26 Amarah

77.2K 8.4K 1.2K
                                    

Sebelum wanita berperut buncit yang sangat ingin Syera letuskan itu, berhasil mencapai Erik, Syera mendahului dengan jalan cepat menuju Erik setelah sempat menganga dan mengumpat atas kehadiran mantan calon istri suaminya yang entah mengapa keberadaannya seperti seorang penguntit.

"Hai, Rik," sapa Helen melambaikan pelan tangannya setelah berdiri di hadapan pria itu.

Erik sedikit menarik ujung bibirnya ke atas, namun tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hal yang tak membuat Helen tersinggung, atau memilih untuk pergi saja karena Erik jelas tak nyaman. Syera sendiri melambung tinggi melihat bagaimana Erik tak merespon berlebihan pertemuannya dengan calon mantan istri.

Helen masih konsisten dengan senyuman lebarnya yang memperlihatkan jelas betapa ia suka dengan pertemuan ini. Kemudian menatap Syera dengan sudut bibir yang sedikit menurun. "Ini ... temennya Rika kan, ya?"

Erik melihat sekilas pada istrinya, kemudian mengangguk. "Iya."

"Ooh." Dengan senyum yang tak sesemangat tadi, Helen menatap Erik kembali. "Kalian pacaran?"

"Enggak." Jawaban Erik begitu cepat tercetus membuat Syera yang baru ingin membuka mulut untuk menjawab, menoleh pada suaminya dengan tatapan tak percaya. Meski, satu sisi ia masih menanti ada lanjutan dari ucapan pria itu. Misalnya, nggak. Bukan pacar. Tapi istri.

Namun tiga detik menanti, Erik sama sekali tak mengklarifikasi kenyataan hubungan mereka dan sepertinya enggan melakukan hal itu. Syera mengepal erat kedua tangan di sisi tubuh. Dia merasakan sakit. Di balik dada. Denyutan jantung terasa nyeri. Dia tak yakin jika sesuatu yang menghimpit di dada yang menyalurkan sakit hingga ke tenggorokan hanya karena kebohongan Erik atas hubungan mereka. Sialan!! Wanita itu seakan baru mendengar bunyi patahan di hatinya.

"Ooh. Kirain." Helen melemparkan tatapan sinis yang Syera tangkap dengan jelas. Namun hanya sesaat saja, karena wanita itu langsung menatap Erik lagi dengan senyuman yang Syera artikan sebagai senyuman menggoda.

Syera mengumpat dalam hati. Ingin rasanya ia menarik Helen dan mendorong wanita itu dari atas sini, agar keberadaannya benar-benar lenyap dari muka bumi.

"Syer, aku ke toilet dulu." Tiba-tiba Erik seakan ingin menghindar. Ia menyerahkan paperbag pada Syera dan meninggalkan istrinya dengan mantan calon istrinya. Syera tersenyum senang. Dia akan memanfaatkan hal ini sebaik mungkin.

Dengan paperbag di tangan, Syera bersandar pada pagar pembatas di belakangnya, kemudian tersenyum mengejek pada Helen yang tampak memandangi punggung Erik yang mulai menjauh dengan raut sedih.

"Jadi, sehebat apa laki-laki yang buat lo milih untuk ninggalin Erik? Gue penasaran."

Helen berpaling pada Syera, memberikan tatapan persaingan yang kental. "Lebih hebat dari selingkuhan kamu kayaknya." Lalu tersenyum, memakukan Syera yang terkejut di tempatnya.

"Kenapa? Kamu pikir aku ngga tau kalian udah nikah? Ck ck! Kasihan yang cuma dianggap teman adiknya."

Sontak, Syera mengepal kedua tangan yang sangat ingin dilayangkan ke wajah Helen. Andai wanita itu tak hamil. Syera pastikan hidung Helen sudah berdarah sedari tadi.

"Setidaknya posisi gue jauh lebih aman, di banding mantan."

"Aman dengan berselingkuh?"

"Itu bukan urusan lo. Lagian ya, daripada lo sibuk ikut campur rumah tangga gue dan Erik. Mending lo pulang sana. Kasian bapak anak lo nunggu istrinya yang sibuk deketin mantan."

Helen tertawa renyah. Jenis tertawa yang tak Syera sukai karena semakin menampilkan keanggunan yang dimilikki wanita di hadapannya ini. Helen memang selalu menarik, bahkan dalam keadaan berbadan dua sekalipun. "Aku belum menikah. Ya ... kesalahan yang aku lakukan adalah meninggalkan Erik demi laki-laki yang ngga bertanggung jawab." Ada nada getir terselip di sana.

Perfect AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang