Andrean geram setengah mati. Bagaimana tidak jika ada yang berusaha menyakiti gadis yang dicintainya. Dengan alasan pekerjaan, Andrean harus meninggalkan istrinya sendirian di apartemen mereka. Andrean memang sudah memasang pengamanan ketat dan security alert pun sudah diaktifkan. Ditambah, pantauan langsung dari CCTV. Tapi tetap saja, Andrean tidak tenang meninggalkan istrinya yang tadi hampir mendapat serangan.
"So? Siapa bajingan yang berani menargetkan istriku?" tanya Andrean langsung ketika Roni dan detektif sewaannya sudah berkumpul.
Andrean memang workaholic, dia bekerja dari senin sampai minggu. Tapi kali ini, dia ke kantor untuk mengurus masalah terpenting dalam hidupnya. Masalah keselamatan istrinya. Andrean melirik monitor CCTV apartemennya. Dilihatnya Arin sudah terpulas. Andreanpun memfokuskan urusannya yang tertunda.
"Pria itu tidak tahu siapa yang menyuruhnya. Dia hanya bilang dia di datangi seorang pria berjas yang menyuruhnya dan memberikan imbalan untuknya." lapor Roni memulai pertemuan mereka.
"So?" Tanya Andrean lagi tak sabar.
"Ini berkasnya Tuan. Setelah kami mengumpankan orang itu, dia langsung ditangkap dan dihabisi. Ternyata dalangnya adalah wanita bernama Natasya Renault. Putri dari DK Group." tambah detektif sewaan Roni membuat Andrean membelalakkan matanya pada Roni. Dia sangat kenal nama itu. Wanita gila itu adalah satu dari jalang yang gencar mendekatinya.
"Benar. Ulah paparazi telah mengundang kecemburuan banyak wanita. Ini bukan masalah sepele lagi. Kita benar-benar harus waspada. Apalagi jika para pesaing bisnis kotor mengetahui Ny. Wijaya adalah titik kelemahanmu. Mereka juga akan jadi ancaman."
BRAK.
Andrean menggebrak meja hingga Roni dan Detektifnya memejamkan mata agar tetap tenang di hadapan bossnya.
"Aku sengaja membiarkan para paparazi itu berkeliaran hanya untuk membuat para jalang berhenti mengganguku. Ternyata mereka lebih parah dari iblis." maki Andrean dengan mata yang berapi-api.
Dia bersumpah akan menghancurkan siapapun yang ingin menyakiti istrinya. Demi Tuhan! Andrean tidak akan membiarkan seorangpun menyakiti istrinya, walau hanya seujung kuku. Siapapun pelakunya, harus membayar perbuatan mereka.
"Putuskan semua kontrak kerja sama dengan DK Grup, tarik semua sahamku, dan akuisisi semua anak perusahaannya. Dan masalah perpajakan itu, bongkar ke permukaan. Biar mereka merasakan hancur sehancurnya karena putri mereka yang jalang itu."
"Yes, Boss." patuh Ron. Dan tak lama, detektif andalan mereka pun keluar. Roni masih melihat kegeraman yang kentara di wajah Andrean yang memerah dan tangannya yang mengepal.
"Apa dia tidak curiga atau mempermasalahkan pemberitaan paparazi?"
Andrean menyunggingkan sedikit ujung bibirnya yang penuh. "Sejauh ini foto yang menyebar hanya foto jarak jauh dan belum ada yang berhasil menzoom wajah istriku itu. Dan si jenius itu tidak menonton TV. Dia bahkan tidak menonton berita. Dia hanya suka menghabiskan waktunya dengan membaca. Aku bersyukur untuk hal itu."
Melihat kegeraman Andrean langsung hilang seketika ketika ia membicarakan Arin, membuat Roni sedikit cemas. Sepertinya Arin sekarang benar-benar sudah menjadi kelemahan pria yang dijuluki gunung es itu. Ini akan jadi masalah besar.
"Jadi, itulah kenapa kau menyuruhku membuat ruangan itu?"
"Hmmm." Gumam Andrean lalu menutup layar laptopnya yang sedari tadi menampilkan Arin yang tengah terpulas. Andrean mengambil kunci mobilnya. Dia ingin segera pulang dan meringkuk bersama bidadarinya itu.
***
Keesokkan paginya.
Arin bangun ketika hari masih gelap. Dia tidak terkejut ketika ada lengan yang melingkarinya dengan possesive. Deru nafas terasa membakar tengkuknya. Arin pun langsung berusaha membebaskan dirinya.
Arin sangat mandiri. Setiap kali house keeper datang, dia selalu mengusirnya. Tapi house keeper yang datang 3 kali seminggu itu, sama keras kepalanya dengan Arin, mereka terus saja datang, datang dan datang lagi. Dia bisa mengusir mereka ketika tinggal sendiri. Tapi kini Andrean sudah kembali, mereka pasti akan dapat dukungan pria yang suka seenaknya itu. Dan karena hari ini adalah hari kedatangan mereka, Arin akan mengerjakan apa yang bisa ia kerjakan sebelum ketiga house keeper itu datang, terutama dapur. Tidak ada yang boleh menyentuh daerah kekuasaannya. Biasanya mereka tidak bisa menembus pintu apartemen, tapi entah kenapa Arin hampir yakin mereka bisa masuk ke dalam hari ini.
Setelah mandi dia memyiram mini gardennya. Tempat favouritnya setelah perpustakaan Andrean yang nyaman.
Dilihatnya Andrean masih meringkuk. Dia pun menuju daerah kekuasaannya. Dapur.
Waktu menunjukkan pukul 8 lewat 10 menit. Arin sudah menyelesaikan masakan dan pekerjaan lainnya. Dia sedang sibuk mencuci piring ketika merasakan tubuhnya kesetrum.
"Arrgh!" gelas yang dipegangnya jatuh seketika.
"Apa kau gila? Lihat! Kalau beling bagaimana? Bisa pecahkan?" omel Arin sambil berusaha melepaskan pelukan Andrean di pinggangnya dan menjauhkan wajah Andrean yang terus menciumi lehernya.
Arin harus segera bebas karena dia merasakan tubuhnya bergetar dan berdenyut-denyut aneh.
"Morning nyonyaWijaya. Kenapa baumu harum sekali padahal aku yakin kau tidak memakai parfum. Hmm?" endus Andrean yang belum mandi sama sekali.
"Apa kau ingin mati? Singkirkan tangan dan wajahmu. Andrean demi Tuhaan, Lepaskan!"
Menyebut namanya disebut untuk pertama kalinya membuat Andrean terbelalak tak percaya dan akhirnya melepaskan pelukannya. Arin yang mendengus kesal langsung mengambil gelas melanin yang terjatuh tadi, dan membilasnya kembali.
"Katakan lagi!" pinta Andrean yang hanya diacuhkan Arin yang kini tinggal menyusun cucian piringnya di rak piring basah. Setelah itu ia mencuci tangannya.
"Cepat mandi atau sarapan dulu. Aku harus segera berangkat." ucap Arin yang melewati Andrean begitu saja.
Tapi baru saja Arin mau melewati pria tinggi itu, Andrean menangkap pinggang Arin yang ramping. Memerangkapnya sekali lagi.
"Panggil namaku lagi, atau kau jadi sarapan pagiku." Ancam Andrean dengan senyum yang menyeringai.
"Hahaha..not funny. Cepat lepaskan! Aku tidak punya waktu menanggapi ocehanmu itu."
Andrean terbahak. Berani sekali Arin menganggap ancaman Andrean hanya ocehan belaka.
Alhasil, Arin mendapatkan hukumannya. Tubuh Arin terangkat. Sebentar saja tubuh mungilnya sudah menggantung di bahu bidang Andrean. Dia berteriak dan meronta-ronta. Tapi Andrean dengan mudah menghempaskan tubuh mungil itu di ranjang king size mereka.
"Arina Larasati. Sebut namaku, atau kau akan jadi targetku pagi ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WILL FIND A WAY
Любовные романыArin adalah gadis yang nyaris sempurna. Cantik, ramah dan cerdas. Di usianya yang baru menginjak 15 tahun, dia berhasil mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi negeri favorit. Dan ketika usianya genap 17 tahun, dia sudah menyelesaikan jenjang sarja...