3. Rain

16.7K 1.1K 83
                                    

mulmed : Yara

"Yara, terima kasih, ya, sudah menemani aku hari ini," ucap Dafa setelah aku turun dari motornya.

"Iya Dafa, sama-sama. Terima kasih juga ya traktiran makannya," sahutku seraya tersenyum tulus padanya.

"Hehe iya.. Nggg.." Dia terdiam kikuk seolah ingin menyampaikan sesuatu tapi ragu.

"Ada apa?" tanyaku sambil mencari kunci motor dari dalam saku tasku. Aku bermaksud ingin segera pergi ke café Relasato untuk mengambil sketch book yang ketinggalan kemarin.

"Kamu mau pergi lagi, Yara?" jawab Dafa dengan balik bertanya saat melihat aku berhasil mengambil kunci motor dari dalam tasku yang tadi terselip di antara barang-barang lainnya.

"Eh?! Iya, aku mau pergi lagi. Hehehe," sahutku gelisah. Duh ini orang kok tidak segera pulang sih?

"Mau aku temenin? Aku.."

"Tidak usah," sahutku cepat sebelum dia sempat selesai bicara. Dia nampak terkejut dan berusaha tersenyum.

"Oh..Ngg ya sudah kalau begitu. Aku pulang dulu, ya. Hati-hati perginya. Hubungi aku kalau ada apa-apa. Jangan lupa bawa mantel hujannya, akhir-akhir ini sering hujan," ucapnya menceramahiku. Bawel.

"Iya iya!" Aku iya-in sajalah biar cepat. "Bye, Dafa," ucapku melambaikan tangan padahal dia belum bersiap pergi. Mungkin dia merasa kalau aku 'mengusir' akhirnya dia pun bergegas pergi setelah melambaikan tangannya dan membalas salam perpisahanku. Huft,, dari tadi kek.

Aku segera mengeluarkan motorku dan langsung menuju café Rilassato. "Semoga tidak dibuang. Semoga tidak dibuang. Semoga tidak dibuang," gumamku yang malah seperti sedang merapal mantra. Kebiasaan aku selalu saja tidak sadar saat berbicara padahal aku hanya memikirkannya tapi ternyata tanpa aku sadari mulutku ikut menyuarakannya. Ini salah satu hal yang membuatku menarik diri dari pergaulan karena aku takut mulutku ini nantinya menjadi masalah buatku, selain karena aku yang memang tidak percaya diri. Aku kan pemalu, daripada nantinya jadi malu-maluin, mending sendiri saja deh.

Aku dikagetkan dengan kemunculan seorang petugas parkir secara tiba-tiba saat aku hendak memasuki areal parkir. Untungnya dengan sigap aku mencengkram rem yang menahan laju sepeda motorku. Badanku sedikit terdorong ke arah depan dan bertumpu pada kedua tanganku. Helmku sediki merosot ke arah depan dan menghalangi pandanganku. Segera aku memperbaiki posisi helmku. Hampir saja aku menabrak petugas parkir café.

Bapak petugas parkir dengan rompi hijau sedang meniup pluit, memberi aba-aba ke arah mobil sedan mewah warna putih mutiara ber-plat "B" yang hendak melintas keluar dari halaman café. Oh, mobil plat Jakarta, pantesan bagus tapi aku tidak tahu mereknya apa, aku hanya menangkap tulisan 330i dan logo lingkaran hitam yang di dalam lingkarannya ada warna putih biru.

Aku tidak bisa melihat siapa yang ada di balik kemudi mobil itu karena kacanya gelap. Pastilah orangnya sangat kaya. Aku mengelus motor merah kesayanganku dengan penuh kasih sayang. "Kamu tetap yang terbaik kok. I love you," ucapku spontan. Aku pasti sudah gila berbicara sendiri dengan motorku.

Setelah mobil putih itu berlalu, aku segera masuk ke halaman parkir dan memarkirkan motorku dengan terburu-buru. Aku merapikan penampilanku sebentar sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam café. Aku berjalan ke arah meja kasir dan menyapa perempuan yang berpakaian seragam cafe ini. "Mbak, permisi, ngg anu, maaf ganggu, kemarin sore aku ke sini, duduk di table nomor 4, ada nemuin buku eh sketch book, yang buat gambar, tapi bukan buku gambar. Aduh itu anu punya aku yang tertinggal kemarin. Ma-masih ada tidak?" ucapku berbelit-belit karena grogi.

"Buku ya?" sahutnya dengan raut wajah yang seperti berusaha mengingat. Aku melirik ke arah name-tag perempuan itu, Laras. "Oh, iya ada. Sebentar aku panggilkan Dicky, ya, karena dia yang menemukan bukunya. Silahkan duduk dulu," ucapnya ramah sambil berlalu menuju sisi dalam bar.

Back To You (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang