4. Friendship

14.5K 1.1K 44
                                    

Aku menyusuri jalanan kota Yogyakarta dengan mobil BMW kesayanganku sambil menikmati alunan musik di radio. Siang ini jalanan lumayan padat karena sepertinya orang-orang juga ingin bergegas sampai ke tujuan hanya untuk satu alasan klise yaitu, takut kehujanan di jalan. Mereka lebih takut basah terkena hujan dibandingkan mengutamakan keselamatan saat berkendara? Kalau saja terjadi sesuatu bukan hanya mereka yang dirugikan namun juga orang lain.

Aku melintas melewati kampus Bina Bangsa, laju mobilku melambat karena ada beberapa mobil dan sepeda motor yang keluar dari gerbang kampus, sepertinya sudah jam pulang. Di kiri jalan aku melihat sosok perempuan mungil yang memanggul ransel hitam, ransel yang terlihat lebih besar dari badannya. Entah kenapa, sosoknya terlihat familiar, seperti seseorang yang pernah aku temui. Dia berjalan sendirian keluar dari gerbang. Siapa ya?!

Aku tak lepas memandangnya hingga aku melihat ada seseorang yang menjajari langkahnya, sepertinya laki-laki jika dilihat dari jenis motor yang digunakannya, Yamaha R15 Hitam, kalau tidak salah. Aku mengenalinya karena itu motor yang serupa dan telah termodifikasi sempurna oleh Abangku dan terparkir di garasi rumah di Jakarta. Entah apa yang mereka bicarakan. Aku tidak bisa membaca pikiran atau gerak bibir seseorang.

Aku melajukan mobilku perlahan seiring semakin berkurangnya antrian kendaraan yang keluar dari area kampus. Kok sepertinya aku mengenal perempuan itu? Hmmm mall? Café? Aahhh si perempuan ceroboh! Yara. Ya si Yara. Bukannya dia punya motor, kok jalan kaki? Mau hujan pula, bisa kehujanan dia kalau tidak cepat pulang.

Tanpa pikir panjang aku langsung menghentikan mobil di depan mereka.

"Hey kamu! Cepat masuk!"

Entah mengapa aku memerintahnya seperti itu. Spontan saja aku lakukan saat melihatnya akan naik motor berboncengan dengan lelaki itu. Bukankah lebih baik dia naik mobil bersamaku daripada naik motor kemudian kehujanan nantinya?

Aku baru saja mengantarkan perempuan ceroboh itu pulang ke kostnya namun sebelumnya aku mampir ke restoran cepat saji untuk membelikannya makanan. Daripada dia pingsan di mobilku karena kelaparan. Oke berlebihan, karena dia tidak nampak seperti seseorang yang tidak makan berhari-hari atau seseorang yang memiliki fisik lemah. Tapi, tetap saja aku tidak ingin mengambil resiko yang nantinya merepotkan aku.

Dan sekarang mobilku beraroma McD. Thanks.

Aku memandang kursi penumpang, aku teringat wajah lugunya yang terus saja menunduk sembari menarik-narik jaket yang dikenakannya. Tanpa dia sadari aku memandanginya melalui rear-view mirror, memperhatikan setiap gelagatnya yang kerap salah tingkah dan wajah lugunya.

Dddrrrtttt.. Ddddrrrtttt..

Ponselku bergetar dengan ringtone favorite-ku, memecah pikiranku tentang Yara. Tanpa perlu menoleh untuk melihat caller ID pun aku sudah tahu siapa yang menelpon karena kontaknya aku setting dengan ringtone khusus. Aku menekan tombol di stir untuk mengangkat telepon, aku selalu mengkoneksikan Bluetooth di mobil saat aku berkendara.

"Hallo, ak.."

"Baby, kamu di mana? Lama sekali, sih? Aku lumutan nih gara-gara kamu. Umroh ya?" cerocosnya dari seberang sana. Belum selesai aku bicara sudah dipotong oleh si manja ini.

"I'm on my way. Sabar, sebentar lagi aku tiba di sana. Aku tadi ada urusan sebentar," ucapku sekaligus mengakhiri panggilan sebelum dia merepet lagi.

Aku menginjak pedal gas lebih dalam agar segera cepat sampai sebelum dia mengomel lagi. Jalanan sedikit ramai dengan beberapa pengendara yang justru semakin melajukan kendaraannya padahal bagi mereka yang hujan-hujanan tidak akan memberikan perubahan apapun. Apakah dengan mengebut seperti itu akan membuat mereka terhindar dari air hujan atau membuat pakaian mereka akan kering? Kenapa tidak berteduh dulu kalau memang tidak ingin basah atau mengenakan mantel hujan? Jalanan yang basah itu justru licin dan persentase untuk ban motor yang slip itu lebih besar ketimbang jalanan kering.

Back To You (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang