Andrean's POV
"......" Serriously???????
Si Genius langsung meninggalkanku yang terpaku tak mengerti. Apa salahku? Dan Ya Tuhan! Sia menangis?
Aku mengutuk diriku karena hanya membeku tanpa berbuat apa-apa. Setelah sadar, aku langsung mengejar Arin yang berlari ke kamar sambil menangis. Dia menangis. Tapi kenapa?
"Honey! What happen? Why are you crying baby? Come on! Open the door! We need to talk! Pink...Pink...Open the door, please!!"
Apa sesuatu terjadi saat aku melakukan pers conference sialan itu? Apa pengacara busuk itu datang dan mencuci otak istriku?
Oh no! Aku akan menghabisinya jika itu benar. Ibu. Ya, ibu. Ibu pasti tahu apa yang terjadi. By the way, dimana ibu dan jagoanku?
***
"Ibu dan Den muda sedang keluar, Tuan." Jawab seorang asisten rumah tangga yang sedang sibuk di dapur.
"Kemana?" Tanyaku sambil mencoba mencari nomor kontak ibu mertuaku itu.
"Sepertinya ke bawah untuk membeli es krim. Den Drian tadi minta es krim setelah menonton Tuan di TV."
Aku mengrenyit. Menonton TV? Sejak kapan jagoanku itu menonton TV. Dia kan sama seperti ibunya? Tapi...
"Apa nyonya Arin tadi menonton TV juga?" Tanyaku menyelidik. Dan ketika asisten paruh baya itu mengiyakan, aku sudah tersambung dengan ibu mertuaku.
*
"Ya, nak Andrean!"
"Bu, apa sesuatu terjadi saat aku pergi atau ada yang datang bertemu istriku?"
"Tidak. Memangnya kenapa?"
"Itulah, aku tidak tahu. Saat aku baru pulang, istriku menangis dan mengunci pintu di kamar. Aku sangat khawatir."
Kudengar ibu mertuaku terkekeh. Oh come on! Aku sangat tidak butuh ditertawakan saat ini.
"Sepertinya dugaan ibu benar. Dia uring-uringan terus beberapa hari ini ini. Ibu jadi teringat kejadian beberapa tahun yang lalu."
Apa? Apa yang terjadi beberapa tahun lalu pada istriku? Apa saat aku di London terjadi sesuatu yang buruk? Ya Tuhan!Sebenarnya apa yang terjadi? Dan kenapa juga mertuaku harus bertele-tele mengatakannya?
"Nak! Nak Andrean! Hallo?"
Akupun tersadar dan kembali ke sambungan telepon.
"Ya Bu. Sebenarnya ada apa dengan Arin?"
Mertuaku yang ayu itu terkekeh lagi. For God shaken! Come on! Just tell me please!
"Ibu rasa Arin sedang hamil anak kedua kalian."
Dang. I mean wow. Hamil? Anak kedua?
"Hallo! Nak, kamu baik-baik saja? Hallo?"
"Maaf bu. Aku tutup dulu dan tolong jaga putraku."
Hamil kan katanya? Secepat ini? Apa aku sehebat itu? Oh yah ampun. Aku harus bagaimana menghibur wanita hamil yang sedih tanpa harus membuatnya bertambah sedih? Oh yah ampun! Bagaimana ini?
***
Arin's POV
Menyebalkan. Dia memang pria yang menyebalkan. Si menyebalkan nomor satu di dunia. The one and only, Andrean Brama Wijaya. Bagaimana tidak? Aku sudah bersabar menghadapinya, menjadi istri yang baik baginya, mengurus segala keperluannya dan putra kesayangan kami, tapi dia sangat-sangat-sangat tidak peka.
Aku mulai merasakan ada yang aneh dengan tubuhku beberapa hari belakangan ini. Aku tidak asing dengan keadaan sepertinya, jadi kemudian aku membeli test pack dan ternyata aku memang positif hamil, seperti perkiraanku. Ah yah ampun..ini pasti buah dari kejadian di studio saat itu. Saat itulah si nomor dua mulai tumbuh dalam rahimku.
Aku meletakkan test pack di dekat sisi wastafel dan selama dua hari, dia tidak berkata apapun. Aku sengaja meletakkan test pack di tempat yang bisa ia temukan, berharap dia terkejut senang, tapi dia malah tidak menggubris benda kecil itu sama sekali. Tidak mungkin kan kalau dia tidak lihat, atau tidak tahu itu apa? Dasar Si Tampan yang tidak peka.
Dan setelah melihat tayangannya di TV nasional yang aku yakin disiarkan lewat streaming juga, kesalku makin menjadi. Bayangkan saja! Dia memberikan pernyataan yang fenomenal tentang bagaimana dia mencintaiku kepada publik yang mungkin akan banyak disiarkan di mana-mana. Ok, Fine. Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya, adalah dia menyatakannya ke semua orang, semua orang, tapi mengatakan perasaannya padaku justru tidak pernah. Arina, I love you. Apa pernah dia mengatakannya? Seingatku tidak. Tidak sekalipun. Jadi tidak salah kalau dia jadi pria tampan keren yang paling menyebalkan di dunia ini.
Huft! Aku malah menginginkannya sekarang. Merangsek ke pelukan dadanya yang bidang dan kencang. Mengelus six packsnya yang aku tahu akan langsung membuatnya gila. Arrrghh..hormon kehamilan ini membuatku stress.
"Finally, honey.." katanya ketika dia akhirnya membuka pintu kamar dengan kunci cadangan. Kurasa dia lega karena aku sudah tidak menangis lagi. Dasar seenaknya.
Dia mendekatiku yang sedang berada di ranjang king size kami. Menghabiskan cemilanku yang tidak pernah membuatku kenyang sama sekali.
"Kau lapar sayang? Ayo kita makan. Kau belum makan kan?" Katanya sambil mengendus rambut panjangku. Dia sangat menyukai aroma floral dari rambutku ini.
Aku mengabaikannya dan mencebik kesal ketika ternyata potato chipsku habis. Aku bangun dan mengambil toples lain yang berisi stick madu yang terlihat menggiurkan.
Kulihat dia melotot dan terkejut. Dia memang tidak tahu kalau ada laci khusus yang disiapkan ibuku karena kebiasaan nafsu makanku yang melonjak pesat ketika aku berbadan dua. Ya, aku memang belum mengatakan kabar kehamilanku, tapi aku yakin ibuku pasti sudah tahu. Dia bahkan memastikan aku meminum madu setiap pagi yang biasanya selalu aku lewatkan.
"Aku tidak tahu kalau kau punya gudang stock makanan di sini. Apa kau sangat kelaparan sayang. Lebih baik kita makan yang benar saja."
Aku mendengus dan menepis wajahnya yang mulai menyeruak ke leherku.
"Jangan menggangguku! Nasi dan bumbu membuatku mual. Kau bahkan tidak tahu kalau beberapa hari ini, aku tidak bisa menelan makananku." Teriakku kesal.
Dia meringis lalu meraupku dari belakang. Menyandarkan dagunya pada bahuku yang mungil. Menyesap aroma floral yang juga tercium dari baju dan tubuhku.
"Maafkan suamimu yang bodoh ini ya. Sekarang katakan, apa salahku sampai kau menampar suamimu ini. Heh?"
Aku mencebik tapi tak sekalipun membiarkan mulutku kosong. Aku terus saja mengunyah. Ah yah ampun! Kenapa aku tidak merasa kenyang juga.
"Baby pink, please tell me. Aku harus tahu kesalahanku agar aku tidak mengulangi kesalahanku lagi. Benar bukan?"
Aku menghela nafas dan melepas pelukannya. Memandang mata coklatnya yang selalu menawanku. Dia Andrean Brama Wijaya. Suamiku. Hanya suamiku.
"Aku meletakkan test pack di wastafel untuk memberimu kejutan Di sini....ada yang kedua." Kataku membawa tangannya ke perutku yang masih rata. Dia tersenyum tapi tidak terkejut. Kurasa ibu pasti sudah memberitahu kehamilanku. Ah, Tidak seru.
"Aku pantas dihukum untuk itu." Ucapnya setelah mencium si Nomor dua. Aku terkekeh mendengarnya. Tentu saja aku akan menghukumnya.
"Dan karena kau mengatakan pada dunia kalau kau mencintaiku, tapi kau justru tidak pernah mengatakan hal itu padaku. Aku seharusnya menjadi orang pertama yang mendengar kau mengatakan kau cinta padaku. Tapi kau memang menyebalkan. Tidak sekalipun kau pernah mengatakannya padaku. Aku ini kan wanita, wanita akan sangat bahagia saat mendengar pernyataan cinta prianya."
Dia memelukku lagi dan menghela nafas. Rasa hangat menjalar ke seluruh panca inderaku dan entah kenapa aku merasa semua akan baik-baik saja sekarang.
"Arina Larasati, I love you I love you I love you and i will say it everyday in the rest of my life from now on. Oaky?" Katanya di bahuku.
Aku menangkup sebelah wajahnya dengan tangan kananku yang mungkin kotor. Aku tidak peduli. Aku bahagia. Akhirnya... aku mendapatkan happy endingku.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WILL FIND A WAY
RomanceArin adalah gadis yang nyaris sempurna. Cantik, ramah dan cerdas. Di usianya yang baru menginjak 15 tahun, dia berhasil mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi negeri favorit. Dan ketika usianya genap 17 tahun, dia sudah menyelesaikan jenjang sarja...