Aku Baik-Baik Saja

6K 301 2
                                    

“Ini aku bawa bekal buat kamu.” Vanya menyodorkan kotak bekal berwarna biru pada David dan langsung diterimanya.

Vanya duduk di sebelah David. Keduanya tengah berada di kelas David karena Vanya memang sedang ingin mengunjunginya.

Vanya juga ingin mengatakan sesuatu perihal kepindahannya yang sedang direncanakan oleh orang tuanya.
Jujur, Vanya sebenarnya nggak suka dengan keputusan kedua orang tuanya. Vanya sudah mulai suka berada di SMA Pelita Bangsa. Vanya juga senang disini karena ada David.

Tapi apa itu semua akan dia tinggalkan?
Rasanya berat banget untuk pergi dari sekolah ini.

“Tumben kamu diem aja?”

Vanya gelagapan. Dia menarik ikat rambutnya dari saku lalu mulai mengikat rambutnya yang panjang itu.

Sesekali David melihatnya. Karena hal yang imut dari seorang perempuan adalah disaat menarik dan mengikat rambutnya sendiri. Terlihat lucu namun cantik.

“Aku bakal dengerin masalah kamu, itu sih kalo kamu ada masalah. Jadi terserah kamu juga mau cerita ato enggak karena aku tau kamu juga butuh privasi.” Ucap David sambil memasukkan roti berisi selai strawberry ke dalam mulutnya.

Vanya menggeleng pela kemudian menarik wajahnya keatas lalu tersenyum. “Aku baik-baik saja.” Balasnya.

“Beneran?”

“Iya.”

“Aku udah pernah biloang lo kalo cowok tuh jarang bisa ngerti tentang kode-kode yang dikasih cewek. Jadi aku Cuma ngingetin kalo aku salah satu dari mereka.”

“Aku nggak papa kok.”

“Oke.”

* * *

“Gil,” panggil Resky yang baru terbangun dari tidurnya. Biasanya kalau istirahat kedua tuh dua orang itu emang lebih suka menghabiskan waktu untuk tidur.

Gilberth membuka matanya. Dia tengah tertidur di atas meja. Memutuskan duduk dan menghadap Resky. “Ha?”

“Resky mau pipis.”

Gilberth mendecak kesal masih terasa mengantuk. “Gue ngantuk.”

Resky merengek,”Tapi Resky pengen pipis.”

“Arrghh, yok lah cepat.” Kesal Gilberth kemudian memutuskan untuk menemani Resky ke toilet. Ya maklum di toilet sering banget yang suka jahil.

* * *

Vanya sibuk dengan pikirannya dan David sibuk dengan makanannya. Keduanya masih sama-sama diam tak tau harus membicarakan apa.

Mendadak Hp David bergetar dan seseorang tengah menghubunginya.
David membulatkan matanya kaget. Sekian lama dan baru kali ini orang itu menghubunginya.

“Apa?” jawabnya.

“Dave, ini aku Adela.”

“Terus?” tanya David bingung.

“Aku Cuma.. mau minta tolong. Aku nggak bisa pulang, disini nggak ada angkutan umum...” terdengar isakan tangis Adela.

“Emang lo dimana?”
“Aku di tempat yang pernah kamu tunjukkin ke aku, tempat yang cuma aku yang pernah kamu  bawa. Dan aku nggak bisa pulang karena mobil aku mesinnya nggak mau hidup. Dave, tolong aku..” kembali dia terisak.

David melirik Vanya sebentar. Vanya masih menundukkan wajahnya. Cewek itu tau siapa yang menghubungi David.

“Tunggu disana. Bentar lagi gue jemput.” David memutuskan telefonnya sepihak.

“Dari siapa?”

“Adela. Dia nggak bisa pulang.”

“Kok bisa?”

“Mobilnya mogok.”

“Jadi?”

“Aku jemput Adela boleh?”

Jadi apakah Vanya harus mengatakan tidak hanya karena Adela adalah masa lalu David?

Vanya nggak boleh egois, Adela butuh bantuan David. Tapi rasanya sesak sekali saat seseorang yang kita cintai meminta izin untuk menjemput cewek yang pernah ada di masa lalunya.

Karena  postive thinking dan membohongi diri sendiri itu memang beda tipis.

“Adela hanya minta tolong...ke kamu aja?” tanya Vanya pelan saat nafasnya mulai terputus-putus.

David mengangguk dan merasa bersalah. “Mungkin.”

“Ya udah.”

“Kamu izinin aku?”

Vanya mengangguk dan tersenyum tipis. Dia nggak mau egois.

“David, artinya kamu bolos dong?” tanya Vanya..

“Iya. Nggak papa.”

Nggak papa? Batin Vanya.

“Nanti kita pulang bareng ya?”

“Nggak usah. Aku masih ada kelas tambahan karena sebentar lagi udah Ujian Semester.” Tolak Vanya halus.

“Aku tung-“

“Kelas aku pasti bakal seneng banget, soalnya Pak Bobi yang ngajar, kamu kan tau kalo udah Pak Bobi yang ngajar pasti heboh, soalnya Pak Bobi itu kan ganteng, gaul, friendly lagi.”

“Vanya.”

“Aku juga seneng kalo Bapak itu yang mengajar, lebih ngerti sama Bapak itu sih dibanding Bu Rini.”

“Vanya, denger dulu,” kesalnya.

“Apa? Kamu katanya mau jemput Adela, sana. Keburu dia diganggu orang jahat.”

David menatap Vanya kesal namun seperti merasa bersalah.

“Udah ya Dave, aku mau balik ke kelas. Sebentar lagi kelasnya Pak Anton, takut dia marah kalau muridnya telat.”

________

Sorry ya thor bru update lagi.
Soalnya lagi ad ujian nih. 😟

Gimana ceritanya??  Masalah emang gak pernah abis ya?
Yang tadinya Haikal, eh sekarang Adella.

Jangan lula votmment. Biar thor smngt nulisnya..
Lapyuu💜💜😘😘

I Want You (ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang