Pagi Mauren berbeda dari hari biasanya. Biasanya di hari libur, ia akan bermalas-malasan di kamarnya, tetapi hari ini, dirinya sudah standby digaris terdepan untuk menjaga sahabatnya.
Kemarin, dokter mengatakan bahwa Marcella mengalami shock akibat pendarahannya. Dan gadis itu sekarang berada dibawah pengaruh obat bius.
"Chell, bangun kek. Gue bosen banget nih!" Ujar Mauren.
"Mauren!" Panggil seseorang membuat sang empu menoleh ke asal suara.
"Kenapa?" Tanya Mauren.
"Lo pulang aja dulu, kita gantian jaga dia..." Ujar orang itu membuat Mauren mengangguk setuju.
Sebetulnya badannya sudah terasa kaku, karena seharian duduk di kursi. Ia semalaman terjaga dari tidurnya, takut takut Marchella akan bangun dan membutuhkan sesuatu.
"Kalau gitu, gue pulang dulu. Gue titip dia ke lo." Jawabnya.
"Ah ya satu lagi!" Sambar Mauren saat ia baru saja ingin keluar dari ruangan Marchella.
"Berhenti buat saling menyakiti. Udah saatnya kalian berakhir bersama. Gue tau, lo gak mau nikah sama Ranti." Nasihatnya tajam.
"M-maksud lo?"
Mauren tertawa hambar. "Seandainya lo mau nikah sama Ranti, lo gak akan dateng lagi saat denger kabar dia kritis kemarin. Seorang pria yang mencintai wanita gak akan menyakiti wanita yang dia cintai." Jelasnya membuat pria itu terdiam.
"Kalau gitu gue duluan!" Pamitnya.
"Mauren--" Panggil pria itu, Mauren menoleh dan menghentikan langkah nya.
"Tentang Tino -- dia akan-"
"Lo tau, gue udah gak ada hubungan dengan dia lagi. Dia udah lama pergi dari hati gue. Dia orang asing buat gue. Jadi jangan pernah sebut nama itu lagi. Gue takut-" Potong Mauren.
"Takut untuk ingat dia lagi. Takut untuk jatuh cinta dengan orang yang sama, dan takut jatuh di lubang yang sama." Lanjutnya.
Kemudian Mauren melanjutkan langkahnya, saat pria itu tak kunjung membalas ucapannya.
Gadis itu menyusuri rumah sakit dengan pikirannya yang sedang berkelana. Ia duduk di sebuah bangku taman yang berada di belakang rumah sakit.
Mauren memejamkan matanya menikmati semilir angin yang terus menyapa kulit dan rambutnya. Membuat rambutnya yang tergerai bebas, berlambai karena terpaan angin.
Ia menarik nafas panjang, dan membuangnya secara perlahan.
"Mauren..."
Suara bariton terdengar ditelinga Mauren. Gadis itu menegang saat kata sapaan yang orang di sampingnya lontarkan.
"Apa kabar?" Tanyanya.
Mauren membuka matanya yang tadi terpejam. Kemudain mendongak keatas, lihat siapa orang yang menyapanya.
Gadis itu meremas tangannya sendiri, bahkan kulitnya sudah memutih karena remasannya yang kuat. Nafasnya tercekat dileher, ia tak bisa berdiri saat ini. Hatinya mencelos saat melihat pria di depannya.
"Maaf..." Ujar pria itu masih tetap menatap Mauren yang mengalihkan pandangannya.
Mauren menulikan telinganya. Ia tak berminat memandang wajah pria itu. Bahkan tangannya terus mengepal, hingga kukunya tak sengaja menusuk kulit telapak tangannya, membuat tangannya menjadi terluka.
Ia berdiri, berniat pergi dari hadapan pria itu. Tetapi yang ada, pria itu menarik lengannya untuk lebih dekat.
"Gue mau jelasin semuanya..." Ujar pria itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE AND BROKEN
Teen Fiction(Mohon maaf untuk chapter awal yang masih berantakan) Bagi Marchella mengenal Kevin adalah hal yang paling membahagiakan selama ia hidup di dunia. Sedangkan bagi Kevin, mengenal Marchella adalah pengalaman terbaik yang pernah ada di hidupnya. Kisa...