Something That You Hide

7.2K 362 1
                                    

"Aku benci saat itu, saat dimana aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Namun kamu yang telah membangkitkan aku, dan tolong jangan ingatkan aku saat-saat dimana aku jatuh. " -David


Sore itu Vanya masih asik dengan novelnya. Tapi ketika ketukan dari pintunya dan suara memanggil dirinya dia langsung membuka pintu tersebut.

Wanita berumur sekitar 28 tahun yang merupakan asisten rumahnya itu mengatakan bahwa di depan rumahnya ada seorang cowok yang tengah mencarinya.

"David?"

Wanita itu meringis pelan, "Waduh, lupa non. Mau bibi tanyakan sekarang?" tawarnya tapi langsung dicegah oleh Vanya.

"Biar Vanya aja kesana, Bi." Cewek itu berjalan keluar. Mungkin saja David, tapi tumben sekali pacarnya tidak memberitahu kalu akan datang.

"Loh Haikal?!" Vanya tesenyum sambil melambaikan tangannya agar duduk di kursi teras rumah.

"Ganggu nggak?"

Vanya menggeleng pelan. "Mau jawaban jujur atau enggak?"

"Jujur dong."

"Ganggulah! Gue lagi asik baca novel tau." Canda Vanya.

"Ya udah deh gue pulang aja kalo gitu." Pancing Haikal sambil melirik Vanya.

"Eeh jangan-jangan." Sergah sambil menarik tangan Haikal.

Cowok itu tertawa pada Vanya. "Duh jadi baper gue." Gumamnya.

"Ciee Haikal baperan. Makanya cari cewek gih."

Haikal mengedikkan bahu. "Ngapain dicari ceweknya kan di depan gue." Katanya.

Ucapannya barusan membuat wajah Vanya memerah. Antara kesal dan malu lantaran digodai seperti itu.

"Haikal kalo bercanda suka buat orang baper deh." Geram Vanya sambil meringis.

"Ciee Vanya baper, jadi lucu kan."

"Eh iya, kesini ada apaan?" dia mengalihkan pembicaraanya.

Haikal menaikkan sebelah alisnya,

"Mau ajak Vanya nonton."

"Yah jangan sekarang deh. Lain kali aja." Tolaknya halus.

Lagi pula Vanya sudah berjanji pada David kalau dirinya nggak bakalan deket lagi sama Haikal. Vanya juga ngak mau disangka tukang selingkuh.

Haikal menarik nafasnya lalu menghelanya pelan. "Kok gitu?" tanyanya hati-hati.

Sebenarnya Vanya enggan mengatakan dengan jujur takut kalau Haikal tersinggung.

"Maaf ya Kal. Sebenarnya aku udah janji sama David untuk nggak terlalu dekat sama cowok lain." Cewek itu menggigit bibirnya menanti jawaban dari Haikal.

Cowok itu mengangguk, "Oh" katanya.

Cukup lama terdiam lalu Haikal kembali bersuara.
"Lo cinta sama David?"

Vanya terkejut mendenganya "Iya" jawabnya. "Lo aneh deh, Kal."

Dia memalingkan mukanya. "Van mau denger sesuatu dari gue nggak?"

Cewek itu mengangguk bingung.

"Gue.. kayaknya suka sama lo."

Deg.

Mungkin kalau Haikal mengatakannya dahulu, Vanya akan senang mendengarnya. Tapi entah kenapa cewek itu merasa bersalah pada Haikal kalau dirinya tidak bisa membalas perasaannya.

"Bercanda pasti?"

"Jadi, isi hati yang paling dalam gue, lo anggap candaan?"

"Kal, lo udah gue anggap temen gue."

Haikal mengangguk, "Gue udah tau jawaban lo pasti kayak gini." Katanya.

"Lo bisa kok jadi sahabat gue, itupun kalo lo mau."

"Nggak usah munafik deh, Van. Kita nggak bakal bisa jadi sahabat ataupun teman." Ucap Haikal pelan, cowok itu tersentum pahit. "Gue nggak akan bisa." Katanya lagi.

Saat Haikal berdiri dari kursinya, buru-buru Vanya menarik tangannya.

"Gue boleh tanya satu hal sama lo?"

Haikal mengangguk.

"Lo sama David pernah ada masalah atau apa gitu?" tanya Vanya.

Bahkan selama Vanya dekat dengan Haikal, David tidak suka. Benar-benar tidak suka. Vanya merasakan ada yang aneh diantara mereka. Tapi sayangnya dia tidak tau.

"Nggak usah dibahaslah, Van." Ucap Haikal berdalih meninggalkan Vanya.

***

"Haikal bilang gitu," kata Vanya pada David setelah menceritakan Haikal yang tiba-tiba datang ke rumahnya.

Saat istirahat David yang lebih dulu datang menghampiri Vanya karena pacarnya itu ingin mengatakan sesuatu.

Dilihat dari ekspresi David yang datar, Vanya merasa bahwa David nggak masalah dengan itu karena sedari tadi Vanya cerita tapi David malah diam.

Vanya mulai kesal, "Sebenarnya kamu sama dia ada masalah apa sih?"

"Nggak kok."

"Tapi keliatannya kamu nggak suka banget sama Haikal."

"Aku nggak suka kamu nyebut-nyebut nama dia di depan aku." David memalingkan wajahnya. Jengah juga ditanyai Vanya.

"Iya tapi kenap-"

"Aku nggak suka, Vanya!"

Vanya berdiri sampai terdengar bunti decitan dari kursinya.

"Dave, selama kamu nggak mau cerita apa yang pernah terjadi itu bakal buat aku bingung tau! Kamu nggak kasih tau aku alasannya. Dan saat aku sebagai pacar yang mencoba mengerti kamu, tapi malah kamu giniin? Mau kamu apa sih? Heran aku." Marahnya.

Vanya tidak mempedulikan lagi tatapan bingung dari beberapa orang yang berada di kelasnya saat jam istirahat. Intinya Vanya ingin kejelasan. Dia hanya ingin David jujur padanya.

David menatapnya tidak suka, "Aku malas bicaraiin masa lalu. Aku nggak mau ingat-ingat lagi. Yang ada kalo aku ingat itu aku malah makin benci sama dia."

"Dave, aku pacar kamu. Apa kamu masih ragu sama aku sampai-sampai kamu nggak mau bagi cerita kamu sama aku?"

"Bisa nggak kita bahas yang lain, Vanya?!"

"Nggak perlu aku mau ke kelas."









.
.
.
.
.
.
.

Sebenarnya ceritanya sih gak kayak gini. 😁

Eh tapi asik ngetik jadinya kek gini. 😟

Sorry ye kalo jelek... 😊

Jangan lupa vote&comment

SalamHangat💙
Dave

I Want You (ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang