Tidak terasa gue sudah diwisuda seminggu yang lalu, sudah sebulan lebih sejak kejadian Windy melabrak gue selama itu pula sosok Arga bermunculan dimana-mana ingin mengajak gue bicara. Gue tidak tau seberapa pentingnya yang ingin dia bicarakan padahal menurut gue memang tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Kalau tujuannya ingin meminta maaf, gue sudah memaafkan dia karena posisi dia yang tidak sepenuhnya salah. Di atas itu semua gue menghindar karena gue sedang berusaha menetralkan perasaan gue untuk dia, gue tidak ingin terjebak lebih lama dengan perasaan gue yang sangat salah ini.
Daripada gue pusing memikirkan cowo itu, gue lebih pusing melihat manusia-manusia yang dengan tidak tau dirinya mendatangi apartemen gue dengan beragam camilan yang bungkusannya sudah berserakan dimana-mana.
"Beresin woi! Ga boleh ada yang pulang sebelum beres!"
"Siapa yang mau pulang bitchy sayang? Kan kita pada mau nginep." kata Rena sambil mengunyah kripik singkongnya.
"Anj- ck! Pokoknya tetep beresin! Lagian pada ngapain nginep sih?!"
"Kata Raka tengah malem ini pengumuman lo kan? Nah kita mau nemenin biar lo ga tegang-tegang amat." jawab Evelyn.
Gue mendelik ke arah Raka yang sibuk dengan nasi gorengnya, sedangkan dia malah nyengir tanpa dosa. Untung sayang Ka, pikir gue.
"Duh gue rada sedih kalo lo ga ada Dil, mana lo pindah jauh banget lagi kalau keterima." lanjut Evelyn.
"Iya njay kaga ada yang masakin kalau ngumpul." sambung Fendi.
Rena melempar Fendi dengan kripiknya, "Tai lo! Makan aja otaknya!"
"Eh monyet! Lempar-lempar, ntar lo sapu gue ga mau tau!"
"Iya ndoro."
Gue berjalan ke dapur mencari sesuatu yang bisa menyegarkan tenggorokan gue, saat gue membuka kulkas gue menemukan sekotak coklat favorit gue di dalamnya. Setau gue coklat ini harus dipesan terlebih dahulu karena memang ini coklat import.
"Bener ga yang itu?" tanya Raka yang tiba-tiba sudah ada di belakang gue.
"Eh, apa? Ini?" gue menunjuk kotak coklat, Raka mengangguk disertai eyesmilenya yang membuat dede-dede di kampus suka ngaku bunting karenanya.
"Ini dari lo?"
Dia mengangguk lagi, "I told you that I will give you special present if you got highest grade." dia memegang tangan gue dan melingkarkan benda berwarna silver yang tampak simpel dan manis, "second present." ucapnya sambil tersenyum, gue refleks memeluk dia saking senengnya.
"Thanks Ka, it's very expensive right?" tanya gue tidak enak.
"Ga masalah kalau buat lo my bestie."
Raka membawa gue ke meja makan, sepertinya ada hal lain yang ingin dia bicarakan dengan gue, gue hanya menurut mengikuti dia yang kini sudah duduk di hapadan gue.
"Arga udah tau lo lulus dan mau pindah?" gue heran dengan Raka belakangan ini, dia dicekokin apa sampai suka bawa-bawa Arga di setiap pembahasan?
"Belum, gue belum sempet ngomong sama dia."
"Dil, gue udah pernah bilang kan?" tegasnya
"Iya tau, belum ada waktu aja. Ntar aja kalau gue ketemu di kampus." jawab gue yang dianggukinya, "tapi, gue ga mau bilang gue pergi kemana ga, gue harap yang ini lo bisa ngerti." sambung gue.
Dia menatap mata gue cukup lama sampai akhirnya menyetujui ucapan gue, "Lo tau yang terbaik."
"Eh sini cepetan! Bentar lagi pengumuman woi!" pekik Fendi dari ruang tengah. Gue dan Rakapun segera menuju ke sana, sudah ada Rena yang siap dengan laptop di pangkuannya. Dari yang gue lihat teman-teman bitchy gue ini lebih tegang dari gue menunggu hasilnya.
Awalnya gue tenang, tapi sepuluh menit sebelum pengumuman gue mulai gelisah. Ini satu-satunya mimpi gue, kalau gue tidak lolos gue harus mengikuti keinginan bokap untuk segera menikah. Bukan dengan Dion lagi karena gue dan juga Dion sama-sama menentang tapi kali ini dengan kenalan bokap yang merupakan pebisnis muda. Ya, bokap gue ingin menginvestasikan gue untuk kemajuan perusahaannya.
"Gue yakin sama lo." ucap Raka sambil menggenggam tangan gue. Sepertinya dia sadar dengan kecemasan gue yang meningkat, gue menatapnya dengan senyum kaku. Gue terlalu gelisah hingga tidak bisa menyembunyikannya dari raut wajah gue.
Rena mulai membuka email gue yang sudah dia hapal akun dan passwordnya, gue menelan ludah gugup sedang Raka kini semakin mengeratkan genggamannya. Kelihatan sekali dia juga gelisah ketara dari tangannya yang dingin karena jika Raka gelisah dan gugup, tangan dan kakinya terasa dingin.
Suasananya sangat hening membuatnya semakin mencekam untuk gue, semuanya terfokus pada benda tipis yang telah menampakkan kotak masuk email gue.
Mata gue melebar seakan ingin keluar dari tempatnya, semuanya mulai melihat ke arah gue yang gue acuhkan karena perasaan gue sedang campur aduk sekarang. Ini beneran kan?
"AAAAAAAAAA DILAAAAA CONGRATS SAYAAAANNNNGGG!!!!!" pekik Evelyn menyadarkan gue kalau ini memang benar adanya.
Evelyn dan Rena dengan cepat memeluk tubuh gue yang masih lemas tidak percaya. Gue diterima! Impian gue jadi kenyataan!
Air mata gue lolos saking senang dan tidak percayanya, gue berdiri dari duduk gue dan geng bitchy plus Fendi dan Raka kembali memeluk gue. Kita melompat kesenangan dengan air mata gue yang tidak hentinya. Baru kali ini gue menangis bukan karena sedih. Gue nangis karena gue bahagia.
Setelah sesi peluk-pelukan ala Telebubies, mereka masih kelihatan excited dan mulai memutar musik cukup kencang. Beruntung apartemen gue kedap suara.
Tepukan di pundak gue membuat gue menoleh, saat itu juga gue langsung memeluk pelakunya sangat erat. "Gue tau lo bisa." suara Raka malah membuat gue semakin menangis, gue bahagia ada mereka terutama Raka yang menemani gue disaat terberat sampai gue bisa mencapai ini.
"Tepatin janji lo, gue ga mau lama-lama jauh dari lo Ka." ucap gue masih terisak. Gue bisa mendengar dia tertawa lalu mengacak rambut gue, "Iya, gue ga akan biarin lo sendiri di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Where is My Happy Ending?
Fiction généraleWhen broke girl looking for happiness. Story in Bahasa Warning! * Non Baku * Harsh Words * Mature Content * Part 12 silahkan DM, tapi saya tidak meladeni siders