Arin's POV
Aku pasti sudah gila. Dia adalah pria yang dulu kubenci dan mungkin masih kubenci. Penghancur mimpi-mimpiku. Seorang arrogant yang otoriter. Tapi lihatlah sekarang. Aku membiarkannya menjelajahi satu-satunya hartaku yang tersisa. Kesucianku.
"Base 2...Clear" kekehnya setelah membuat banyak jejak di leher jenjangku.
Dia menyeringai karena aku seperti manekin bernyawa. Pasrah tanpa perlawanan. Bagaimana aku bisa melawannya kalau kepalaku penuh dengan pergumulan sengit antara hati dan logika warasku. Dan jangan lupa, aku baru saja meminum obatku. Yah, mungkin ini efek obat yang membuatku lemah tak berdaya. Ya Tuhan! Aku ini sedang sakit.
Di satu sisi, logikaku mengatakan ini salah. Kami bahkan baru menikah siri. Mungkin saja Andrean hanya mempermainkanku saat ini. Tapi di sisi lain, hatiku yang naif ingin memberi celah pada laki-laki yang sudah dua bulan aku nikahi ini.
"Hmm..Andrean..." Idiot. Aku sudah menahannya dari tadi, tapi erangan itu malah keluar ketika dia...ah....sedang bermain asik di dadaku. Menggelitik hingga tubuhku menggelijang.
Ah...dia...setiap sentuhannya membuat tubuhku bergetar hebat.
"Aku suka mendengarmu memanggil namaku....membuatku semakin gila." Kekehnya tanpa terlihat letih sama sekali, sedang aku, rasanya nafasku hampir habis karena perlakuannya.
Ingatkan aku untuk menahan diri agar dia tidak semakin gila. Tapi tiba-tiba aku merasakan desiran hebat yang tidak bisa kutahan, tanpa sadar aku melengkungkan tubuhku dan dia menahan pinggangku sembari mencium perutku yang rata.
"Orgasmemu yang pertama sayang. Tubuhmu merespon dengan baik...base 3 clear."
Aku sudah sangat kewalahan. Nafasku terengah-engah dan peluh sudah membanjiriku, membuat rambut panjangku lengket. Dan dia belum berhenti juga.
"Listen Babe, It's gonna hurt but I won't stop, okay? Jadilah kucing liar. Cakar aku, jambak aku, kalau perlu gigit aku kalau itu bisa membuatmu lebih baik. Hmm?" ucapnya ketika kedua kening kami menyatu. Dia...si Sok berkuasa ini terlihat bahagia. Nafasnya kini mulai memburu, dan tubuhnya sudah basah keringat juga, tapi aku bisa melihat matanya yang berapi-api. Semangat nan bahagia.
Dan tiba-tiba apa yang dikatakannya menjadi kenyataan. Aku menangis, meringis menjerit seperti anak lima tahun ketika dia mulai melakukan penyatuan. Mataku mendelik, kuku-kukuku mencengkram lengan dan punggungnya, tapi bukannya menjauh aku malah lebih merapatkan tubuhku padanya. Dan ketika nafasku hampir habis, aku ambruk di atasnya. Menyisakan deru nafas yang memburu serta jantung yang berdebum seperti genderang.
"Base 4..clear." ucapnya lalu memelukku erat serta mengecup keningku.
Aku sulit menjelaskan apa yang terjadi karena aku terus berdebat dengan isi hati dan pikiranku. Dan sekarang, tahu-tahu aku sudah ambruk di atas tubuhnya dengan tanpa sehelai benangpun. Entah kapan dia melucutiku pakaianku. Dan ketika aku berusaha membebaskan diri dari pusakanya, dia mengerang.
"Damn pink...kau membangunkannya lagi."
Seringaiannya membuatku takut dan ketika dia mengatakan...
"Ronde 2."
Aku hanya melotot dan langsung tersentak di bawahnya ketika dia berguling dan menindihku. Lagi. Demi apapun juga! Aku sedang sakit.
***
Setelah pergumulan panas yang panjang, sepasang suami itu masih terlelap dalam mimpi indahnya. Andrean begitu perhatian. Sesudah mengakhiri ronde pertama mereka, Andrean memakaikan pakaian pada tubuh mungil Arin yang ambruk seperti tak bertulang. Sebenarnya Andrean ingin lanjut ke ronde 2, tapi sayangnya Pink sudah tertidur, mungkin karena kelelahan, atau mungkin karena pengaruh obat flunya.
Andrean bangun lebih dulu. Dan ketika dia melihat bidadarinya tengah terlelap di dadanya, Andrean sangat bahagia. Dia pikir dia harus menunggu bertahun-tahun untuk dapat memiliki Arin seutuhnya. Tapi kini semuanya terasa sempurna. Di sentuhnya kening Arin yang terlelap seperti bayi.
'Tidak demam. Aku pikir sakitnya akan tambah parah. Hehe.'
Andrean mengambil handphonenya yang tergeletak di nakas samping tempat tidur. Banyak pesan dan miscall dari asistennya dan dari...rumah?
"Halo Ron! Ada masalah apa?" tanya Andrean sambil mengelus rambut istrinya yang masih sangat terlelap.
"Oh, baiklah. Bilang pada pak tua itu, aku akan ke rumah siang atau sore nanti. Hmm...ya batalkan semua rapat hari ini."
Arin menggeliat sambil sedikit mendesah sexy membuat Andrean tegang. Tapi dia tidak ingin mengganggu istrinya yang lebih merapatkan tubuh mungilnya, mencari kenyamanan di dada Andrean yang bidang.
Sejam.
Dua jam.
Tangan Andrean terasa sangat pegal karena main gadget hanya dengan satu tangan. Dia sudah membaca morning news, mengecek harga saham, dan mengecek jadwalnya untuk tiga hari ke depan untuk mengisi waktu. Andrean baru saja hendak meletakkan telepon genggamnya ketika Arin menggeliat lagi. Andrean menutup sesaat matanya, karena setiap gerakan Arin membuat tubuhnya bereaksi.
'Damn!'
Arin mulai terjaga. Dia melihat Andrean yang memasang senyum dewanya tanpa berkata-kata. Arin mengerjap-ngerjapkan matanya, seolah sedang mengumpulkan memori. Lalu matanya membulat, tapi kemudian lega ketika melihat dia tidak telanjang. Tapi kemudian mencebik ketika menyadari siapa yang mungkin memakaikan baju padanya. Arin masih mengerjap-ngerjapkam matanya. Senyum Andrean menjadi lebar, dan menjadi kekehan sambil melipat tangannya di dada ketika Arin sudah bangkit namun masih terlihat linglung.
"Kepalamu pusing?"
Arin mengangguk dan menggeleng cepat kemudian. Sedang Andrean masih saja terkekeh bahagia.
"Sepertinya, olah raga semalam menyembuhkan demammu. Lain kali kalau demam, jangan minum obat, biar aku yang menyembuhkanmu. Understood?"
Arin lagi-lagi mengangguk cepat. Dia gugup setengah mati.
"Ah, ya Tuhan...kau menggemaskan sekali." ledek Andrean lalu mencubit hidung mungil Arin, yang membuat Arin langsung melarikan diri.
"Aku mau mandi...akh.."
Andrean yang panik melihat Arin terjatuh langsung bangkit dengan tubuh polosnya dan mengangkat bayi besar menggemaskannya.
"Oh baby, I'm sorry. Aku membuatmu sampai tak bisa jalan ya. Aku memang penjahat." Ucap Andrean dengan bangganya.
"Aku mau mandi." Cicit Arin malu setengah mati, terlebih dia sadar saat ini suaminya tidak mengenakan apapun.
"Okay, biar aku bantu. Aku juga mau mandi."
"APAA? Tidak tidak... Aku mandi sendiri." tolak Arin dengan wajah yang sudah seperti lobster rebus.
"Haha. Kau sangat menggemaskan. Ayo mandi bersama. Understood?"
Dan Arin hanya bisa pasrah sambil menggigiti bibirnya ketika Andrean mengangkat tubuhnya yang seringan bulu ke kamar mandi.
Arin masih saja berdebat dengan isi kepalanya. 'Apakah ini sungguh-sungguh cinta?'
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WILL FIND A WAY
RomanceArin adalah gadis yang nyaris sempurna. Cantik, ramah dan cerdas. Di usianya yang baru menginjak 15 tahun, dia berhasil mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi negeri favorit. Dan ketika usianya genap 17 tahun, dia sudah menyelesaikan jenjang sarja...