29

11K 693 6
                                    

"Luna tidak perlu berada didapur. Biar kami saja yang kerjakan." Larang salah satu pelayan yang paling berani. Pelayan yang lainnya hanya menunduk hormat sambil memperhatikan apa yang akan dilakukan Luna mereka.

Sedari tadi Ariana berada di dapur, namun dirinya hanya sibuk melihat-lihat saja. Ia bingung harus memulai nya dari mana.

Ariana menggigit bibirnya sejenak lalu mengalihkan pandangannya pada pelayan yang berbicara tadi. "Kemarilah." panggil Ariana. Pelayan tersebut menghampirinya lalu menunduk hormat.

"Siapa namamu?" Tanya Ariana sopan, tak lupa pula memberikan senyum hangatnya.

Pelayan itupun sedikit kikuk karena mendapatkan perilaku yang sangat ramah tersebut.

"Nama ss-saya Dea, Luna."

Pelayan yang bernama Dea itu pun menggenggam tangannya gugup. ia merasakan hawa yang sangat berbeda saat berada didekat Ariana. Seakan-akan dirinya bukan seperti dirinya sendiri. Dea bahkan menahan dirinya sendiri mati-matian agar tidak segera berlutut didepan Ariana.

Ariana bisa merasakan kegugupan pelayan yang didepannya ini. Dia tersenyum lalu menarik tangan Dea dan mulai menggenggamnya.

"Mulai sekarang kita berteman yahh..." Ucap Ariana mulai mencairkan suasana.

Dea benar-benar terdiam. Tidak bisa bersuara. Bahkan nafasnya saat ini tertekan melihat apa yang dilakukan Luna-nya saat ini. Untuk beberapa saat Dea tidak mengedipkan matanya dan masih dengan pikirannya yang masih tidak menyangka.

"Maafkan saya Luna, Alpha Elgan... Teng pasti tidak akan mengizinkannya." balas Dea dengan rasa bersalah.

"Apa dia begitu pemarah?" Ariana mulai penasaran.

Dea mulai terdiam, memikirkan apa yang akan dijawabnya. Karena salah-salah sedikit saja. Bisa tamat hidupnya hari ini juga.

"Tidak Luna, Alpha Elgan... Teng sangat baik, bahkan kepada semua kami disini tanpa membedakan kami semua yang berasal dari kalangan bawah." Dea mulai tersenyum, dan mulai nyaman dengan percakapan ini.

"Kalau begitu, kita berteman. Dan aku tidak terima penolakan." Ariana menahan senyumannya akibat perkataan Dea barusan.

Ariana mulai melepaskan tangan Dea dari genggamannya dan mengulurkan satu tangannya kehadapan Dea.

Dea hanya melihatnya, lalu membalas uluran tangan tersebut. "Baikla-h Luna."

"Karena kita sudah berteman, jangan memanggil ku dengan sebutan Luna. Benar-benar tidak enak didengar." Sungut Ariana sedikit manja.

"Tapi-"

"Tidak ada tapi tapian Dea." Potong Ariana cepat sebelum Dea mulai membantahnya.

"Baiklah, Ariana." Ucap Dea pasrah.

Ariana hanya menganggukkan kepalanya dan mulai kembali melakukan apa yang tadi sempat ditinggalkannya saat sedang berbincang-bincang dengan teman barunya.

"Apa boleh saya bantu Luna?" tanya Dea yang langsung dapat pelototan tajam dari Ariana sendiri.

Dea yang masih belum sadar hanya memandang bingung. Akhirnya Ariana mengalah dan membiasakan wajahnya kembali.

"Bukan Luna tapi Ariana."

"Ah iya, masih belum terbiasa. Maaf Ariana."

"Tentu saja boleh." Ariana memberikan jari jempolnya tanda persetujuannya.

Dea benar-benar sangat beruntung hari ini. Ditengah kesibukan mereka masing-masing. Sebenarnya bukan masing-masing. Karena Ariana lebih banyak dibantu oleh Dea.

Supranatural Luna (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang