Koma

5.9K 360 5
                                    

Setelah sarapan yang dibuat terlihat menyenangkan, Arin dan Andrean pamit. Semua orang  bersikap senormal mungkin agar Andrean tidak curiga. Dan sepertinya mereka berhasil.

"Apa kau ada masalah dengan keluargamu?" tanya Arin ketika mereka sedang berjalan-jalan di pedestrian, menuruti keinginannya. Arin merasa ada yang mengawasi mereka, tapi Arin tidak takut, itu pasti orang suruhan Andrean.

"Mereka terlalu mengaturku, itulah kenapa aku belum membawamu untuk menemui mereka. Aku takut mereka menyakitimu."

Arin tersenyum pahit. Seandainya Andrean tahu keluarganya memang telah menyakitinya. Teramat sangat menyakitinya.

"Setelah aku mengurus meetingku, kita akan langsung menikah di KUA besok. Semua berkas sudah diurus dan beres. Aku tidak sabar untuk mengumumkan pada dunia pengantin kecilku ini dan membuat mereka semua iri padaku." celoteh Andrean sembari mencubit hidung mungil Arin.

'Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Aku harus mencari alasan.' "Andrean.."

Tak ada.

Arin mengrenyit keheranan karena hanya dalam hitungan detik, Andrean sudah menghilang entah kemana. Arin memanggil Andrean sampai akhirnya terdengar sahutan dari seberang jalan. Arin tersenyum. Rupanya Andrean membeli bunga di seberang.

"A moment, honey! Just wait there." teriak Andrean sambil melambaikan tangannya.

Arin tersenyum pahit. Dilihatnya punggung Andrean yang tertutup kemeja biru laut yang sangat pas ditubuhnya. Dilihatnya juga Andrean tengah memilih-milih bunga. Kebanyakan, dia memilih mawar putih. Hati Arin terasa semakin sesak. Dia merasa takdir akan segera menjungkir balikkan hatinya. Membawa pergi cinta yang baru tertanam di hatinya.

Andrean tersenyum ke arah Arin sambil menyembunyikan bunga yang telah disatukan menjadi bucket. Arin membalas senyum menawan itu, tapi kemudian air matanya menetes. Andrean hanya beberapa meter darinya, tapi entah kenapa dia terasa begitu jauh.

BRUK.

Mata Arin terbelalak, mencoba mencerna apa yang dilihat matanya. Apa itu Andrean yang terpental dan jatuh bersimbah darah?

Apa itu Andrean Brama Wijaya?

Suami yang mulai dicintainya?

Ya. Itu Andrean. Suaminya. Tapi ketika semua sudah jelas di kepala Arin, otaknya justru ingin menolak kebenaran itu dan semuanya menjadi gelap seketika.

***

Keesokkan harinya.

"Hapus aku, Tuan Wijaya! Hapus semua jejak yang mungkin mengingatkan dia tentang parasit ini. Hapus aku dan jangan sampai dia menemukan jejakku."

Sehari sudah berlalu setelah kecelakaan tragis yang menimpa Andrean. Dia mengalami cedera otak, patah tulang dan organ rusak yang membuatnya koma seketika. Dokter mengatakan kemungkinan hidup pasien sangat kecil, kalaupun pasien bertahan, kemungkinan besar, dia akan kehilangan memorinya. Dokter bahkan tidak dapat memastikan amnesia si pasien nanti bersifat sementara atau permanen.

Tapi hal utama yang membuat Arin mengambil keputusan berat untuk meninggalkan Andrean yang sedang koma adalah karena apa yang menimpa Andrean bukanlah kecelakaan, tapi percobaan pembunuhan. Arin mengutuk dirinya sendiri. Semua adalah salahnya. Hanya kesalahannya.

'Aku harusnya tidak pernah menerima tawarannya untuk menikah.'

'Aku harusnya tidak memintanya jalan-jalan. Dia bahkan tidak pernah kemanapun tanpa mobil. Tapi aku, aku justru membawanya ke tempat umum seperti itu. Ini salahku. Semua salahku.'

"Ayo. Saya akan mengurus semuanya" ucap seorang pria yang Arin tahu sebagai asisten pribadi Andrean. Roni, ya namanya Roni.

Arin membiarkan Roni membantunya berdiri karena dia tidak sanggup berdiri saat ini. Dia hanya harus pergi dari kehidupan Andrean. Toh setelah inipun Andrean takkan mengingatnya.

'Aku mencintaimu Andrean Brama Wijaya. Terima kasih karena pernah singgah di hidupku.'

***

Lima tahun kemudian.

"Cukup! Aku sudah muak Arina. Berhentilah menangisi bajingan itu. Demi Tuhan Arina! ini sudah lima tahun...lima tahun!"

Arin mengangkat kepalanya yang sedari tadi tenggelam di antara kedua kaki dan tangannya. Dilihatnya wajah tampan yang sudah empat tahun terakhir kembali ke dalam hidupnya. Seorang pria yang dulu menjadi obsesinya. Yang membuatnya ingin pergi jauh hanya untuk menyusul pemuda yang tengah belajar di negara paman Sam saat itu.

Rama Adibakti. Pria cerdas yang kini sudah menjadi pengacara handal dan  terkenal.

*

Empat tahun lalu, pria yang biasa disapa Rama itu kembali ke tanah air, dia begitu syok melihat keadaan adik kelasnya itu. Gadis itu sedang terpukul karena kepergian sang ayah tercinta, belum lagi cerita menyedihkan yang menyertainya setahun belakangan.

Rama membenci satu orang saat itu juga. Andrean Brama Wijaya. Rama tidak kenal siapa penjahat yang sudah menghancurkan cinta pertamanya itu, tapi dia akan mencari tahu dan membalaskan dendam untuk Arinanya yang malang.

"Kakak di sini? Bukankah kakak ada kasus? Aku pikir kakak tidak akan datang." ujar Arin sembari menghapus air mata bodohnya.

"Dan membiarkanmu menangisi si brengsek itu? Jangan harap!"

Arin menghapus air matanya. Dia mengambil uluran tangan kekar yang setia mendampinginya selama empat tahun belakangan ini.

Kemarin adalah peringatan kematian ayah Arin. Rama sengaja mempercepat meeting dengan kliennya agar dia bisa menemani Arin di hari kepindahannya.

Arina Larasati. Setelah hidup sendiri, Arin kembali ke kampung halamannya. Tapi dia tidak tinggal diam. Dia menerima pekerjaan lepas sebagai arsitek dan interior designer. Arin memilih freelance agar dia bisa menemani ibunya dan hanya pergi ke kota untuk presentasi proyeknya.

Arin memang genius. Hanya dalam setahun, namanya langsung meroket di kalangan business developer and properti. Ide-ide briliant dan inovatif Arin bahkan menghasilkan prestise penghargaan karya bangun. Skill Arin benar-benar sudah diakui. Belum lagi di usianya yang baru menginjak 22 tahun, Arin si gadis mungil telah menjelma menjadi wanita dewasa yang cantik, anggun, sexy, dengan rambut panjang dan tubuh semampainya. Dia sangat  disukai kalangan sosial elite. Banyak para eksmud yang mengincarnya, tapi sayang Arin hanya tertarik dengan pekerjaan.

"Semua barang sudah tertata rapi. Kalian tinggal membawa pakaian saja." Ucap Rama sambil menepuk-nepuk punggung tangan Arin yang mengait di lengannya.

"Trims ya kak. Aku selalu merepotkan kakak." ucap Arin yang merasakan matanya pedih.

"Kau pikir aku melakukannya secara gratis? G-R. Waktumu hampir habis Arina. Kau harus segera menerima lamaranku."

"Tapi kak..."

"Kamu nggak bisa terus-terusan seperti ini Arina. Sudah waktunya Andrian sekolah. Dia butuh seorang ayah."

LOVE WILL FIND A WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang