Bertahan

6.5K 374 2
                                    

Andrean's POV

Dia menghindariku. Aku yakin itu. Setidaknya, dia menghindari tatapanku. Baru saja semalam aku merasa kami benar-benar telah bersatu kembali, tapi sekarang, aku merasa ada jarak di antara kami, atau mungkin dinding tak kentara yang tengah dibangun wanita yang katanya istriku ini.

Istri. Aku benar-benar pria yang beruntung. Tadinya aku hampir gila memikirkan kalau aku mencintai istri orang dan lebih gilanya, tetap berniat memilikinya. Apapun caranya. Tapi, ternyata dia memang milikku. Milikku. Cantik, sexy dan menggairahkan. Dia...sempurna. Istriku yang sempurna.

"Ternyata benar Ma, dia memang papaku. Kami memiliki tanda lahir yang sama." ujar bocah kecil setelah memeriksa sesuatu di balik telinga kananku. Putraku. Jagoanku.

Dan ya memang benar. Dia juga memiliki tanda lahir yang sama denganku. Tahi lalat besar di belakang telinga kanan. Tentu saja, dia anakku. Tanpa tanda lahir itu juga semua orang bisa tahu hanya dengan melihatnya. Matanya secoklat mataku, rambut ikal coklat kamipun sama. Apalagi kulit indonya. Dia seperti titisanku. Cih! Berani-beraninya pengacara brengsek itu mengakui kalau si Tampan ini putranya. Akan kurobek nanti mulutnya itu.

"Katanya Drian mau peluk papa." ucap Arin membuat mataku berkaca-kaca. Dengan mudahnya Arin membuat anak tampanku menerima papanya yang bodoh ini. Yang membiarkannya hidup selama 4 tahun tanpa sosok seorang ayah.

Aku memeluk bocah tampanku yang begitu kurus. Aku hampir takut meremukkan tulangnya yang rapuh.

"My son..."

Kulihat Arin dan ibu mertuaku menangis haru, air mataku pun lepas dari kendaliku.

Tapi tak lama. Karena suara bell menghentikan adegan haru kami. Ibu membawa putraku ke kamar. Dan aku melewati Arin untuk melihat siapa yang datang.

Sial. Si brengsek Ron. Dia pikir aku sudah memaafkannya karena jemputannya semalam dan karena dia menjaga apartemen yang tidak kuingat ini? No way! Belum lagi aku tahu perasaan Ron pada istriku. Dia mencintai istriku. Istri Boss yang sudah seperti sahabatnya sendiri. Ya Tuhan! Terlalu banyak yang menginginkan istriku membuatku kesal setengah mati.

"Silahkan masuk. Aku akan buatkan minum. Kopi cream dengan satu sendok kecil gula kan?"

Hah. Apa itu? Apa mereka seakrab itu hingga Arin mengetahui minuman favourite si muka dua ini?

"Kenapa kau repot-repot sayang? Dia hanya sebentar. Bukan begitu Ron?" tanyaku dengan tatapan yang tajam. Dia harus tahu, dimana posisinya.

Si Brengsek itu tersenyum kecil. Apa dia pikir aku sedang melucu? Seperti aku tidak tahu saja, dia selalu berusaha terlihat seperti pahlawan kesiangan di depan istriku. Cih! Dasar licik.

"Jangan repot-repot Arin. Aku hanya ingin memberikan berkas ini kepada kalian. Aku butuh tanda tangan kalian. Setelah itu, aku akan urus sisanya. Begitu kalian tanda tangan, kalian tinggal melakukan akad ulang di KUA setelah itu kalian resmi menjadi suami istri yang sah di mata hukum. Dan Kartu keluarga kalian juga bisa selesai sekaligus. Ah ya , jangan lupa tanda tangan ibumu juga, dia kan saksi pernikahan kalian juga."

Aku melihat Arin mulai berkaca-kaca lagi, mendekati Ron, dan kurasa ingin memeluknya. Tapi tentu saja aku tidak akan membiarkannya. Aku menarik pinggang rampingnya dan memeluknya possesive. Dia milikku. Hanya aku yang boleh ia peluk.

"Baguslah kalau kau tahu posisimu sekarang Ron. Aku ingin semua beres besok. Dan biarkan orang lain yang mengantar. Jangan berlagak menjadi pahlawan kesiangan di depan istriku. Kau membuatku muak."

"AW!" pekikku ketika Arin mencubit pinggangku. Apa dia berharap aku akan membiarkan Ron terlihat hebat di hadapannya? Kiss my ass!!!

"Abaikan saja dia dan terima kasih untuk segalanya. Tapi, apa tidak apa-apa? Maksudku, Andrean punya tunangan dan Tuan Wijaya..."

"Sini berkasnya!" kataku menarik berkas yang dipegang Ron sebelum Arin meneruskan kata-kata tidak bergunanya dan menanda tanganinya secepat mungkin. Setelah itu, aku menyuruh Arin menanda tanganinya juga. Tak lama, Arin langsung ke kamar meminta tanda tangan ibu. Aku punya 5 menit untuk mengancam si muka dua yang katanya sudah bersamaku selama delapan tahun itu agar tidak mendekati istriku lagi.

"Jangan pernah mencari alasan untuk menemui istriku! Dia istriku dan kau tahu itu."

Si Brengsek Ron lagi-lagi terkekeh. "Ingatlah apa yang pernah aku katakan, Boss. Aku tidak pernah mengharapkannya, karena cintanya hanya untuk suaminya. If you know what I mean."

"Ya. And you did many thing to seperate me and her. Didn't you?"

"Ya. Dan aku tidak menyesal. Kau dan keluargamu membuatnya begitu menderita. Beginilah caraku mencintainya."

"Akan kubunuh kau!!" Aku langsung kalap dan menarik kerahnya sehingga dia terpojok di dinding.

"Kalian yang memanfaatkan ketidak berdayaanku, Brengsek ! Dan kalian akan membayarnya."

"Be nice to me, Boss. Kalau tidak, aku tidak akan memberi tahumu apa yang hanya aku ketahui. Apa kau tahu, sebelum kecelakaan, kau sedang menyiapkan hadiah ulang tahun untuk Arin. Dan apa kau tahu, aku menyimpan laptop lama yang menyimpan memorimu. Bukankah kau ingin tahu seberapa brengseknya dirimu untuk mendapatkan gadis sepolos Arin?"

Aku mengendurkan cengkramanku dan Roni langsung merapikan jasnya yang kusut. Tak lama Arin datang dan tersenyum saat memberikan berkas tadi pada si muka dua. Oh yah ampun, kenapa sih dia suka sekali tersenyum pada laki-laki lain? Hadiah? Memori? Aarrghh!!! Kalau saja aku tidak penasaran, sudah pasti aku habisi dia yang dengan lantang mengakui perasaan sialan itu.

"Thanks Mam. Dan please bujuk suamimu ini untuk gencatan senjata dengan ayahnya. Perusahaan membutuhkannya. Tolong pastikan dia hadir di meeting penting dengan Mr. Sattar Khan besok. Kita tidak boleh mengecewakan klien penting perusahaan."

Aku memicingkan mata pada si muka dua itu. Apa itu yang namanya sahabat? Dan aku langsung menggenggam tangan kurus istriku yang sedari tadi menghindari tatapanku. Aku mengenggamnya erat dan tak kan kubiarkan kutu-kutu pengganggu itu berkeliaran di dekat istriku.

LOVE WILL FIND A WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang