Tak Disangka

6.6K 384 17
                                    

"Aku tidak berharap pada siapapun. lagi,  yang aku harapkan sekarang adalah sembuh dari patah hati" -Vanya

Vanya menarik belanjaannya dari meja kasir. Entah kenapa dia membeli sebotol Cimory rasa strawberry dan sekotak biskuit rasa matcha.

Dia masih saja kepikiran tentang kejadian kemarin sore. Lalu dimalam harinya dia nggak bisa menyangkal kalau dia bakal nangis juga.

Karena menunggu seseorang yang hatinya buat siapa itu sangat sakit.

Vanya nggak tau hati David mengarah pada siapa. Vanya bukan cenayang yang bisa membaca pikiran orang.

Dia Cuma cewek biasa yang sedang mengalah untuk cinta.

Lalu dia membuka sebotol Cimory dan meminumnya.

Sekarang aku baru tau. Dulu, kamu minum Cimory dan aku nggak suka. Kamu sukabercanda, dan aku anggap kamu bawel. Kamu selalu mengajak aku ke tempat baru, tapi aku selalu nolak. Tapi aku baru sadarkalau Cimory itu rasanya enak. Bercanda juga buat hati orang senang. Pergi ke tempat baru agar aku nggak bosan. Aku rindu semua itu.

Akhirnya, kita ketemu juga.” Suara itu membuat Vanya menoleh ke belakang.

Seorang cewek tengah berdiri di belakangnya. Mata Vanya membulat saat tau Adela tengah berada di dekatnya. Cewek itu baik-baik saja.

“Lo Adela kan?” tanya Vanya pura-pura kaget..

“Hmm.” Gumam cewek itu mendekat kearahnya.

Malam-malam begini dan Adela sendirian. Vanya celingkungan ke kanan dan kiri mencari orang yang bersamanya. Cewek yang baru keluar dari rumah sakit dibiarkan sendirian?

“Gue sendirian.” Ucapnya sadar melihat tingkah Vanya.

Vanya mengangguk paham. Mereka memutuskan untuk duduk di depan mini market tersebut.

“Ada yang lo mau bicarain?” tanya Vanya.

“Thanks.”

“Hah?”

“Iya, makasih.” Kata Adela membuat Vanya semakin heran.

“Buat apa?”

“Makasih udah relaiin David buat gue.” Jawabnya dengan senang.
Entah mengapa rasa minuman yang tadinya manis itu kini menjadi tawar di mulutnya. Vanya menelannya perlahan. “Oh yang itu.”

“Iya yang itu. Gue bertrimakasih banget sama lo. Akhirnya lo sadar diri juga ya Van.” Adela tertawa renyah.

Vanya mengangguk kaku.

“Nggak tau kenapa gue yakin kalo David masih cinta sama gue. Buktinya dia temenin gue di rumah sakit kemarin selama ortu gue nggak ada. Dari situ gue yakin kalo kita masih ada kesempatan buat ngejalanin hubungan.”

Vanya menghela nafas. “Semoga.”

“Lo ngerasa nggak sih kalo David pacaran sama lo karena dia butuh pelampiasan?” tanya Adela lembut.

Deg.

Seketika jantung Vanya seakan berhenti total. David hanya menjadikannya sebagai bahan pelampiasannya.

Pantas saja saat Vanya ingin bertanya perihal Adela, David selalu menghindar.

Adela tersenyum renyah ke arah Vanya, “Gue juga ngerasa gitu soalnya kentara banget kan. Waktu lo sama Haikal deket kan David pasti ngerebut lo dari Haikal karena dia mau buat Haikal marah. David pernah suka sama gue tapi disaat itu gue baru aja pacaran sama Haikal.”

“Oh” gumam Vanya pura-pura nggak tahu.

“David sengaja buat gue cemburu, itu pasti.”

“Dia nggak pernah bilang itu ke gue.”

“Jelaslah. Dia bakal kehilangan lo, alat biar gue cemburu dan sebagai pelampiasan dia juga.”

***

Hari minggu kemarin Vanya sadar bahwa dia bukanlah cewek yang David cintai.

David hanya memanfaatkannya. David menjadikannya sebagai pelampiasan dan sebagai alat untuk membuat Adela cemburu.

Bodoh sekali dia sampai tidak bisa membaca situasinya.
Lalu ketika hari senin di jam pelajaran yang dimana guru bidang studinya tidak masuk sekolah, Vanya memutuskan untuk pergi ke perpustakaan.

Dia berjalan sendirian, tidak ditemani Dhea atau temannya yang lain.  Vanya ingin sendirian saja.
Tapi ketika dia baru sampai di depan perpustakaan, cowok itu tengah berdiri di depan pintu dengan pemandangan marah.

David bukan siapa-siapanya lagi, tidak ada alasan yang harus membuatnya peduli terhadap cowok itu.

“Kamu mengindar.”

Vanya menoleh, “Nggak kok.”

“Iya, keliatan banget. Sedari kemarin aku hubungi nggak bisa. Sebenernya kenapa sih?”

“Buat apa lagi sih? Kita kan udah nggak ada hubungan apapun jadi berhenti sok peduli.”

“Kita memang masih pacaran!”

“Apaan sih? Dua hari yang lalu kita udah putus!”

David mendadak jengah dengan ucapan Vanya, dia kesal juga dengan arah pembicaraan cewek ini. “Aku kan nggak bilang setuju.”

“Udahlah sekarang kamu nggak usah drama. Aku capek Dave.” Vanya berjalan masuk tapi langsung dicegah David.

“Drama apaan sih? Kamu dari kemarin ngomongnya gaje mulu deh.”

“Kamu jadiin aku pelampiasan dan alat buat Adela cemburu kan?”

David melongo, “Alat? Pelampiasan? Kamu dapet kalimat kayak gitu dari siapa?”

“Aku udah tahu Dave, aku tahu semuanya.”

David menarik tangan Vanya hingga jarak mereka hanya beberapa senti saja. “Dengar ya, aku nggak pernah jadiin kamu alat biar Adela cemburu atau jadiin kamu sebagai pelampiasan.”

“Juga jadiin aku sebagai alat balas dendam ke Haikal?”

“Aku nggak pernah jadiin kamu alat. Percaya sama aku.” Dia berkata dengan nada yang sengaja di tahan.

“Kamu dapet omongan kayak gitu darimana, hah?”

“Aku..Cuma...nyadar sendiri.”

David menyipitkan matanya. Dia semakin kesal. “Aku tau kamu boong, Van.”

“Siapa yang boong?”

David menatapnya sinis, “Siapa yang bilang kalo kamu alat?”

Vanya terdiam

“Adela?” tebak David. “Ya kan?”

.
.
.
.
.
.

Mampus Lu Adela...
Dasar PHO.

Oh iya sorry ya kalo sepanjang ini ad typo. 

Jangan lupa kasih bintangnya ya. 😍😍😍

I Want You (ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang