak sambil mengganti dengan baju kering.
"Gimana kalau lo kawin ma gue aja?" Rian duduk bersila di hadapan Syera.
Kepala pria itu ditempeleng oleh Meta sambil mengomeli pria itu. "Kawin kawin! Nikah!"
"Kalau nikah, ayang ebeb gue gimana doong?"
"Alah ayang ebeb! Barusan juga lo muji-muji si Hani murid lo itu. Gue laporin tau rasa!" sewot Meta yang begitu antusias meladeni Rian.
Sementara yang lain cukup mejadi penikmat saja.
"Huweeedeeeh!! Jangan gitu lah! Emang udah siap kehilangan adik ipar manis kayak gu--"
"Gue juga ngga pernah sudi adik gue nikah sama playboy cap kadal kayak lo!"
Mendengar itu Rian terkekeh saja, sambil mencolek betis Meta, kakak iparnya. "Yang marah, aduh lutuna!"
"Berisik, ih," desis Syera, lalu menenggelamkan wajah di antara lutut yang terlipat.
Seolah peduli, Rian menepuk pelan kepala Syera. "Sabar sayang, sabar."
"Erik ke mana?" Tama membuka suara dengan kepala celingukan mencari Erik yang entah sejak kapan menghilang.
"Tadi ngangkat telpon," jelas Syera yang sempat melihat kepergian Erik.
"Gue tau. Dia pasti ditelpon buat ketemu sama calon pilihan mama Vita." Rian sok tahu.
Jentikan Meta pertanda buruk bagi Syera. "Tuh kan! Kalian tuh sama-sama terdesak, Syer. Udaah!! Nikahin aja tuh Erik."
"Bodo!" Syera enggan mendengarkan, meski dalam hati mulai memperhitungkan saran Meta.

KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Agreement
DiversosTak ingin menikah karena dijodohkan. Tak ingin pernikahannya dikontrol oleh orang asing tak dikenal. Pria dan wanita yang tak cukup akur sebagai teman apalagi sahabat ini memutuskan untuk menikah dengan alasan yang sama. Pernikahan yang tak diatur a...