Tanpa pikir panjang aku mencium Yara tepat di bibirnya, kali ini aku lakukan karena aku ingin menegaskan padanya bahwa aku serius dengan perkataanku. Saat dia membalas ciumanku, aku tahu dia mengizinkan aku untuk mengenalnya dan menjadi bagian dari hidupnya. Aku beranjak merubah posisiku menjadi di atas badannya, begitupun tangannya yang serta merta memeluk leherku. Dia menikmatinya.
Bertumpu pada sikuku di samping badannya, aku mencium lembut bibirnya. Aku nekat memainkan lidahku, dia terdiam tak tau berbuat apa, tapi dapat aku rasakan cengkraman tangannya menguat saat menjambak pelan rambutku. Aku kembali melumat lembut bibir tipisnya seiring dengan cengkramannya yang menguat. Aku bisa mendengar nafasnya yang semakin memburu yang kadang terselip desah pelan keluar dari mulut mungilnya. Kenapa kamu begitu menggemaskan?
Kuselipkan tanganku kebalik pinggangnya, seketika badannya sedikit terangkat memberiku ruang untuk sedikit lebih leluasa. Tanganku mulai kurang ajar masuk ke balik bajunya, ujung jariku menyentuh kulitnya. Aku bisa merasakan badannya sedikit mengejang karena sensasi sentuhanku. Perlahan aku mengelus kulitnya hingga jariku menyusuri pinggangnya dan berakhir di atas perutnya. Kurasakan otot perutnya mengeras seiring dia yang menahan nafas karena sentuhan jemariku.
Kulepaskan bibirnya namun jariku tetap bermain di atas perutnya. Aku menatap ke dalam matanya yang menyimpan gairah tertahan. Nafasnya sedikit tersengal. Aku tersenyum padanya yang disambutnya dengan wajah memerah malu karena tersadar atas apa yang baru saja telah terjadi. Dengan cepat dia melepaskan pelukannya dan menepis tanganku seraya mengalihkan pandangannya, menghindari tatapanku.
Kucium keningnya beberapa saat, "Good night, Yara."
Aku merebahkan diri di sampingnya dan tidak bicara sepatah kata pun. Aku belum bisa tidur jadi aku hanya memandang langit-langit kamar. Cahaya yang temaram karena hanya menyalakan lampu tidur membuatku lebih menikmati keheningan.
"Kamu orang pertama yang menciumku," ucapnya pelan.
Aku kaget mendengarnya yang tiba-tiba mengatakan hal itu. "Aku pikir kamu sudah pernah melakukannya karena kamu cukup lihai membalas ciumanku," sahutku.
"Tidak pernah. Kamu yang pertama, aku hanya mengikuti caramu sambil membayangkan adegan ciuman yang pernah aku liat di film-film," sahutnya polos.
Aku hampir saja tertawa mendengarnya. "Berarti kamu punya bakat alami," sahutku asal.
"Memangnya ada bakat yang begitu?" sahutnya mempercayai ucapanku.
"Entah. Mungkin saja, buktinya kamu bisa menciumku dengan lihainya."
"Stop! Kamu membuatku malu."
Aku lantas tersenyum mendengarnya dan disambut dengan cubitannya di pinggangku. Aku mengaduh sambil melepaskan tangannya dari pinggangku.
"Lebih baik kita tidur sekarang. Besok setelah sarapan kita ke rumah sakit, atau kamu mau sarapan di rumah sakit saja?" tanyaku seraya menggenggam tangannya.
"Kalau makan di rumah sakit, makan apa? Kita sarapan di sini saja deh, biar nanti Bagas belikan sarapan untuk Ibu dan yang lainnya," sahutnya. Aku merasakan tangannya sedikit basah karena keringat. Dia gugup?
"Baiklah. Night," ucapku sambil memosisikan diriku dalam posisi tidur yang nyaman sambil tetap menggenggam tangannya.
***
Aku bangun kesiangan karena aku tidur terlalu larut sepertinya. Aku jadi susah tidur tadi malam gara-gara Rain. Aku melewatkan shalat shubuh. Sebelum menuju rumah sakit, kami sarapan dulu di hotel. Aku memilih nasi goreng, sementara Rain hanya memakan roti yang dibelinya kemarin malam dan kopi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You (GxG)
Художественная прозаPeringatan : Tidak disarankan untuk yang emosian 😈 Yang penasaran dengan cerita masa SMA dari dua tokoh di cerita ini bisa baca karya berjudul Denial. ➷ 29 Juli 2017 ➹ 1 Februari 2019