26. Pumpkin (?)

8.7K 717 18
                                    

"Perkenalkan saya Reno. Saya akan menggantikan posisi Renata selama beberapa saat, sementara Ibu cantik ini ke luar negeri untuk mengurus café baru. Jadi, saya mohon bantuan dan kerja samanya," ucap laki-laki di hadapan kami ini sambil menyunggingkan senyum yang ramah di wajahnya. Menggantikan Rain? Ke luar negeri? Aku menatap Rain yang berdiri di samping Pak Reno. Dia balas menatapku sekilas kemudian memalingkan wajahnya.

"Saya akan mulai ada di sini terhitung sejak esok hari. Oh ya, tolong jangan panggil saya Pak, saya merasa terlalu formal dipanggil seperti itu. Panggil saja Bang atau Mas, mana yang enak buat kalian saja. Mohon maaf kalau nanti gaya kepemimpinan saya agak berbeda dengan yang sebelumnya, saya orangnya agak bebas. Terlebih, saya masih belajar. Saya sudah banyak tanya dan belajar dengan Bu Rena tapi, saya tahu bahwa kalian lah yang lebih menguasai di lapangan seperti apa," jelasnya. Dia memang kesannya agak berbeda dengan Rain yang judes tapi tetap saja aura tegas kepemimpinannya sangat terasa persis adiknya.

"Bagi yang belum tahu, saya ini kakaknya Bu Rena. Saya selama ini tinggal di Jakarta namun, saya akhirnya pindah ke Jogja supaya bisa membantu di sini. Ada yang ingin ditanyakan? Santai saja. Mungkin mau tanya saya sudah menikah atau belum, jawabannya belum. Saya masih single, mungkin saja nanti jodohnya orang Jogja," ucapnya yang disambut tawa semua karyawan.

Berarti Rain akan tidak ada di Indonesia hingga beberapa waktu, bahkan mungkin untuk waktu yang lama karena, Mas Reno saja sampai pindah ke Jogja. Aku tidak akan bertemu dengannya untuk berapa lama? Kenapa dia tidak menceritakan tentang hal ini denganku? Aku berpikir sudah cukup dekat dengannya, ternyata aku salah.

"Apakah Bu Rena akan berangkat dalam waktu dekat?" tanyaku tiba-tiba. Duh, kenapa pula aku tanya seperti itu?

"Tidak. Saya akan berangkat bulan depan," sahut Rain datar. Aku agak kaget mendengarnya. Bulan depan, masih lama sih tapi waktu akan berlalu dengan cepat.

"Oh," sahutku. Aku rasanya tidak sanggup untuk bertanya lebih jauh lagi. Ada rasa sakit karena dia akan pergi walaupun ini karena alasan bisnis. Dia pernah bilang kalau dia ingin menjadi pebisnis yang sukses seperti orang tuanya.

"Ada masalah, Yara?" tanya Rain menatapku lurus.

"Tidak, Bu. Saya ingin mengucapkan selamat karena Ibu bisa membuka cabang café ini hingga ke luar negeri. Semoga sukses, Bu," ucapku sambil tersenyum.

"Terima kasih," sahutnya. Semua teman-teman bertepuk tangan dan bergantian menyalami Rain, mengucapkan selamat dan mendoakan keberhasilannya. Setelah itu Mas Reno berkenalan satu persatu dengan kami, orangnya sangat ramah. Karena jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, maka kerumunan akhirnya dibubarkan. Kami pun bergegas bersiap untuk pulang. Khusus malam ini, cafe tutup sedikit lebih cepat dari biasanya.

Sesampainya di kost, aku segera menuju kamar Mbak Ningsih. Rasanya kepalaku mendadak penuh sekali dengan berbagai pikiran. Aku mengetuk dan menunggunya membukakan pintu kamar untukku. Aku tahu dia pasti belum tidur jam segini, meski sudah menunjukkan hampir pukul 1 malam.

"Ada apa, Ra? Mukamu kusut sekali," ucapnya setelah membukakan pintu dan melihatku ada di depannya.

"Aku mau cerita sama Mbak. Kok ada saja ya hal-hal yang mengejutkanku?" sahutku seraya melangkahkan kaki memasuki kamarnya dan langsung duduk di lantai, bersandar pada tembok. Rasanya aku memang butuh sandaran saat ini.

"Ya sudah ceritalah," ucapnya sambil mengeluarkan cemilan simpanannya dan mengambilkan gelas yang selalu siap sedia di kamarnya ini. Aku menarik nafas sejenak dan menghembuskannya dengan perlahan. Aku mulai menceritakan tentang kabar mengenai Dafa dan Yulia, juga tentang peristiwa di kantin beberapa hari yang lalu. Waktu itu Mbak Ningsih sedang pulkam karena neneknya meninggal dunia jadi wajar dia tidak mengetahuinya.

Back To You (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang