22. Elvan's Happiness

824 117 5
                                    

Badan gue rasanya pegel semua, mungkin gue kecapean karena lebur beberapa hari. Sambil mengeringkan rambut, gue keluar kamar mencari Dion yang biasa gue mintain pijat kalau sudah begini. Sakit sangat gue hindari karena gue punya dua tugas yang mengharuskan gue selalu sehat.

Gue melangkah menuruni tangga tanpa memperdulikan suara gaduh di bawah, baru setengah jalan gue berhenti ketika melihat Arga yang sedang menonton TV serta Elvan di pangkuannya. Dia datang hampir tiap hari selama seminggu ini, bukannya membuat gue senang tapi tambah pening memikirkan nasib gue kedepannya. Gue tau benar siapa Windy, dia tipe yang tidak akan tinggal diam saat merasa miliknya di ambil orang lain.

"Mom, sini nonton." panggil anak gue saat menyadari keberadaan gue yang sudah di ruang tengah.

"Nanti ya sayang, papi kemana?" tanya gue yang tidak kunjung menemukan Dion.

"Ke minimarket beli sampo katanya." kali ini Arga yang menjawab, "Kamu sakit?" tanyanya sambil memindahkan Elvan dari pangkuannya.

"Ngga, pegel aja kecapean."

Baru gue membalikkan badan berniat kembali ke kamar Arga sudah lebih dulu menarik gue duduk di sampingnya. Dia merangkum rambut setengah basah gue dan menyampirkannya di bahu. Gue merasakan tangannya memijat bahu gue pelan, "Segini cukup? Apa kurang kenceng?"

Demi Tuhan jantung gue udah ga karuan saat dia menyentuh bahu gue, padahal hanya memijat tapi efek sampingnya lebih besar dari manfaat sepertinya.

"Kencengin dikit." cicit gue.

Arga menambah sedikit tenaganya, kalau boleh jujur pijatannya enak, gue sampai ngantuk. "Ehem..." gue menoleh ke arah suara mendapati Dion tersenyum mengejek ke arah gue. "Kayaknya posisi mas udah ada yang gantiin ya?" godanya.

Dengan segera gue melepaskan tangan Arga di pundak gue dan menatap Dion horor, "Mas sih kelamaan ke minimarketnya, badan aku pegel banget mas." rengek gue manja.

Dion menggelengkan kepalanya melihat tingkah gue yang tidak perduli ada tamu di sini, biar saja tamunya hanya Arga.

"Ayo." gue menarik tangan Dion menuju kamar gue di lantai atas menuntaskan keinginan gue merasakan pijatannya.

Pijatan Dion memang paling mantap, ga jarang gue sampai ketiduran kalau udah dipijat sama dia makanya gue selalu minta pijat di kamar biar Dion ga capek menggendong gue dari ruang tengah. Dan itu yang terjadi, gue sudah berkelana menjelajah mimpi tapi tidak berlangsung lama.

"Mom, bangun." gue mengerjap beberapa kali sebelum mengambil posisi duduk.

"Kenapa sayang?"

"Epan mau bobok sama mom."

Gue mencium pipi gembulnya seraya tersenyum kemudian mengangkatnya naik ke atas tempat tidur.

"Wait mom." cegahnya saat gue mulai menyelimutinya.

"Kenapa hm?"

"Epan mau boboknya sama daddy juga." mata gue membola seketika.

"Sayang, momy sama dady ga boleh bobok bareng."

"Loh kenapa? Kata daddy, daddy itu ayah kandung Epan. Telus kata teman Epan, dia bobok sama mommy daddynya. Epan juga mau mom." nafas gue tercekat mendengar penyataan anak gue, Arga ternyata sudah bilang dia tentang ini ke Elvan. Melihat wajah bahagianya gue jadi sedih sudah memisahkan mereka.

Gue mengigit bibir ragu, tapi juga tidak tega dengan permintaan polosnya. Dengan berat hati gue keluar kamar memanggil Arga yang sedang ngobrol dengan mas Dion. "Kenapa?" tanyanya setelah sampai di depan kamar gue.

Where is My Happy Ending?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang