Rasanya mataku masih terasa berat setelah tidur sekian jam. Aku bangun saat cahaya matahari masuk melalui celah dari arah jendela yang tidak tertutup tirai. Cahaya yang menyilaukan membuatku segera beralih kalau tidak ingin mataku sakit. Kuraih ponsel yang tadi malam aku letakkan di nakas samping tempat tidur. Jam 10 lewat, aku tidak sempat membuat sarapan. Aku memijat keningku yang terasa berdenyut. Setelah merasa cukup baikan, aku beranjak bangun dan segera mandi.
Setelah selesai mandi aku segera menuju dapur, berniat untuk membuat sarapan. Aku mendapati Rain sedang berdiri di depan pintu kulkas yang terbuka, mengamati isinya. "Cha, kita makan ayam asam manis saja, ya?" tanyanya tanpa memandangku. Dia tahu aku sudah keluar dari kamar dan berdiri di dekatnya.
"Ya sudah. Keluarkan segala bahan yang diperlukan," sahutku seraya menyiapkan peralatan. Aku memeriksa rice cooker. Hmm masih ada cukup nasi untuk makan pagi ini. Mungkin sudah bukan pagi lagi nantinya tapi menjelang siang.
Kami memasak dalam diam. Tidak seperti biasanya. Entah kenapa aku sedikit malas memulai pembicaraan, begitupun dia yang sepertinya enggan untuk bicara.
"Aku ingin melanjutkan kuliahku," ucapku memecahkan keheningan.
"Baguslah. Ke mana?"
"Aku belum tahu. Aku akan mengajukan beasiswa keluar negeri. Kalau tidak diterima, mungkin aku akan melanjutkan di dalam negeri saja."
"Kalau melanjutkan di kampus yang ada di sini, kamu bisa sambil kerja tanpa harus resign."
"Iya, aku juga memikirkan hal itu."
"Apa kamu sedang menghindariku, Cha?"
Aku terjengit kaget mendengar pertanyaannya. Aku memalingkan wajah menatapnya yang tetap konsentrasi memotong bawang bombai.
"Kenapa kamu berpikiran aku sedang menghindarimu?" tanyaku sambil kembali memotong ayam di hadapanku ini menjadi potongan-potongan kecil.
"Lupakan."
Aku mengernyitkan keningku namun aku memutuskan untuk tidak menanyakan apa-apa lagi.
"Baby, sampai kapan kamu akan menghindari Yara?"
Sejenak dia berhenti dari aktifitasnya kemudian kembali terdengar suara pisau beradu dengan talenan.
"Aku tidak tahu harus berbuat apa. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?"
"Bersikap biasa dengannya. Jangan sampai dia berpikir kamu marah dan menghindarinya karena kejadian tempo hari."
"Aku takut suasana akan menjadi canggung."
"Rain. Dia baru saja lulus kuliah, menurutmu dia akan tetap bekerja di café? Aku rasa tidak. Dia bisa saja berhenti dan memutuskan untuk bekerja di tempat yang menurutnya lebih baik. Kita tidak tahu apakah dia akan bekerja di kota ini atau tidak."
"Kalau dia memang ingin berhenti karena menemukan pekerjaan yang lebih layak, itu haknya."
B
"Bukan itu intinya. Baby, kalau kamu terus menghindarinya, bisa jadi alasan yang kuat baginya untuk menjauhimu. Kamu mungkin tidak akan lagi bertemu dengannya. Kamu bisa saja kehilangan dia. Hal yang pernah terjadi bertahun-tahun lalu saat Abby meninggalkanmu."Dia terdiam sambil memandang kosong irisan bombay yang ada di hadapannya. Untuk apa aku memikirkan hal ini? Menyadari hati dan cintanya untuk orang lain itu sangat menyakitkan. Tapi, aku lebih tidak ingin melihat lagi gurat kesedihan dan hampa karena kehilangan dan keputusasaan yang pernah menerpanya bertahun-tahun lalu.
Tidak ada yang tahu betapa beratnya untukku dalam usaha mengembalikan Rain seperti dulu. Membuatnya menjadi seorang pekerja keras dan fokus dengan mimpinya hingga bisa melupakan sosok Abby. Menjadikan sosok Rain bisa seperti ini setelah kehancurannya bertahun-tahun lalu bukan hal yang mudah. Apakah wajar bagiku untuk membenci Abby yang tiba-tiba datang lagi dan membuat usahaku sia-sia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You (GxG)
General FictionPeringatan : Tidak disarankan untuk yang emosian 😈 Yang penasaran dengan cerita masa SMA dari dua tokoh di cerita ini bisa baca karya berjudul Denial. ➷ 29 Juli 2017 ➹ 1 Februari 2019