Raka sudah melambaikan tangan ke arah gue saat gue sampai di lobby, gue mempercepat langkah gue lalu masuk ke dalam mobil yang sudah dia bukakan pintunya.
"Oke, mau kemana princess?" Tanyanya sambil memasang sabuk pengaman.
"Kemana aja asal jangan club."
"Wow tumben?"
"Gue lagi terlalu pusing buat denger petuah bijak anak-anak." Raka hanya mengangguk lalu melajukan mobilnya, see? Raka selalu tau kalau gue ga mau diintrogasi.
Gue hanya diam dan bergelut dengan pikiran gue sendiri, memang sangat tidak sopan mengabaikan orang yang sudah berbaik hati memberikan tumpangan dan membawa kemanapun kita mau. Tapi ini Raka, my best friend in the world yang selalu pandai menempatkan diri.
Tidak tau berapa lama gue diam sampai Raka sudah memberhentikan mobilnya di sebuah gedung pencakar langit, "Ayo Dil." Ajaknya
Gue hanya mengikuti Raka dari belakang dan tetap diam memperhatikan arsitektur gedung megah ini, gue cukup heran melihat beberapa orang menunduk hormat pada kami tapi yang gue lihat Raka hanya cuek dan kadang mengangguk singkat.
Raka memencet tombol lift untuk sampai di lantai paling atas yang gue tidak tau untuk apa, apa mungkin dia mau nyuruh gue terjun aja biar ga ada masalah lagi? Pemikiran bodoh memang karena selama ini Raka selalu seperti Mamah Dede yang selalu memberikan gue siraman rohani padahal dia sendiri belum bener. Setidaknya Raka bukan PK yang suka genjot sana-sini, dia cuma segelintir cowo polos yang terjebak di dunia kelam. Dia cuma minum dan itu sangat jarang sampai mabok.
Dia membawa gue menaiki anak tangga saat kita sampai di lantai teratas, gue yakin dia membawa gue ke atap gedung yang ternyata memang bener.
"Teriak Dil." Titahnya yang gue tanggapi dengan pandangan bingung.
"Lo punya masalah kan? Teriak, lepasin semua."
Gue terharu dengan perlakuan Raka, dia sangat mengerti gue butuh pelampiasan disaat seperti ini dan itu bukan minum. Karena gue hanya tetap merasakan sakit bahkan kadang lebih parah setelah gue sadar, gue benci diri gue yang rusak ini tapi gue tidak bisa berenti dan itu semua karena orang tua gue yang tidak bertanggung jawab.
Gue berteriak tanpa perduli apapun dan Raka hanya diam menatap langit malam yang kelam seperti hidup gue, tubuh gue menghangat di sela tangisan gue dan gue tau pelakunya Raka. Dia memeluk gue, di saat seperti ini Raka selalu membuat gue merasa diperhatikan dan disayangi. Kadang gue mengandai-andai jika gue bertemu Raka terlebih dahulu mungkin gue akan mencintai dia bahkan lebih besar dari cinta gue untuk Arga.
Jari-jari Raka yang besar dan kokoh bergerak menyeka air mata gue yang sudah membasahi pipi gue, lalu kembali memeluk gue. Wajah gue pasti sudah tidak karuan bentuknya dengan bedak yang luntur beruntung gue tidak suka pakai maskara dan eyeliner.
"Udah lega?" Tanyanya setengah berbisik dengan dagunya yang masih bertumpu di puncak kepala gue.
"Hm... Thanks Ka."
"Ga perlu terimakasih, we are bestfriend Dila. Memang seharusnya kayak gini."
Ya Tuhan, jika masih ada hak untuk memohon. Tolong putar ulang waktu dan pertemukan aku dengan Raka terlebih dahulu. Batin gue. Gue ingin mencintai orang seperti Raka, dia baik bahkan sangat baik dan berarti banyak dalam hidup gue. Sayangnya otak dan hati gue sudah dipenuhi oleh satu nama yang pada akhirnya hanya akan melukai gue.
Raka mengantarkan gue pulang setelah makan larut malam, dia sudah tau kalau gue belum makan setelah gue memberi tau Arga ada di apartemen sampai saat kita akan berangkat. Dia tidak mempermasalahkan apa yang terjadi antara gue dan Arga, yang jadi masalah hanya saat gue merasa terluka dan Raka tidak suka itu.
Gue memberikan pelukan singkat sebelum membuka pintu mobil untuk masuk ke apartemen dan Raka mengingatkan gue untuk tetap tenang menghadapi Arga yang mungkin saja masih di apartemen gue.
Benar saja, Arga masih di sana menatap layar kosong dengan tangan yang dilipat di depan dada. Gue sangat tidak menginginkan keberadaan dia saat ini, gue masih ingin menyendiri dan berpikir apa yang harus gue lakukan kedepannya. Kondisi rohani gue dalam keadaan sangat tidak baik, dengan kehadiran papa dengan keinginannya membuat gue sangat tertekan dan akan semakin memburuk jika cowo ini memancing pertengkaran lagi.
"Kemana aja?" Nah, mulai lagi.
"Jalan."
"Kamu bilang ke club, aku nyusul tapi kamu ga ada dan kata yang lain kamu memang ga kesana."
"Emang ga kesana." Jawab gue berlalu ke dalam kamar.
"Kemana kamu sama Raka?"
"Nenangin pikiran."
Arga membalikkan tubuh gue memandang tepat mata gue dengan tajam dan menuntut, "Ngapain aja kamu sama dia sampai jam segini?" Gue malas menjawab jadi gue menepis tangannya mengambil baju di dalam lemari.
"Ngga ngapa-ngapain." Jawab gue akhirnya karena Arga terus mengikuti. Gue masuk ke kamar mandi dengan baju tidur di tangan, saat gue keluar dengan pakaian lengkap Arga ternyata masih menunggu di depan pintu. Terkadang gue heran, dia ini tidak punya status apapun dengan gue tapi dia mengatur gue seolah dia memang berhak.
"Dil, Raka itu laki-laki."
"I know terus kenapa? Toh kita ga melakukan apapun." Gue mulai geram dengan pikiran kotornya tentang Raka, dia tidak tau betapa berharganya Raka buat gue dan betapa mulianya dia dibandingkan seorang Arga.
"Tapi kan..."
"Stop it Arga! Emang aku keliatan semurahan itu buat kamu sampai kamu berpikiran yang ngga-ngga tentang hubungan aku sama Raka?!" Bentakan gue berhasil membuat dia bungkam, gue sakit dia berbicara seolah gue akan melayani siapa aja yang menginginkan gue. Dia seperti memandang gue jalang secara ga langsung.
Air mata gue hampir tidak terbendung lagi, tangan gue memijat pelipis karena kepala gue yang semakin pusing. Gue menerobos tubuh Arga hingga dia sedikit mundur lalu berbaring di atas tempat tidur, gue tidak mau berbicara apapun lagi dengan dia.
Saat gue memejamkan mata gue, pinggang gue terasa lebih berat yang gue tau Arga memeluk gue. Gue bisa merasakan hembusan nafas dia di permukaan kulit leher.
"Maafin aku Dil, please don't leave."
KAMU SEDANG MEMBACA
Where is My Happy Ending?
General FictionWhen broke girl looking for happiness. Story in Bahasa Warning! * Non Baku * Harsh Words * Mature Content * Part 12 silahkan DM, tapi saya tidak meladeni siders