Masa Lalu yang Terungkap

7.6K 350 2
                                    

Hanya ingin mengenang masa lalu,  bukan untuk mengulanginya.  -Dave

“Dave, kalo lo masih lama kita pulang duluan ya?” pamit Resky pada David.

“Gue juga disuruh mampir beli deterjen sama emak gue.” Kesal Gilberth.

Cowok itu tersenyum kecut dan mengangguk. Lalu setelah Resky dan Gilberth pergi, David kembali ke memfokuskan matanya pada kelas Vanya yang sudah mulai bubar.

Setelah pertengkaran itu Vanya menghindar dari David. Vanya kecewa padanya karena merasa belum dipercayai oleh pacarnya sendiri.

David nggak tau harus menunggu Vanya berapa lama lagi karena cewek itu nggak kunjung mendatanginya. Malah kelas Vanya semakin sepi.

Alhasil cowok itu berjalan kearah kelasnya. Di depan kelas itu ada dua orang cewek yang masih duduk di bangku koridor sambil mengobrol.

“Permisi.”

“Eh Kak David?” cengir kedua cewek itu.

“Kalian tau Vanya kemana?”

“Kiraiin mau ajak aku pulang. Tadi sih aku liat dia ke rooftop gedung kelas sebelas. Tapi nggak tau deh kalo udah pulang, Kak.” Ujar salah satu dari mereka.

David mengangguk dan tak lupa mengucapkan terima kasihnya. Bagaimana mungkin dia dapat melihat Vanya di kelasnya jika Vanya sendiri malah berbalik arah menuju rooftop gedung kelas sebelas yang merupakan gedung kelas David.

David berjalan masuk ke arah tangga. Tangga yang khusus mengarah rooftop. Cowok  itu kesal sendiri karena tidak tau Vanya dimana.

David membuka pintu secara perlahan. Matanya menyapu kesegala arah. Vanya duduk dibangku semen, pandangannya mengarah pada lapangan sekolah.

“Kamu mau sampai kapan disini?” tanya David seraya duduk di samping Vanya.

Cewek itu kontan terkejut mendapati David yang menemukannya. Alih-alih menghindar tanpa diketahui oleh pacarnya, tapi entah bagaimana David dapat menemukannya.

Vanya sudah memutuskan untuk mogok bicara saat ini.

“Pulang yuk?” ajak David lembut.

“...”

“Vanya,” panggil David, “Lagi marah sama Dave ya?”

Vanya membuang muka kesal.
David menarik nafasnya sesabar mungkin, “Kasih tau Dave, apa yang udah buat Vanya sampe semarah ini?”

“Hmm,” gumam Vanya memicingkan matanya mulai tertarik dengan pertanyaan David.

“David nggak bakal tau kalo Vanya nggak kasih tau.” David menarik kedua tangan Vanya, menggenggamnya seerat mungkin.

Vanya kembali bungkam. Dia masih marah lantaran David yang membentaknya sat pertengkaran mereka tadi siang.

“Aku..marah..sama..kamu.” ucap Vanya pelan.

David menghela nafasnya. Akhirnya Vanya mau bicara juga “Karena?”

David menatapnya ingin tau.

“Vanya nggak suka David bentak Vanya kayak tadi siang itu. Vanya juga nggak suka David menyembunyikan sesuatu dari Vanya. David anggap Vanya pacar nggak sih?” cewek itu memberengut kesal.

David menarik Vanya agar menghadap kearahnya. “Maafin David ya udah buat Vanya marah. Maaf banget.”

Vanya mengerucutkan bibirnya seperti ingin menangis. “Sebenarnya rahasia David sama Haikal itu apa?”

David menelan ludahnya, “David bakal cerita. Tapi janji dalam keadaan apapun Vanya nggak bakal tinggalin David?”

Dia mengangguk “Dalam keadaan apapun” sambil mengangkat jari kelingking dan menyematkannya di kelingking David.

“Sebenernya David dan Haikal itu sahabatan dari SMP, ditambah satu cewek namanya Adela. Dari dulu Haikal tau kalau David suka sama Adela. Dia juga ngomong kalo dia bakal bantuin David buat nembak Adela. Dan rencananya David bakal nyatain perasaan David pas hari terakhir UN. Eh taunya Haikal udah pacaran sama Adela. Sakit banget ya.” Katanya, “Jadi semenjak itu kami mutusin persahabatan gitu aja. David masih kesel kalo ingat itu”

“Terus Adela kemana?”

“Dia sekolah di SMA Garuda.”

“Sama kayak Haikal dong?!”

David mengangguk, “Tapi mereka udah nggak pacaran.”

Vanya melirik David, “Jadi ada kesempatan dong buat kamu sama Adela.”

David mendelik, “Nggaklah, David nggak bakal ngelakuin hal sebodoh itu.” Katanya, “David selalu punya Vanya.”

“Masa sih?”

“Adela emang masa lalu David, tapi kamu masa depannya David.”

“Terus Adena gimana?”

“Gimana apanya?”

“Maksudnya kalian nggak mau berteman lagi?”

“Berteman mungkin iya, tapi kalau sedekat sahabat kayak dulu lagi kayaknya nggak deh.”

Vanya mengangguk paham. Dia menundukkan kepalanya. Hal itu membuat David tersenyum sendiri.

“David udah bilang sejujurnya. Semoga Vanya nggak ninggalin David ya?”

“Nggak bakal.”

David tersenyum manis lalu mendekatkan wajahnya kearah Vanya. Dengan perlahan tapi pasti David menghapus jarak di antara mereka dan malah menyisahkan beberapa mili meter dari ujung hidung mereka.

Vanya menatap dalam irish abu-abu milik David. Dia deg-degan parah saat melihat mata David secara dekat. Dia merasa sudah sangat dekat sekali dengannya, bahkan nafas hangat David dapat terasakan di wajah mulus Vanya.

David memejamkan matanya sesaat dan mengecup mesra puncak kepala Vanya.

Vanya menghebuskan nafasnya kasar. David tersenyum manis untuk Vanya.

“Aku tau apa yang kamu pikirin kok.”

“Mmm... maksudnya?”

“Kebanyakan nonton drama korea sih.”

“Ih David mah suka gitu deh.” Ucap Vanya kesal, karena seakan-akan David dapat membaca pikiran Vanya. Vanya mikir bahwa tadi itu akan menjadi First Kiss nya dia, Vanya takut banget.

“Aku emang nakal, tapi kamu kesayangan aku. Aku nggak bakal ngerusak kamu kok.” Ujar David sambil mengusap pipi Vanya lembut.

Drrt drrt

Mendadak iphone Vanya bergetar di saku roknya. Pesan singkat yang masuk ternyata dari mamanya Vanya.
“Pulang yuk,”

“Oke.”

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Yey...  Baikan lagi deh.

Jangan lupa vote&comment yah.
🌼🌼🌼

I Want You (ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang