Aku memperhatikan mobil hitam yang berada tidak jauh dari posisiku. Dengan kondisi kaca mobil yang gelap, orang di mobil itu tidak akan tahu kalau aku memperhatikannya sejak tadi. Meskipun kaca mobil hitam tersebut sama-sama hitam tapi aku tahu siapa yang ada di dalamnya.
Aku ceroboh karena sampai melupakan kalau ada dia di sekitar Yara. Dia pasti melaporkannya dengan seseorang yang ada di belahan bumi lainnya itu. Untuk apa dia mengikuti hingga kemari? Apa kecurigaanku dan Bang Reno itu benar kalau ini tentang orang itu? Apa itu berarti Yara adalah... ah tidak! Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Sial!
Tok! Tok! Tok!
Aku menoleh ke arah seseorang yang sedang mengetuk jendela mobilku. Aku lupa kalau sedari tadi belum keluar dari mobil gara-gara memperhatikan mobil hitam tadi. Aku segera mematikan mesin mobil dan keluar dari mobil.
"Kamu kenapa melamun? Masih sakit?" tanya perempuanku ini dengan wajah khawatir seraya menempelkan telapak tangannya di keningku sambil sedikit berjinjit.
"Aku tidak sakit. Sudahlah, ayo pamitan sebelum pulang," ucapku menepis kekhawatirannya.
Dia segera melangkahkan kaki menuju warung kopi, sementara aku mengiringinya dari belakang. Bapaknya ngobrol dengan salah satu pelanggan dan Ibunya sedang menggoreng sesuatu, mungkin pisang goreng atau apalah itu. Vira sedang bermain dengan teman sebayanya di halaman rumahnya. Aku duduk di samping Yara dan sudah ada segelas kopi yang isinya hanya setengah saja menungguku. Pasti Yara yang menyiapkannya untukku. Ibu yang sedang menggoreng menoleh ke arahku sambil tersenyum dan memintaku untuk minum dulu sebelum pulang.
"Kalian ndak sarapan dulu?" tanya bapaknya Yara.
"Tadi sudah makan roti kok, Pak. Palingan nanti makannya kalau sudah di Jogja," jawab Yara seraya memakan gorengan yang masih panas. "Ahhh.. hanas.. Ahhh.." ucapnya seraya membuka mulut dan mengipasi dengan tangan. Memang ada efeknya, ya?
Aku segera menghabiskan kopiku biar bisa secepatnya kembali ke Jogja karena ada yang harus aku kerjakan. Aku meninggalkan pekerjaanku selama di sini.
"Pulang sekarang?" tanya Yara berbisik padaku. Aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Ya sudah, pamitan dulu," imbuhnya seraya menghabiskan kopi miliknya. Entah sejak kapan dia suka minum kopi di pagi hari.
Tak lama kami sudah dalam perjalanan menyusuri jalanan menuju Jogja. Sebelum pulang tadi aku memperhatikan mobil hitam yang terparkir tak jauh dari rumah Yara. Entah kenapa suruhan Ayah itu sampai mengikuti ke sini, apakah karena Yara? Apa memang benar ini ada hubungannya dengan orang itu? Tunggu, berarti dia adalah.. Tidak, tidak mungkin.
"Kamu kenapa?" tanya Yara sambil menepuk pelan pundakku. Dia memandangku bingung dan tersirat rasa khawatir di tatapan matanya. Dia tidak boleh tahu ini karena belum waktunya.
"Aku hanya kepikiran pekerjaanku saja. Kamu sudah dapat panggilan tes kerja?"
"Belum nih. Mungkin banyak yang melamar kerja, jadinya agak lama seleksinya."
"Mungkin. Tunggu saja."
"Rain.."
"Ya?"
"Ini hasil perbuatanmu tadi malam kan?"
Aku menoleh ke arahnya yang sedang memperlihatkan sebuah eh beberapa kiss mark di dadanya. Dia membuka kancing kemeja bagian atas untuk memperlihatkannya padaku. Aku menahan tawa demi melihat mukanya yang menuntut jawabanku dengan wajah datar.
"Ishh kok ketawa sih?" rajuknya sambil menutup kembali kemejanya.
"Yah memangnya siapa lagi kalau bukan aku? Pertanyaanmu itu loh, Sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You (GxG)
Fiksi UmumPeringatan : Tidak disarankan untuk yang emosian 😈 Yang penasaran dengan cerita masa SMA dari dua tokoh di cerita ini bisa baca karya berjudul Denial. ➷ 29 Juli 2017 ➹ 1 Februari 2019