Heartbeat

7.5K 407 1
                                    

"Inikah yang namanya cinta?
Kalau iya, kusadari aku cinta padamu." -Vanya

“Dave, kamu harus ganti minuman aku yang diminum sama Gil dan Resky.” Ucap Vanya kesal.

Ya dia sangat kesal banget. Minuman yang dibelinya malah diminum kedua sahabat David. Bahkan tanpa merasa bersalah mereka hanya cengengesan saja dan tidak meminta maaf.
David menggumam saja sambil fokus menyetir.

“Isshh, Dave jawab dong.” Gemas Vanya.

“Iya.”

“Pokoknya aku maunya sekarang!”

“Besok kan bisa.”

‘Aku maunya sekarang!” tegas Vanya.

Cewek itu mendadak kesal pada David. Memang sakit karena datang bulan bisa ditunda besok? Cowok emang nggak pernah tau sakitnya datang bulan, paling-paling mereka menganggap hal itu hanya hal sepeleh.

“Bawel banget sih kamu.” Ucap David tak kalah gemas.

Cowok itu memutar setirnya dan meminggirkan mobilnya pada mini market di pinggir jalan.

“Yes, tumben David baik.”

“Tumben? Sering kaleee. Lo aja yang telat sadar.” Teriak cowok itu tidak terima. Antara masih kesal lantaran Haikal dan Vanya masih saling chatting di BBM.

“Issh jahat banget.” Gerutu cewek itu sambil membuka pintu mobil. “Yah mendung. Cepetan Dave.”

Keduanya keluar bersamaan menuju mini market tersebut. Mereka berjalan bersisian. David dengan sigap membuka pintu kaca tersebut untuknya dengan Vanya.

Pemandangan itu membuat para pengunjung menatap mereka. Hal kecil seperti membuka pintu saja membuat mereka mengatakan bahwa David adalah cowok yang keren dan romantis, padahal bagi Vanya itu hal yang biasa.

Keduanya mengarah pada rak minuman. Cewek itu menyuruh David membawa dua minuman kiranti dan satu bungkus pembalut karena ia harus ke toilet lagi. Biasalah masalah bulanan.

Cowok itu menahan malu saat mereka sampai pada meja kasir. Bayangkan saja cowok yang membawa minuman khusus perempuan dan sebungkus pembalut.

Buru-buru David membayarnya agar dia bisa keluar dari mini market tersebut. Ditunggunya Vanya yang masih ada di toilet.

“Udah?” tanya David sok ngerti.

“Udah kok.” Jawab Vanya malu-malu.
“Yah.. hujan lagi.” Cewek itu menatap David.

“Belum deras banget. Jadi mending kita langsung masuk mobil.”

“Kita kan nggak bawa payung.”

David berpikir sejenak. “Aku tutupin kepala kamu, sini.” Cowok itu menarik Vanya agar mendekat.

Keduanya berjalan menuju parkiran. Semakin lama semakin hujan membasahi sebagian tubuh Vanya dan otomatis membuatnya merapat pada tubuh David. Cowok itu melindungi kepala Vanya dengan kedua lengannya.
Setibanya di mobil mereka langsung masuk.

“Huaa basah kan semuanya.” Rengek Vanya.

David mengambil kotak tissue di depan dasbornya. Dengan sigap di bukanya kacamata Vanya yang kini berembun.

Resiko orang yang berkacamata ya begini, berembun saat terkena hujan.
Diusapkan tissue pada wajah cewek itu membuat wajah Vanya memerah sendiri.

“Buka ikat rambutnya.” Perintah David.

“Buat?”

“Nanti rambut kamu bau kalo basah saat diikat.”
Rambut cokelat sebahu itu digerainya.

Kok cantik, batin David.

Kembali cowok itu mengusap wajah Vanya dengan tissue. Jarak mereka yang kian dekat membuat wajah Vanya semakin memerah.

Apalagi jantung Vanya yang semakin berdetak takaruan. Belum pernah seperti ini kecuali sedang berolahraga. Tapi kali ini detakannya semakin keras bahkan sampai membuatnya sesak nafas saking gugupnya. Mungkin dia kurang darah.

“Dave.”

Cowok itu menatap irish cokelat milik Vanya.

“Makasih ya.”

***

“Bego amat anjir, kalau mau bunuh orang ngapain pake teriak. Ah si goblok ini.” Teriak Dhea kesal saat menonton film di laptop Vanya.

Bukannya mendukung peran protagonisnya tapi dia malah mendukung antagonisnya.

“Harusnya tinggal ditusuk aja pake piso, ngapain pake teriak segala. Kan jadinya dia menghindar.” Gerutunya.

“Dhe.” Panggil Vanya. Dia masih duduk di pinggir kasurnya sambil melihat tingkah Dhea yang aneh.

“hm?”

“Menurut lo, gue mesti ke dokter gak?” Vanya masih meletakkan tangan kanannya pada area jantungnya.

“Emang lo sakit apa?”

“Jantung gue detaknya nggak normal sampe sesak nafas nih.”

“Lo ada penyakit jantung?”

“Nggak sih kayaknya.”

Dhea melompat dari kursi menuju atas kasur Vanya. “Udah berapa lama gejalanya?”

“Tadi siang pas di mobil sama David.”

“Hah?!”

“Apaan sih?”

“Emang kalian ngapain?”

“Awalnya dia bersihin air hujan dimuka gue, terus jantung gue langsung detaknya kuat banget. Perasaan gue nggak punya riwayat penyakit jantung deh.”

Dhea tersenyum penuh arti ke arah Vanya.

“Cieee yang lagi ngerasain gejala jatuh cinta.”

“Gejala jatuh cinta kan bahagia, masa jantung yang detaknya kuat banget?”

Drrrt drrrt..

David : aku keluar bentar

“David ngeLINE gue.”

“Bales lah, gitu aja nanya.”

Vanya : kemana?
David : temenin Gil beli kiranti.
Vanya : lah kok bisa? Yauda hati-hati.
David : udah malam tidur sana.
Vanya : lagi nonton bareng sama Dhea.
David : dia disana?
Vanya : nginep sehari doang.
David : jangan tidur larut malam
Vanya : iya kamu juga.
David : Daah <3

“Tuh kan jantung gue..” rengek Vanya kesal.

"Udahlah, ngaku aja lo. Lo suka kan sama Dave?" tanya Dhea penasaran.

“Apa keliatan ya kalo gue jatuh cinta sama David?” tanya Vanya.

"Tuh kan! Akhirnya lo ngaku juga!"

"Ih... Gak gitu. Maksud aku tuh ehh gini-" belum sempat Vanya menyelesaikan pembicaraanya Dhea langsung memotongnya.

"Lo jangan pernah sia-siain David, Nya."

.
.
.
.
.
.
.

Ciieee..  Vanya yang lagi Falling in Love. ❤❤😻😻
Bgs deh biar Davidnya gak bertepuk sebelah tangan.

I Want You (ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang