Dua hari setelah gue bertemu genk bitchy dan juga menerima pinangan Arga, gue kembali ke London. Setidaknya gue harus menuntaskan pekerjaan gue sebelum gue minta rekomendasi pindah cabang di Jakarta. Tentang Raka dan Dion, mereka terlihat sangat lega dengan keputusan gue merawat Elvan bersama Arga.
Berpikir akan berpisah dengan Raka dan Dion membuat gue sedih, lima tahun bukan waktu sebentar untuk kami bertiga hidup sama-sama di negri orang yang mengharuskan kami menopang satu sama lain. Dengan segenap keegoisan gue, gue berhasil membuat Raka ikut lagi dengan gue dengan berganti posisi dengan kakak laki-lakinya yang memegang perusahaan mereka di Jakarta.
Seperti yang sudah gue katakan, gue tidak sanggup dipisahkan dari lelaki bernama Raka ini, tadinya gue berniat meminta dia saja menjadi suami gue tapi gue tau itu sulit. Gue tidak mencintai dia dan dia pun demikian, dia sudah menjelaskan gue itu seperti Radis lain yang di titipkan Tuhan. Radis adalah adik kandung Raka, dia sudah berpulang akibat gagal jantung yang dideritanya sejak sekolah dasar. Jika masih ada, usianya sudah menginjak 21 tahun. Hidup Raka juga tidak seindah yang terlihat, bundanya meninggalkan dia demi laki-laki lain yang merupakan cinta pertamanya. Beruntung papanya sangat menyayangi mereka dan merawat anak-anaknya sampai sesukses sekarang ini.
Raka sempat didatangi bundanya setelah sukses, meminta pengakuannya dan membuat Raka naik pitam. Bundanya datang karena uang, bukan rindu atau rasa menyesal tapi tetap saja Raka itu manusia paling baik yang pernah gue kenal. Meskipun sakit hati, dia tetap memberikan apa yang perempuan separuh baya itu mau dengan alasan yang ditanamnya dalam hati kalau bagaimanapun bunda yang mengandung dan melahirkannya.
Dia kurang percaya dengan wanita karenanya, ditinggal saat masih menginjak delapan tahun membuat trauma yang cukup membekas dalam diri Raka. Itu pula yang membuat Raka belum mau mencari pendamping dari sekian banyak yang menginginkannya. Satu hal membuat dia semakin tenggelam dalam masa lalunya, dia pernah menyicipi hubungan saat sekolah menengah atas yang berakhir sama, perempuan bernama Saron itu tidur dengan teman dekat Raka.
Gue mengerti tentang itu karena gue pun merasakan hal yang sama, bukan hanya masalah cinta yang membuat gue banyak berpikir untuk menerima Arga. Tapi gue takut akan komitmen. Ketakutan jika akhirnya kami akan berujung seperti bokap-nyokap gue. Semua yang pernah terjadi di masa lalu masih kerap membayangi gue, bagaimana perihnya sabuk papa menyentuh kulit gue dan bagaimana memar dan air mata memenuhi wajah dan tubuh mama.
"Melamun aja."
"Loh kok nangis?" Raka langsung menepikan mobilnya, beruntung jalanan sedang sepi.Buru-buru gue menyeka air mata yang gue sendiri tidak tau kapan jatuhnya. "What happen hm?" tanyanya sambil menghapus jejak-jejak air mata di pipi gue.
"Ga tau, melow tiba-tiba gini." kata gue terkekeh kecil.
"You still scared. Am I right?"
Pertanyaan dia memang tidak terbantahkan oleh gue, jadi gue hanya diam tidak menjawab. Raka menangkup wajah gue mengarahkan agar melihat ke arahnya.
"Dila listen, Arga satu-satunya cowo yang gue percaya untuk menjaga lo selain bang Dion. He'll never do something like your father, believe me."
"Jangan lupa, gue ikut pindah ke Indonesia demi lo, buat terus menjaga lo. Jadi jangan takut, oke?"Gue hanya mengangguk dan berakhir dalam dekapannya yang selalu memberikan ketenangan untuk gue. Semoga, semoga saja Arga orang yang tepat.
***
"Kita tinggal fitting sama nyari cincin, yang lainnya udah aku urus."
Saat ini gue sedang memandangi wajah Arga dari tablet, dia menghubungi lewat video call karena sudah terlalu kangen dengan Elvan katanya.
"Jangan terlalu diforsir, kamu juga banyak kerjaan yang lain kan?" tegur gue setelah melihat gurat lelahnya.
"No prob, aku masih kuat kok. Kamu kapan balik ke sini? Udah sebulan Dil, bulan depan loh."
"Aku masih harus ngurus surat pindah tugas sama ngemas barang-barang. Kalau itu udah sebagian sih."
Arga terlihat memejamkan mata dan menghela nafas, "Masih lama ya?" gue bisa melihat jelas kekecewaannya dengan jawaban gue.
"Barang-barang aku sama Elvan lumayan banyak Ga, kalau dengan ngurus surat mungkin aku butuh dua minggu lagi."
"Seminggu aja ya?" pintanya memelas.
"Tapi ga-"
"Please, seminggu ya Dil?"
Dia maksa ternyata, "Aku ga janji, tapi aku usahain."
Dia tersenyum dari seberang sana mengiyakan perkataan gue, kasihan juga dia mengurus sendiri persiapan pernikahan kami sampai matanya jadi sayu karena capek dan kurang tidur harus menyelesaikan pekerjaan kantornya sekaligus.
Setelahnya gue membiarkan dia bercengkrama dengan Elvan sedang gue sibuk bermanja dengan Dion, gue sedih dia tidak bisa pindah karena sudah jadi direktur bagian di sini. Otomatis intensitas ketemu kami akan sangat berkurang, padahal selama ini gue dan Dion tinggal satu atap. Rindu sekali pastinya walaupun dia termasuk dalam daftar orang paling menyebalkan dalam catatan sejarah.
"Ya ampun, calon istri orang. Nempel-nempel mulu." ujarnya saat gue memeluk tubuhnya yang sedang menyandar di kepala kasur dari samping.
Gue tidak menggubris perkataannya, dia juga sudah biasa gue manja seperti ini sama dia. Apalagi sejak kembali dari Jakarta gue menjadi berkali-kali lipat lebih manja dan ingin nempel dia. Dion menaruh bacaannya di atas nakas kemudian balas memeluk gue sambil satu tangannya digunakan mengelus rambut gue.
"Bulan depan udah nikah aja adeknya mas."
"Mas, aku takut belum cukup siap dengan komitmen." ungkap gue lemah.
"Kalau kamu belum siap, minta suami kamu nuntun supaya kamu siap. Kata ibu, ga ada orang yang benar-benar siap menikah Dil. Tapi waktu yang membuat kamu siap dan matang."
"Mengingat bagaimana kamu ngurus kebutuhan mas dan Raka, mas yakin kamu akan jadi istri yang hebat."Pelukan gue di pinggangnya mengerat. Apa benar gue bisa menjadi istri yang baik? Kenapa gue ragu lagi di saat pernikahan gue dan Arga sudah di depan mata?

KAMU SEDANG MEMBACA
Where is My Happy Ending?
General FictionWhen broke girl looking for happiness. Story in Bahasa Warning! * Non Baku * Harsh Words * Mature Content * Part 12 silahkan DM, tapi saya tidak meladeni siders