FINAL PART ( THE WIJAYA's )

7.2K 350 23
                                    


Andrean baru saja selesai meeting koordinasi yang dihadiri para petinggi perusahaan. Hari ini dia berpakaian agak casual. Kemeja putih yang dipadu dengan jas kotak-kotak berwarna kalem. Sialnya, si Wijaya Senior juga mengenakan setelan yang sama dengannya. Risih rasanya. Setelah sekian lama dia jual mahal pada ayahnya, kini dia tengah berusaha memperbaiki keadaan. Demi putra kesayangannya. Demi keluarga yang dicintainya.

Ayah dan anak itu jalan berdampingan dengan dasi yang sama-sama sudah dilepaskan. Mereka sedang menuju mobil mereka masing-masing. Tempat dimana supir tengah menunggu mereka.

"Terima kasih telah menemani putraku." Ujar Andrean memecahkan keheningan di antara mereka.

"Hmm. Dia cucuku. Aku akan melakukan segalanya untuknya. Menebus dosaku yang telah silam. Terima kasih karena sudah memberikan kesempatan kepada pak tua ini untuk memperbaiki kesalahannya."

Andrean berdeham. Apa ini? Kenapa bicara dengan ayah sendiri harus secanggung ini? Dia tidak menyangka akan sesulit ini. Mereka memang tidak seakrab Andrean dan Drian, dua-duanya pribadi kaku dan dingin, tapi ini agak keterlaluan. Arin pasti akan menertawakannya jika melihat interaksi mereka yang kaku dan hambar ini.

"Aku akan mengirim supir untuk menjemput cucu dan menantuku besok. Pastikan kau mengijinkannya." Ucap Wijaya senior sebelum akhirnya masuk ke mercedes hitamnya.

"Cih, lihatlah pak tua itu! Dikasih hati minta jantung. Lihat saja kalau dia membuat istriku menangis karena ucapan atau perilakunya."

Ron yang mendengarnya hanya terkekeh. Like father like son. Pikirnya.

"Ada yang lucu Ron? Sepertinya kau menikmati pertunjukan barusan."

Ron berdeham dan mencoba menahan senyumnya. Setelah ini mereka masih ada lunch meeting dengan kolega baru mereka.

"No Boss. We almost late. Shall we?" Ucapnya membukakan pintu untuk Bossnya dan masuk sesudahnya. Andrean berdecih kesal. Dia bisa lihat kalau Ron masih saja menahan diri untuk tidak menertawakannya.

Andrean terlihat serius memikirkan rencana ayahnya yang ingin menjemput anak dan istrinya berkunjung. Istrinya sedang mengandung sekarang, dia takut terjadi sesuatu padanya. Bahkan memikirkannya saja Andrean tak mau. Tapi, entah kenapa dia yakin semua akan baik-baik saja sekarang. Setidaknya dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri. It's over now. It's ending and it's happy. Happily ever after.

***

Keesokkan harinya.

Tepat pukul delapan pagi. Ketika kediaman Wijaya tengah sangat sibuk dengan rutinitas pagi, bell pintu berdering.

"Drian nggak mau sama Oma. Drian mau papa yang memilihkan sepatu Drian." Rengek sulung yang selalu manja pada papanya.

"Papa belum bangun sayang. Sama Oma saja ya, Pintar?"

"I'm here." Ucap suara bariton yang langsung membuat si Sulung berbinar.

Arin yang sedang mengecek tas keperluan sulung memutar bola matanya. Satu lagi bayi yang harus diurusnya.

"Morning mama. Ma princess. Morning Champ." Ucap Andrean yang keluar dengan hanya mengenakan celana piyama dan kaus singlet buntungnya. Memberi kecupan satu persatu pada keluarga kecilnya.

"Morning. Could you please? Drian selalu seperti itu jika ada kau."

"Hmm. I know. It's okay. Minta tolong Oma atau pengasuh untuk merapikan Angeline, kamu juga harus bersiap-siap bukan? Ah ya, aku akan mengantar kalian baru berangkat meeting." Ucapnya lalu mengecup sekilas, pink yang selalu menjadi candunya.

"Aish Andrean. Berhentilah melakukan itu di depan anak-anak. Aku malu." Keluh Arin dengan pipi meronanya. Mereka akan memiliki tiga anak, tapi kelakuan Andrean masih seperti ABG. Dasar.

LOVE WILL FIND A WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang