EPILOG

8.4K 360 9
                                    

Andrean's POV

Rasanya seperti aku baru saja melakukan perjalanan jauh. Lelah, haus dan tak bertenaga. Bahkan untuk sekedar membuka mataku saja terasa sulit. Tapi suara itu terus meraung-raung memanggilku. Menyayat hati hingga aku tidak tahan untuk segera terjaga.

"Arin, suamimu." itu ibu mertuaku. Kulihat dia menggendong buntalan yang aku yakin itu pasti si Nomor dua. Syukurlah bayi kami selamat.

Aku mengusap kepalanya karena si cengeng tidak mendengar kata-kata ibunya. Aku di sini sayang. Aku sudah bangun untukmu.

Dan lihatlah dia. Matanya yang besar seperti ingin melompat dari tempatnya. Wajahnya sembab, rambutnya tidak karuan karena basah dan sebagian menempel di wajahnya. Dia menutup mulut seakan tak percaya. Bisa kulihat dua cincin berlian di jari manisnya. Satu, cincin pernikahan kami, dan satunya cincin anniversarry kami yang ke-6 yang kuhadiahkan saat liburan yang lalu.

"Miss me?" Kataku lebih seperti gumaman. Aku baru sadar kepalaku diperban. Apa akhirnya aku dioperasi?

Dia mengangguk cepat dan langsung menghambur ke arahku. Menciumi setiap inchi wajahku tapi melewatkan bagian bibirku. Ah, seharusnya dia menghujaniku di bagian itu. Aku sangat merindukan pink flowerku.

"Jangan seperti ini lagi. Aku akan membunuhmu kalau kau menakutiku seperti ini lagi." Isaknya setelah puas dengan hujan kecupannya. Kulihat ada mom dan adik perempuanku yang terharu bersama ibu mertuaku. Aku mengacuhkan mereka. Tapi, dimana putraku? Apa dia baik-baik saja?

"Champ?" Aku tidak butuh jawaban karena si Tampan titisanku itu tahu-tahu muncul bersama Ron dan dokter yang membawa beberapa suster.

"Papa! Akhirnya papa bangun juga. Ayo sekarang kita kasih nama untuk dede Drian.  Kata mama, cuma papa yang boleh kasih dedek Drian nama. Ayo, Pa!" Katanya yang sudah dinaikkan ke sisi ranjangku oleh Ron. Aku mencium kepala jagoanku itu. Dia semakin tampan saja.

Semua orang tersenyum. Sang dokter pengertian dengan memberi kedipan pada istriku, tanda aku boleh melakukannya sebelum dia memeriksaku kurasa. Cih! Berani sekali dia bermain mata dengan istriku di depan kedua mataku.

Tapi sekarang yang terpenting bukan itu, karena istriku sekarang sudah mengambil alih bayi mungil kami dari tangan neneknya. Ya Tuhan! Dia mungil dan terlihat begitu rapuh. Bayiku. Belahan jiwaku yang lain.

"Princess?" Tanyaku memastikan.

"Yes, our princess." Jawab Arin singkat.

Huff! Cantik, syahdu dan sangat tenang dalam tidurnya. Bidadari mungilku. Aku ingin menangis saja rasanya.

"Berapa lama aku tertidur?" Tanyaku sambil membelai wajah si tukang tidur.

"Lima har dan itu sudah lebih dari cukup." Kekeh istriku yang kini sudah mendekati bayi kami ke dekatku. Suster sudah menaikkan ranjangku, hingga aku bisa duduk tanpa susah payah. Aku bahkan lupa kalau tenggorokanku ini sangat kering. Tapi hanya melihat si Mungil membuat dahagaku hilang seketika.

"Please forgive me, princess. Kamu harus menunggu lama papamu ini ya?" Aku mengecup kening merahnya. Aku jadi penasaran sebesar apa jemarinya. Pasti sangat mungil.

"Evangeline Cahya Putri Wijaya. Malaikat wanita pertama yang bercahaya, putri keluarga Wijaya." Ucapku lalu mengecup kening putriku. Dia sedikit terganggu tapi tidak terbangun.

Dan kulihat semua orang menyukainya. Setelah itu, Arin mundur dan si Jagoan diturunkan. Dokter dan para suster melakukan tugasnya. Aku jadi baru ingat. Bagaimana keadaan orang itu? Si Heroik yang sudah menamengi istriku dari peristiwa penembakan. Aku memang tidak menyukainya karena dia terus saja menginginkan istriku, tapi kini aku berhutang budi seumur hidup padanya. Karena dia sudah menyelamatkan dua belahan jiwaku. Istri dan anakku.

***

Arin's POV

Aku sangat bersyukur. Ketika aku melihat Andrean ambruk tanpa peringatan aku langsung menghampirinya. Tidak mempedulikan darah yang mengotori bajuku. Baby sitter memegangiku. Takut sesuatu yang buruk menimpa suamiku. Aku sudah diperingatkan. Keadaan tertekan bisa berakibat fatal bagi pasien amnesia seperti Andrean. Aku menjerit. Meneriaki namanya tapi kemudian ketubanku pecah. Semua body guard melakukan tugasnya dengan cekatan. Dua orang sudah membawa putraku ke dalam mobil anti peluru kami bersama baby sitter yang masuk bersamaku dan suamiku ke Elf yang berbeda dengan putraku. Aku pikir saat itu hidupku akan berakhir, tapi kami masih bersama dan aku tak henti-hentinya bersyukur akan hal itu.

Aku takut setengah mati saat itu. Tapi untunglah Tuhan masih melindungi kami dari orang-orang jahat. Meskipun aku begitu merasa bersalah, karena untuk menyelamatkanku, seseorang terluka.

Kak Rama. Dia sudah menceritakan segalanya pada polisi. Dia mengetahui rencana Natasya Renault untuk menghabisiku. Wanita ular itu. Dia tak henti-hentinya mengincar nyawaku. Kupikir setelah gagal beberapa tahun lalu, dia melupakan hasrat membunuhnya itu. Tapi tidak, dendamnya semakin menjadi karena Andrean telah menghancurkan kehidupan Natasya yang dulu bergelimang harta, dia juga menyalahkan Andrean untuk kematian ayahnya. Di satu sisi aku kasihan pada wanita ular itu, tapi jika membayangkan jika dia bisa membahayakan keluargaku, aku benar-benar membencinya.

Dan Setelah dilakukan penyelidikan, di ketahui juga kalau Natasya adalah dalang dari rencana pembunuhan Andrean di Bali. Tadinya kasus itu ditutup karena kurang bukti, tapi kini semuanya jelas. Natasya Renault, dia harus menghabiskan sisa umurnya di hotel prodeo dan mempertanggung jawabkan perbuatan jahatnya.

Sedangkan kak Rama, dia tidak terbukti bersalah dan hanya diminta keterangannya untuk menjadi saksi. Sekarang dia sedang masa pemulihan pasca operasi. Syukurlah peluru itu hanya mengenai bahunya.

"Jangan bilang kau mau menjenguk si heromu itu. Aku tidak akan mengijinkannya." Larang Andrean ketika dia melihatku sedang memilih baju di ruangan wardrobe kami.

Aku tersenyum dan mengecup sebelah pipinya. Dia selalu menggemaskan ketika sifat pencemburunya kumat. Kenapa juga dia masih cemburu pada kak Rama kalau dia tahu jantungku hanya berdebar untuknya dan wajahku hanya bersemu karenanya.

"Aku akan ke departement store mencarikan outfit buat pangeran kita yang akan ikut turnament minggu depan. Dan berhentilah cemburu. Kau sudah punya dua anak Tuan Wijaya." Kataku sambil merapikan kancing kemejanya yang terlepas.

"Bagaimana aku tidak cemburu. Bisakah kau melihat tatapan orang-orang saat melihatmu. Dan salahkan dirimu. Kau ibu muda yang hot. Bagaimana bisa setelah melahirkan dua anak kau masih sesexy ini. Errr....!!! Aku tidak sabar sampai nifasmu selesai. Aku akan buat kau gendut lagi, agar para pria tidak mau mendekatimu."

Aku terbahak di dalam kurungan lengan kekarnya. Bagaimana bisa dia mengatakan itu ketika bayiku baru berusia seminggu. Tapi aku akan melakukan apapun agar dia bahagia. Dia berkali-kali hampir kehilangan nyawa karenaku, kurasa satu hidupku ini masih belum cukup untuk berterima kasih padanya.

"As you wish. Happy?" Kataku sambil melingkarkan tanganku di lehernya. Dan ketika aku melihat senyum di wajahnya. Aku sangat bahagia.

"I love you my pink flower, my wild cat, my genius wife till the end of time."

"And I love you more my hubby, till the end of time."

Dan akhirnya aku tidak jadi pergi karena dia memilih merusak make up tipisku dan membasahi semua sisi aman tubuhku tanpa harus bermain dengan yang bawah. Ah, dasar seenaknya. Tapi seperti yang aku katakan, aku bahagia. Cintanya telah menemukan jalan pulang kepadaku, sebagaimana cintaku telah menemukan jalan kepadanya. Love will find a way. Cinta akan menemukan jalannya. Bukan begitu?

LOVE WILL FIND A WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang