Ending

7.9K 324 11
                                    

David menarik tangan Vanya saat Vanya hendak meninggalkannya.
Dia membawa Vanya kedalam dekapannya.

Tembok pertahanan Vanya telah runtuh. Vanya menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan David.
Tak kuat menahan takdir yang sangat menyakitkan hati dan batin.

"Vanya, Dave tetap untuk Vanya." kata Dave setengah berbisik.

"Kamu untuk jodohmu, Dave."

Deg.

Kalimat Vanya bagaikan pisau yang menyayat serta mengiris hati David.

David tak tega melihat Vanya kesakitan seperti ini.
Cukup. Sudah cukup Vanya menangis karenanya. Sudah dua kali David membuat Vanya menangis. Kali ini tidak lagi. Persetan dengan konsekuensi yang akan diterimanya. David rela mengalami masalah apapun asal jangan kehilangan Vanya. Karena kehilangan Vanya adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.

"Cukup Pi!" Teriak David sehingga membuat semua mata memandang ke arahnya.

David menghela nafasnya, dan mengumpulkan sisa tenaganya.

"David siap jika harus dikeluarkan dari keluarga Thomson." ucapnya lantang.

Tampak orang-orang di dalam ruangan itu menatap mereka bingung dan saling berbisik-bisik. David tak memperdulikan mereka dan ocehan mereka. Yang dia pikirkan sekarang adalah mempertahankan Vanya.

"David, jaga bicaramu!" bentak Demian dari atas panggung.

Demian nggak nyangka kalo ternyata David senekat ini. Menentang papinya sendiri di depan orang banyak. Namun menurut David ini bukanlah nekat, ini hanya keharusan yang perlu dipertegas.

Dia punya hak untuk memilih. Sungguh egois jika dia harus bersama dengan orang yang tak dicintainya. Jika ini adalah tradisi, maka David pastikan bahwa tradisi ini adalah tradisi yang sangat salah.

"Ini Pacar David. Belahan jiwa David." ucap David dengan bangganya sambil memegang erat tangan Vanya.

"DAVIIID!! apa-apaan kamu?"

David menarik Vanya menemui Demian.
Sesampainya di hadapan Demian, Demian menatap David dengan tatapan marah. Sikap David sangat memalukan.

"Pi ini pacar David." kali ini David langsung berbicara di depan wajah papinya.

"David! Kamu sudah di jodohkan dengan anak sahabat papi. Dan kamu nggak bisa nolak itu." kata Demian dengan tegasnya.

"Udah lah Dave. Udah aku bilang biar aku yang mundur." Vanya melepaskan tangan David dari tangannya.

Dia berlari kecil untuk turun dari panggung. Namun langkahnya terhenti saat dia mendapati Papa dan Mamanya.

"Pa, Ma?" ucap Vanya kaget.

"Sini sayang" ucap Ellena dan membuka tangannya sambil memeluk Vanya.

"Ellena? Kamu mengenal gadis ini?" tanya Demian heran.

"Kalau sekarang kamu tau ini adalah putri kami, apakah kamu masih mau menentang putramu?" Kenneth bersuara.

Demian mengerutkan keningnya, "Dia putrimu, Ken?"

"Kau sendiri yang menjawabnya." kata Kenneth dengan senyum kecil di wajahnya.

"Don't cry, my sweety. Hapus air matamu. Dan salami calon mertuamu." kata Kenneth pada Vanya.

Wajah sedih Vanya berubah seketika. Antara kaget, senang dan bingung.
Vanya nggak nyangka kalau ternyata takdir mengijinkan David dan dia untuk bersama.

Begitu pula dengan David. Wajah yang tadinya putus harapan kini kembali berseri ketika dia mengetahui bahwa cewek yang akan dijodohkan untuknya adalah pacarnya sendiri. Kalo tau gini pasti David nggak bakal nolak.

"Vanya, kenapa kamu nggak pernah bilang kalau kamu pacaran sama anaknya Keluarga Demian Thomson?" tanya Ellena pada Vanya.

Vanya menjawabnya dengan senyum-senyum nggak jelas.

"Dave, mami juga marah sama kamu." kata Shanaz sambil berjalan ke atas panggung.

"Ada apa lagi Mi?" tanya David.

"Kamu kok nggak bilang kalo pacarmu itu Tivanya Mahessa?"

"David udah coba bilang. Tapi Papi aja yang nggak mau denger." jawab David dengan wajah cemberut.

Demian tersenyum mengakui kesalahannya.

"Ya sudah kalau begitu Papi minta maaf yah. Dave, kamu nggak pernah salah pilih." David menepuk pundak David tanda bangga padanya.

"Lebih asik sih, kalo malam ini ada dua pasangan yang bertunangan." kata Haikal yang berjalan menghampiri mereka dan didampingi Adela, tunangannya.

David terkekeh kecil mendengar saran kakaknya. Tunangan? Mana bisa. Semua belum dipersiapkan.

"Ada-ada aja kamu, Kak." balas David dibarengi tawa kecilnya.

"Ehm... Tapi ada benernya juga kata Haikal." timpal Shanaz.

"Gimana bisa Mi? Cincin aja belum ada."

Shanaz tersenyum pada mereka dan teringat sesuatu. Ia mengambil sesuatu dari dalam tas pestanya. Sekotak perhiasan kecil yang berisi sepasang cincin berlian.

"Pakai ini aja. Ini cincin tunangan Mami sama Papi kamu dulu."

"Shan? Cincin itu?" Demian terkejut melihat cincin yang ada di tangan Shanaz.

"Tadinya mau mami kasih ke Haikal, eh ternyata cincin mereka udah di beli sama Mamanya Haikal."

"Papi setuju dengan pendapat mami mu, Dave."

David menyunggingkan senyum bahagianya. Begitupun dengan Vanya.

"Tante, Om, bolehkah aku bertunangan dengan Vanya?" tanya David sekaligus meminta ijin pada Kenneth dan Ellena.

Kedua orang tua Vanya mengangguk pelan tanda setuju.

"Kami sangat setuju. Lebih cepat lebih baik bukan?" kata Kenneth diikuti dengan tawa kecil mereka.

David meraih tangan Vanya dan memposisikan tubuhnya menghadap Vanya. David menatap Vanya dengan tatapan sayang. Semua perjuangannya tak sia-sia.

"Vanya?" panggil David pelan.

David mengangkat wajah Vanya yang tertunduk. Seperti biasanya muka Vanya akan memerah seperti sekarang ini.

David tersenyum manis padanya, dan dibalas senyuman dari Vanya.
Tak menunggu lama, David pun segera mengambil cincin yang ada di tangan maminya dan menyematkan cincin iti di tangan Vanya.

Jantungnya berdegup kencang, takut jika cincin itu nantinya tak muat atau kelonggaran di jari Vanya.
Namun ketakutannya sirnah ketika cincin itu masuk dan pas di jari manis Vanya.

Vanya tersenyum bahagia sambil melihat cincin tunangan yang kini melingkar di jarinya.

Vanya menatap David sebentar, kemudian mengambil pasangan cincin itu.

"Vanya tetap untuk David." katanya kemudian menyematkan cincin itu di jari manis David. Cincin itu begitu pas dengan jari David.

Semua tamu undangan di dalam ruangan itu bersorak gembira. Mereka ikut senang melihat hal itu.

"Sudah ku bilang kan, semua akan indah pada waktunya." Kata David sambil mendekat wajahnya pada Vanya.

Vanya hanya membalasnya dengan senyum termanis yang dia miliki.

Semua telah mendapatkan kebahagiaannya masing-masing.

David senang bersama Vanya, Haikal senang menemukan cinta sejatinya yaitu Adela, Kenneth dan Ellena bahagia melihat perjodohan putrinya berjalan dengan baik, Demian dan Shanaz pun senang dengan hadirnya Haikal di keluarga mereka.

Tak luput juga dengan Gilberth dia senang karena usahanya tak sia-sia untuk menyatukan David dan Vanya. Begitupun Resky walaupun dia tak dapat ambil bagian dalam hari bahagia sahabatnya namun doa yang terbaik untuk David dan Vanya selalu diucapkan nya di Darwin.

Semua Bahagia.

The End

I Want You (ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang