"Bangsat!"
"Language bitchy sayang." gue menanggapi Evelyn yang mengumpat sejak gue keluar dari ruang sidang.
"Ini yang katanya kurang ilmu?"
Gue hanya tertawa senang, bukan karena merasa kepinteran tapi karena gue berhasil menggapai satu keinginan gue. Lulus dengan hasil memuaskan.
"Heh! Party dong kita..." Fendi datang dengan cengiran lebarnya.
"Aturlah, gue traktir." jawab gue bersemangat.
"Wedeh gila yang cumlaude." Raka merangkul gue dan menyodorkan sebucket baby breath putih. "Udah tau aja gue bakalan A dia sidangnya." lanjutnya.
Mata gue langsung membulat, ini bunga kesukaan gue, "Ini buat gue?" gue bisa melihat Raka memutar matanya malas. "Masa buat Evelyn? Mati gue di tangan Fendi ntar." jawab Raka asal.
Cup
"Gue sayang lo Raka Hendrick Wijaya." ucap gue setelah memberikan kecupan ringan di pipinya, Raka tersenyum lalu mengacak rambut gue.
"Gue juga sayang lo Nadila Ferosa Mandala."
"Tai sok romantis kalian." Fendi menginterupsi.
"Jadian sana." timpal Rena.
"Ntar kalo Dila udah mirip Angelina Jolie." jawab Raka santai.
"Fu*k ketinggian selera lo." sungut Evelyn.
"Lagian lo pada aneh-aneh aja."
"Kaga aneh Dil, lo sama Raka romantis gitu." jelas Rena.
"Yeh mana mau gue sama triplek kayak gini." Raka menunjuk gue dengan dagunya.
"Anjing lo ya, perjaka aja belagu!" kesal gue disambut tawa yang lain.
"Wow selow sayang."
"Sayang sayang pala lo peang."
"Gitu aja ngambek, ntar gue beliin BR triplescoop deh." bujuknya.
"Bener ya Raka sayang?"
"Najis murah banget bujuk lo Dil." Rena menggeleng tidak percaya.
Gue hanya membalas dengan cibiran, gue tidak perduli yang penting dapat BR gratis dari kesayangan gue, lengkap sudah kesenangan gue hari ini.
Kita berpisah di parkiran, gue langsung mengikuti Raka ke mobilnya. Gue memang tidak membawa mobil karena gugup dan gemetaran sejak tadi pagi Raka tidak mengizinkan gue membawa kendaraan sendiri.
Sesuai janjinya Raka membawa gue ke mall di kawasan Jakarta Pusat dan membelikan gue BR tripleschoop, "Pelan-pelan bego, kayak anak kecil lo belepotan." Raka membersihkan pipi gue yang terkena ice cream, sedangkan gue cuek melanjutkan makan. Indahnya hidup gue seandainya memiliki pasangan seperti Raka atau Dion.
Bicara tentang Dion, dia tidak lagi di Jakarta karena mendapat tawaran kerja di tempat incaran gue. Ya, gue memilih pindah dari Jakarta. Bukan untuk menghindar dari apapun tapi ini memang impian gue sejak di sekolah menengah dulu. Maka dari itu gue yang lulusan IPA harus mengikuti tes untuk masuk ke Fakultas Ekonomi, salah jurusan memang tapi gue baru bermimpi bekerja di sana saat gue menduduki tingkat akhir. Sekarang gue sudah selangkah lebih maju untuk itu.
"Gimana rencana lo di sana?" tanya Raka.
"Ya gitu, habis yudisium baru bisa kirim lamaran. Pengumumannya seminggu setelah gue wisuda."
"Hhh... Berasa ga rela gue."
Gue tersenyum menanggapi Raka, "Katanya udah lulus mau nyusul gue, bohong ya lo?"
"Kaga sayang, pasti gue susul. Bokap juga udah heboh suruh gue ngurusin usahanya di sana." jawabnya malas, "Enam bulan, tunggu gue enam bulan. Gue pasti nyusul." lanjutnya.
Gue mengangguk bersemangat, setidaknya di sana gue tidak akan sendirian jika diterima. Ada Dion dan Raka yang akan menemani gue walaupun gue harus menunggu sampai Raka lulus.
Raka ini anak pengusaha properti yang sangat maju di sana, awalnya dia diminta masuk ke Fakultas yang sama dengan gue tapi dia lebih memilih Teknik Sipil. Supaya lebih mengerti soal pembangunan dan tidak kena tipu kontraktor katanya. Ya, gue tidak mempermasalahkan itu, gue selalu mendukung pilihan dia selama itu memang baik. Gue tidak akan membiarkan dia terjerumus lebih dalam lagi dengan kehidupan malam seperti gue.
"Dil..."
Tubuh gue menegang seketika mendengar suara berat yang sudah sangat gue kenal selama dua tahun lebih. Nafas gue tercekat saat menoleh ke arahnya, dia menatap gue sendu seperti ada rasa bersalah di sana. Gue akui gue merindukan dia, tapi di satu sisi gue juga tidak siap untuk bertemu dengannya lagi. Gue tidak ingin menjadi perusak hubungannya dengan Windy, karena gue yakin dia sangat terluka setelah tau pacarnya tidur dengan wanita lain.
Gue melihat Raka dengan tatapan seolah meminta pertolongan, hanya dia yang bisa membantu gue di saat seperti ini tapi dia hanya balas menatap gue. Ada apa? Kenapa Raka enggan membantu gue?
"Bisa kita bicara?" tanyanya hati-hati.
Gue tetap bergeming tidak menanggapi dan menunduk dalam-dalam, air mata gue sudah mulai menggenang. Ternyata gue memang tidak siap bertemu dengan Arga sekarang.
"Ga, sorry kayaknya jangan sekarang. Dila belum bisa mungkin." ucap Raka, gue tidak tau bagaimana reaksi Arga yang gue tau dia menghembuskan nafas panjang yang terdengar jelas di telinga gue. Gue takut menatap Arga, takut terjebak dengan perasaan gue lagi.
Raka menarik tangan gue lalu membawa gue pergi dari mall, dia hanya diam sepanjang perjalanan dan yang membuat gue bingung dia melewati apartemen gue begitu saja. Gue sama sekali tidak tau kemana Raka akan membawa gue, sampai akhirnya dia berhenti di taman kecil yang terletak di komplek perumahannya yang terbilang elit. Raka menuntun gue untuk duduk di ayunan dan memberikan gue sekaleng soda yang di belinya tadi lalu duduk di ayunan kosong di samping gue.
"Dil, gue minta maaf soal tadi." ucapnya setelah meneguk soda, "Tapi gue rasa lo ga bisa kayak gini terus, kalau lo mau pergi gue maunya lo pergi baik-baik." ucap Raka menatap gue.
"Setidaknya ga ada amarah dan dendam di hati lo. Lo mau nyembuhin luka lo dan mulai hidup baru, jadi mulai dengan baik tanpa beban Dila."
"Gue tau Ka, tapi gue belum siap bicara sama dia sekarang. Tapi nanti pasti gue tinggalin dia baik-baik."
Raka berdiri lalu bersimpuh di hadapan gue, "Good ini baru sahabat gue." ucapnya sembari menggenggam erat tangan gue.
"Let's make it better." lanjutnya sambil tersenyum yang gue angguki.
***
Hari ini aku pengen double up hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Where is My Happy Ending?
Ficción GeneralWhen broke girl looking for happiness. Story in Bahasa Warning! * Non Baku * Harsh Words * Mature Content * Part 12 silahkan DM, tapi saya tidak meladeni siders