13. New Life

821 125 4
                                    

London, 5 years later

Sejak hari itu gue tidak pernah lagi bertemu dengan Arga, gue juga tidak berniat mencari informasi apapun tentang dia karena gue sendiri yang memutus kontak. Gue cukup bahagia sekarang terlebih dengan kehadiran malaikat kecil di tengah-tengah hidup gue, dia mampu membuat kepingan hati gue menjadi lebih tertata bahkan hampir utuh. Elvan Adhitama Daniyal, anak pertama gue. Nama yang gue, Raka dan Dion rangkai saat dia pertama kali melihat dunia.

"Mommy."

"Yes honey."

Gue menatap jagoan kecil gue yang sedang mengosok matanya, dia terlihat masih memgantuk. Pasti ulah papinya lagi yang membuat dia terjaga sampai tengah malam.

"Makan sayang, mom masak nasi goreng kesukaan kamu."

"Hmm..." dia naik ke atas kursi dengan sedikit memanjat, lucunya. "Papi mana mom?"

"Lagi mandi sayang, bentar lagi juga turun."

Dia hanya mengangguk lalu menyendokkan nasi dengan mata setengah terpejam, sepertinya Papi akan terkena ceramah gue selama 1 jam penuh tentang tidur cukup untuk anak seusia Elvan.

Cup

"Pagi sayang." satu kecupan mendarat mulus di pipi kanan gue, gue menggeleng melihat kelakuannya.

"Pagi jagoan! Loh kok lemes sih?"

"Polos banget pertanyaan mas, pasti tadi malem pada main sampai tengah malem."

Dia malah nyengir membuat gue mendengus kesal sudah tau jawabannya pasti ya.

"Sorry kalau udah main bareng Elvan suka lupa waktu."

"Mas makan dulu deh."

"Loh kenapa lagi sih sayang? Kan mas udah minta maaf."

"Stoooppp... papi sama mommy belantem mulu." Elvan memajukan bibirnya sebal.

Dion terkekeh pelan lalu mencubit pipi tembam Elvan, "Maaf sayang, ngga lagi. Makan ya, habis itu mandi. Elvan sekolah kan?" tanyanya yang dijawab anggukan Elvan.

"Epan mau mandi sama papi."

"Eh tapi kan papi udah pake baju kerja sayang."

"Ya udah Epan ga mau sekolah!" gue terkekeh melihat kelakuan dua laki-laki kesayangan gue ini.

"Mandiin mas, ntar ga sekolah kita yang repot."

"Hhh... Ya udah, papi yang mandiin." kata Dion mengalah, dia menatap gue sebal. "Anak kamu tuh manja banget."

"Ih kan mas yang suka manjain."

"Papi, momy stop! Just eat."

"Oh oke oke maaf."

Gue melihat Elvan ke dalam kamarnya memastikan dia sudah rapi untuk pergi sekolah, gue juga harus pergi kerja dan tidak sempat mengantar dia. Beruntung Dion mau ke bandara jadi bisa sekalian mengantar Elvan ke sekolahnya karena searah.

"Aku perginya agak lama yang ini Dil." ucap Dion yang entah sejak kapan ada di belakang gue sambil memasang dasinya. Gue mengambil alih melihat dia kesulitan, Dion memang kurang rapi kalau sudah urusan memasang dasi.

"Emang mas pergi berapa lama?" tanya gue masih fokus dengan dasinya.

"Seminggu lebih kayaknya, ga apa kan?"

Gue merapikan kerah bajunya setelah selesai dengan urusan dasi, "Aku sih ga apa-apa, mas kan juga perginya karena tugas. Paling Elvan tuh nangis-nangis nyari kamu nanti." jawab gue sambil menatapnya.

"Emang mommynya ga nyari?"

"Ngapain? Mas bikin aku kesel mulu." Dion tertawa dan mencubit pipi gue gemas, "Buat kamu kesel itu udah jadi hobbyku." ujarnya santai yang mendapat cubitan dari gue.

"Aduh! Kamu ya, nyari masalah hm?!" Dion menatap gue dengan seringaian jahatnya, habis gue setelah ini.

"Papi, let's go!" pekik Elvan.

Sungguh anak berbakti menyelamatkan momynya dari kekejaman seorang Dion, masuk surga kamu nak. Batin gue.

"Udah sana nanti telat." gue mendorong Dion sampai ke depan pintu.

Cup

Dion mengecup pipi gue sekali lagi, "Kamu hati-hati ya, jangan lupa kabarin mas. Nanti aku juga ngabarin kamu kalau udah nyampe."

"Iya bawel, mas juga hati-hati."

"Papi cium mommy terus ih."

"Hahaha... Itu tandanya papi sayang sama mommy."

"Papi sayang mommy aja dong? Epan ga dicium."

Gue hanya bisa menggeleng melihat kecemburuan Elvan yang besar kalau Dion sudah dekat-dekat dengan gue. Kadang dia sampai mogok makan kalau Dion lebih mengutamakan gue daripada dia, sebegitu sayang dengan papinya.

Dion menggendong Elvan lalu mengecup pipinya bertubi-tubi tanpa ampun, "Papi sayang dong sama Elvan, buktinya papi cium lebih banyak daripada mommy." gue bisa melihat perubahan ekspresi Elvan yang tampak senang bukan main.

"Ya udah mas berangkat ya."

Gue melambaikan tangan melihat kepergian dua jagoan gue yang sudah melesat meninggalkan pekarangan, gue pun segera mengambil tas dan kunci mobil. Ada rapat penting yang harus gue hadiri sejam lagi.

Gue menekan pedal gas, mengemudi dengan kecepatan sedang. Jika sudah sendiri seperti ini pikiran gue masih sering berputar ke masa lalu, gue kangen akan segala sesuatunya kecuali masalahnya. Gue merindukan geng bitchy yang kini juga sama sibuknya dengan gue walaupun kita masih sering berkomunikasi lewat telfon atau skype jika sudah sangat kangen.

Kita semua sepakat berhenti dari kehidupan malam dan memulai hidup yang lebih baik, tapi sayangnya Fendi dan Evelyn kelepasan hingga mereka menikah karena Evelyn hamil. Tidak masalah, toh mereka juga saling cinta dan melakukannya atas dasar perasaan. Rena sudah menjadi pemilik butik dan perancang busana ternama di Jakarta, sesekali dia datang kesini untuk menghadiri acara fashion show yang diselenggarakan disini. Dia juga sudah bertunangan dengan Sean, teman semasa SMAnya dulu.

Dan Raka, dia menepati janjinya untuk ikut pindah ke London bersama gue dan sekarang dia menjadi pemimpin perusahaan properti yang menempati posisi sepuluh besar di UK. Dia super sibuk walaupun di tengah kesibukannya dia masih menyempatkan diri menelfon gue menanyakan kabar gue, Elvan dan Dion. Jika sedang senggang dia pasti akan menjemput gue dan biasanya mendadak, tapi gue senang karena persahabatan gue dan Raka yang tidak pernah putus. Gue jadi rindu sosok Raka sekarang, orang yang selalu ada di samping gue bahkan di saat terburuk dalam hidup gue.

Ponsel gue berdering menampakkan nama yang sedang gue rindukan, panjang umur.

"Halo Raka."

"Halo sweety."

"Ewh jijik." gue mendengar suara kekehannya di seberang sana membuat gue tersenyum, gue sangat merindukan dia.

"Elvan's mommy. I miss you, don't you miss me?"

"I miss you bodoh! Sibuk banget lo sampe ga ke rumah dua minggu!" sungut gue melampiaskan kekesalan dan kerinduan gue.

"Sorry sayang, bang Dion jadi ke Jerman kan? Ntar gue yang jagain lo sama Elvan."

"Bener ya, nginep lo awas kalo ga!"

"Siap my queen! Ya udah see you later, gue kerja dulu." ucapnya yang gue iyakan sebelum memutus sambungan.

Gue merenung lagi setelahnya dan kembali berpikir. Apa gue sudah bahagia sekarang?

Where is My Happy Ending?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang