Sudah seminggu Arga pulang ke Indonesia tapi dia sering menelpon gue menanyakan kabar Elvan dan juga gue, kadang video call kalau dia sudah sangat kangen dengan Elvan. Gue maklum aja, karena gue juga seperti itu saat harus berpisah dengan Elvan bahkan mungkin lebih parah. Dari itu gue bisa melihat dia bener-bener sayang sama Elvan, bukan rasa tanggung jawab atau kasihan seperti pikiran jahat gue beberapa waktu lalu.
"Epan miss daddy so much." ucap Elvan pada Arga yang terlihat dari layar tablet.
"I miss you too hehe... Elvan ke sini dong sama mom."
"Epan mau, tapi mom lagi cibuk." kata Elvan merajuk. Gue hanya menggeleng melanjutkan kegiatan maskeran gue.
"Mom mana Van?"
Mata gue terbuka mendengar dia menanyakan gue tapi memilih mengabaikan dan kembali memenjam.
"Ada lagi bobok. Daddy kangen?" tanyanya polos. Duh anak gue aneh-aneh aja ngapain juga dadynya kang-
"Iya, daddy kangen. Mana coba panggil mom." oke gue ga boleh baper, dia cuma ngomong asal nyenengin Elvan.
Elvan mengguncang badan gue, "Mom, daddy nyariin." katanya. Mau tidak mau gue bangun, biar aja Arga ngeliat muka gue ijo-ijo.
"Astaga!"
Gue henya diam tidak berekspresi karena memang muka gue susah gerak karena masker, "Bikin kaget kamu, bilang dong kalo lagi maskeran." omelnya.
"Kenapa?" tanya gue mengabaikan omelannya barusan.
"Jutek amat, ga kangen sama aku?"
Ini orang maunya apa sih? Ga ingat punya tunangan kayaknya, pengen banget bikin gue ngefly. Gue menggeleng menidakkan.
"Kalau ga penting aku kasih Elvan lagi." tutur gue jutek.
"Eh Dila wait, aku mau ngomong serius."
Gue tidak jadi memberikan tablet pada Elvan, gue memposisikan tablet agar tetap menghadap gue dan gue melepaskan masker lumpur yang menempel di wajah. Arga tersenyum melihat gue dari sana tapi gue abaikan. "Mau ngomong apa?" tanya gue setelah selesai membersihkan wajah.
"Kamu bisa ambil cuti seminggu?"
Alis gue terangkat mempertanyakan apa tujuannya menanyakan itu, "Aku belum cuti sih tahun ini, mungkin bisa. Kenapa?"
"Papa mau ketemu kamu sama Elvan."
"APA?!" pekik gue yang membuat Elvan kaget. "Maaf sayang, kaget ya? Kamu main sama papi dulu ya, mommy ngomong sama daddy dulu."
Elvan mengangguk sedikit terpaksa, "Jangan lama, Epan masih kangen daddy." katanya sambil keluar kamar.
Gue kembali menatap Arga di layar tablet, "Maksud kamu apa?" tanya gue menuntut.
Dia sepertinya tau gue tidak suka dengan perkataan dia barusan, dia terlihat memilah kata yang tepat karena dia diam cukup lama sebelum menjawab.
"Aku kasih tau papa soal kamu dan Elvan, papa mau aku tanggung jawab."
Kepala gue pening seketika, gue sudah menolak tawaran dia berkali-kali tapi masih juga tidak mau mengerti. "Arga, kita udah bahas ini berkali-kali. Aku udah bilang jangan tinggalin kehidupan kamu yang sekarang, aku bisa merawat Elvan sendiri." tegas gue lagi.
Dia memijat pelipisnya yang menandakan dia sama pusingnya dengan gue, "Berkali-kali juga aku bilang, aku pengen merawat Elvan bersama kamu." katanya membalikkan.
"Please, kita ga bisa. Kamu tetap bisa dekat dengan Elvan seperti janji aku."
"Aku mohon, setidaknya kamu ketemu papa dulu. Posisi aku juga serba salah Dil, papa marah besar karena aku baru tau saat Elvan sudah besar."
Gue bergeming memikirkan pilihan yang harus gue ambil, gue kasian melihat dia yang kelihatan sekali pusingnya dengan penolakan gue tapi gue masih tetap pada pendirian gue yang ingin dia tetap bersama Windy. Kami sama-sama diam cukup lama dia menunggu jawaban gue. Semoga keputusan gue tidak salah.
"Oke, cuma ketemu ga lebih."
Arga terlihat lega dengan senyuman di wajahnya, "Minggu depan aku jemput kamu dan Elvan." kata dia yang hanya gue angguki. Gue memberikan tablet kembali pada Elvan membiarkan dia melepas rindu dengan daddynya, sedang gue mencari ketenangan pada Dion.
"Kamu kenapa?" tanya Dion sambil menyisir rambut gue di pundaknya.
"Papanya Arga mau ketemu Elvan dan... aku." ucap gue berat.
"Dia serius ternyata."
"Mas, aku ga mau. Kami cuma ketemu aja." tutur gue tegas.
Gue mendengar Dion terkekeh kecil, "Ga tau ya, mas yakin aja kalian jadi." katanya santai.
"Maaasss..." gue mengangkat kepala menjauhkan diri dari Dion dengan kesalnya, dia menarik nafas kemudian memegang kedua pundak gue.
"Ini bukan cuma masalah cinta Dil, kalian punya Elvan yang butuh keberadaan Arga juga. Ngga cukup dengan kamu aja. Mas tau kamu udah cukup menderita selama ini, tapi demi anak kamu tolong tekan ego kamu sekali lagi."
"Apa kamu ga nyadar Elvan jadi sering murung setelah Arga pergi? Berbeda dengan kepergian aku atau Raka, Elvan masih bisa seperti biasa. Kamu bilang kamu ga mau Elvan merasakan seperti kamu. Buktiin kamu bisa membahagiakan dia dengan keluarga utuh seperti anak- anak lain." lanjutnya setelah melihat gue diam.
Dion mengecup kedua mata gue yang mulai berair, "Utamakan Elvan dalam keputusan kamu." katanya sembari memeluk gue.
Haruskah gue merusak hubungan Arga dan Windy sekali lagi demi Elvan? Gue merasa jahat sekali jika melakukan itu. Mata gue melirik ke arah Elvan, dia kelihatan senang sekali berbicara dengan Arga bahkan sampai lupa waktu. Benar kata Dion kedekatan Elvan dan Arga memang berbeda. Mungkin karena selama ini Elvan memang menginginkan sosok ayah disisinya atau karena ada ikatan batin mereka berdua.
Sepertinya gue harus berpikir sekali lagi atas tawaran Arga, gue harus membuang sikap kekanakan gue dan fokus dengan Elvan. Jika Arga memang kebahagiaannya sepertinya gue harus mengalah walau dalam artian lain gue harus siap terluka lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Where is My Happy Ending?
Genel KurguWhen broke girl looking for happiness. Story in Bahasa Warning! * Non Baku * Harsh Words * Mature Content * Part 12 silahkan DM, tapi saya tidak meladeni siders