Kehidupan itu mengesalkan

7.3K 409 3
                                    

Arin merasa hidup begitu kejam padanya. Dia, gadis yang selalu bersemangat dan always positive thinking, kini melihat dunianya dengan realita yang berbeda. Dulu, dunianya adalah dunia yang dipenuhi mimpi dan kerja keras. Tapi sekarang hidupnya hanya tentang kerja keras. Ketika dia bertemu dengan bandot botak dan pria yang entah siapa itu, dia sudah mengucapkan selamat tinggal pada mimpinya. Dia harus pasrah menerima kenyataan ketika mimpi hanya akan menjadi sebuah mimpi baginya. Bukan untuk jadi nyata.

"Apa maksudmu kau tidak akan mengambil beasiswa itu Arina? Orang bodoh macam apa yang menolak undangan dari HARVARD. HARVARD Arina! Mimpimu!" kesal suara wanita paruh baya di ujung telepon.

Air mata Arin mulai berjatuhan. Bukannya dia tidak mau. Tapi keadaan tidak mengizinkannya untuk menggapai cita-citanya. Arin bisa apa?

"Saya tahu, Bu. Ibu bahkan sudah banyak membantu saya untuk mendapatkan beasiswa itu. Tapi saya tidak bisa. Ayah saya terkena stroke, saya tidak bisa meninggalkannya." rintih Arin dengan bersimbah air mata.

Lama sekali gadis bermata jeli itu meyakinkan dosen walinya jika Arin benar-benar harus membatalkan beasiswanya. Tapi akhirnya, Dosen wali beranak tiga itu hanya bisa menghela nafas pasrah. Dia sangat menyayangkan pembatalan beasiswa itu, tapi dia berusaha mengerti keadaan Arin saat ini. 'Gadis malang.' batinya dalam hati.

Setelah menutup pembicaraan dengan wali yang sangat dihormatinya itu, Arin menghela nafas putus asa. Dipandanginya sungai yang ada di bawahnya saat ini. Air sungai itu begitu tenang, begitu damai. Sesaat Arin menyesatkan pikirannya sendiri. Apa rasanya jika ia menceburkan dirinya ke sungai yang tenang itu?

Apakah tubuhnya akan tenggelam?

Ataukah hanyut bersama aliran air itu??

Arin menggelengkan kepalanya cepat. Dia tidak ingin putus asa seperti ini. Itu bukan dirinya. Arin adalah seseorang yang selalu melihat bright sight dari apapun yang terjadi di dalam hidupnya. Dia yakin. Asal dia berusaha. Dia pasti akan menemukan jalan keluar dari setiap masalahnya. Ya, Pasti!

***

Semua terungkap. Apa yang tidak Arin ketahui kini semua sudah diketahuinya. Mulai dari hutang ayahnya sampai kenapa ayahnya bisa sampai terlilit hutang pada rentenir busuk itu.

Semua bermula dari Arin yang diterima di sebuah SMP ternama di kota, dia tinggal bersama paman dan bibinya. Arin pikir, dia menumpang gratis di sanak familinya itu. Ternyata di balik itu, orang tua Arin selalu menyokongnya tanpa Arin ketahui. Ayah Arin selalu mengirim uang secara rutin kepada paman dan bibinya untuk biaya tinggal dan keperluan Arin. Arin benar-benar mengutuk kepintarannya. Dia asik-asik belajar dan menoreh prestasinya, padahal dia mengiris daging orang tuanya perlahan-lahan. Dia memang tidak membayar sekolahnya, tapi dia tidak pernah berpikir kalau ayahnya akan membayar kehidupannya sebegitu banyak.

Demi kebutuhan Arin selama tinggal di kota, ayah Arin berhutang dengan menggadaikan tanah dan rumah mereka. Waktu terus berjalan. Sudah enam tahun berlalu dan orang tua Arin masih belum juga melunasi hutang mereka pada rentenir licik bernama Ujang, sehingga hutang dan bunganya yang melambung membuat mereka harus memasrahkan rumah dan tanah mereka.

Tapi bukan ujang namanya jika tidak licik. Alih-alih mengambil rumah dan tanah keluarga Arin. Ia justru menginginkan ibu Arin untuk menjadi pemuas nafsu bejatnya. Memang ibu Arin yang baru berusia 35 itu bisa menarik hati siapa saja. Terlebih Si Ujang licik memang sudah jatuh hati pada Ibu Arin sejak mereka masih remaja. Namun sayang bagi Ujang, Ibu Arin justru menikah dengan buruh tampan miskin yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Ujang yang memiliki segalanya. Siapa yang sangka jika keinginan Ujang itu tak pernah mati dan semakin menjadi karena masalah hutang piutang itu.

Belum lagi selesai memikirkan masalah hutang keluarga dan rentenir licik itu, Arin sekarang dihadapkan dengan keadaan ayahnya. Ayahnya harus menjalani operasi karena ternyata, saat dilakukan pemeriksaan ditemukan tumor yang bersarang di kepala ayahnya itu.

Arin masih saja terisak. Dan isakkannya semakin memilukan. Harapannya tinggal satu, dia harus merebut kembali tanah dan rumahnya. Dengan itu, dia bisa mengoperasi ayahnya dan mungkin mengurangi sedikit hutang keluarganya.

'Hidup terkadang mengesalkan. Tapi kita tidak punya pilihan selain tetap menjalaninya. Di ujung jalan akan ada cahaya dan aku percaya...Tuhan tidak akan memberikan cobaan kecuali sesuai dengan kesanggupan hambanya. Benarkan Tuhan?' Arin menutup wajahnya dengan kedua tangan mungilnya. Menghabiskan sisa air mata yang terus saja mengkhianati perintahnya untuk tidak keluar.

***

Di sisi lain, Andrean sedang menatap berkas yang diberikan tangan kanannya, Roni. Data itu berisi semua informasi mengenai Arina Larasati. Pink flower yang terus saja mengusik pikirannya. Andrean fokus membaca lembaran tiap lembaran dan tersenyum di sela-selanya.

'Selalu peringkat pertama. Okay, smart girl.'

'Akselarasi di tiap jenjang pendidikan. Genius!'

'Lulus cum laude di usia 17?' Wow! Awesome!'

'Cantik, ramah, genius dan semua catatannya sempurna. Perfect!'

"Boss?" panggil Roni yang tidak digubris.

"....."

"BOSS!!!" panggilnya lagi lebih kencang. Tapi masih nihil.

'Baiklah, tidak ada salahnya menjahili 'Beruang Kutub' yang sedang kasmaran ini.' pikir Roni iseng.

"Astaga! Arina Larasati, kau di sini?"

Andrean langsung tergelak dan mencoba mencari dimana gadis itu ketika Roni menyebutkan nama bidadariny. Dan ketika Roni berdeham sambil menahan tawa, sadarlah Andrean jika tangan kanannya itu tengah mempermainkannya.

"Life is suck for some people dude. Do you want to feel that, Ron?" lantang Andrean yang membuat tangan kanannya itu meminta maaf seketika.

LOVE WILL FIND A WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang