Strong

5.3K 290 5
                                    

Tiba-tiba ada perasaan curiga yang menghinggap di hatinya. Apa semua ini ada hubungannya sama David? Mengingat David, Vanya langsung teringat Gilberth yang sedang bersembunyi di kamar mandi.

Dengan sedikit terburu-buru dia membuka kenop pintu kamar mandi, ditemuinya Gilberth yang tertidur nyenyak di dalam bath tube. Dia menghela nafasnya jengkel, bagaimana bisa Gilberth tidur di dalam bak?

"Gil, bangun! Woy!!!" teriak Vanya di telinga Gilberth.

"Eh copot copot." latah Gilberth tersentak kaget. "Van, padahal dikit lagi gue ciuman sama Amanda Rawles tau." pekik Gilberth.

"Yaelah mimpi aja diperjuangin" Vanya menggerutu kesal.

Gilberth keluar dari dalam bath up sambil memandangi pintu kamar mandi dengan wajah mengintrogasi, "Udah belom?" tanya Gilberth tanpa suara.

"Udah pulang kok. Yaudah lanjutin apa yang tadi kamu mau omongin."

"Kangen David nggak?"

Entah yang ditanya Vanya apa yang dijawab Gilberth apa.

"Nggak nyambung banget sih lo"

"Jawab dulu, kangen nggak?"

Vanya sempat ragu mengatakannya. Rindu? apakah dia masih punya hak untuk itu?

"Lo tau lah jawabannya." jawab Vanya akhirnya.

"Yes, of course. Ayo!" ajak Gilberth

"Kemana?" Vanya mengertukan alisnya heran.

"Ikut aja. Daripada lo gegana kek gini."

***

Vanya berjalan keluar sejajar dengan Gilberth yang terus menerus tersenyum tanpa henti. Ini bukan membuat Vanya senang tapi dia malah takut kalo Gilberth itu sebenarnya orang gila.

Saat memasuki area club, Vanya menghentikan langkahnya yang membuat Gilberth ikut berhenti dan menoleh saat jarak mereka berdua agak berjauhan.

"Kok berhenti sih?" tanya Gilberth bingung.

Vanya menggeleng pelan, "Ngg... gue nggak bisa ikut. Gue nggak biasa ke tempat ini." jawab Vanya gugup.

"Siapa juga sih yang mau ngajak lo dugem?" Gilberth membulatkan matanya. "Noh sana lo liat. Ada si David noh" Gilberth menunjuk ke arah David yang ada jauh di depan mereka.

"David? Dia ngapain disini? Kok dia kayak orang mabuk?" Vanya panik tak karuan.

"Dia begitu karena elo,"

"Gue makin nggak ngerti deh. David apa-apaan sih. Waktu sama gue dia nggak pernah sebrutal ini."

"Dave!! Woy!!" Gilberth melambaikan tangannya ke arah David. David pun berjalan ke arah mereka berdua. Saat sudah dekat dengan mereka, langkahnya terhenti. Dia menatap Vanya dengan tatapan kosong kemudian menatap Gilberth dengan tatapan sinis.

"Gue mau pulang." David membalikkan badannya dan berlalu begitu saja tanpa memperdulikan kehadiran Vanya.

Vanya semakin sakit. Dia melihat David saja, sudah membuatnya lupa bahwa dia harus move on darinya. Vanya menatap Gilberth dan menampakkan senyumnya. Senyum yang mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

"Vanya, lo nggak harus pura-pura kuat buay nunjukkin ke David kalo lo bisa tanpa dia. Nyatanya lo nggak bisa. David juga nggak bisa tanpa lo. Gue tau kok dia rada tolol karena mutusin lo sampe lo stress. Tapi dia nggak ada maksud soalnya dia terpaksa, Van." Gilberth memegang erat lengan Vanya mencoba meyakinkan Vanya melalui kontak fisik.

"Apapun itu gue nggak bisa percaya kalau bukan David sendiri yang ngejelasin itu ke gue. Gue pulang dulu ya, besok upacara. Sorry gue ninggalin lo. Lo samperin aja David. Kasian keadaanya sedikit mabuk." Vanya melepaskan lengannya di genggaman Gilberth yang melemah dan membiarkan Vanya berjalan menjauh.

Gilberth pun menatap punggung Vanya sampai menghilang memasuki taxi blue bird. Dia tersenyum merencanakan sesuatu di dalam kepalanya.

"Gue bakal bikin si oon Dave buat ngejelasin ke lo, Van." ucapnya penuh keyakinan dan melangkah mencari David.




------------------
Mumpung thor udah seles belajar jadi partnya dilanjutin deh... (kok jadi curhat?)😂

Hehe... Tunggu part selanjutnya yah...

Jangan lupa votment.

I Want You (ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang