Kroni

6.7K 370 1
                                    

Andrean's POV

Sesaat setelah Arin menutup pintu, dia melihatku sekilas lalu berkata dengan gugup kalau dia akan merapikan kamar. Aku mengikutinya. Melihatnya merapikan ranjang kami yang berantakan. See? Dia jelas-jelas menghindariku.

"Apa kau tidak akan membiarkanku lewat?" ucapnya dengan nada kesal ketika aku berulang kali menghalangi jalannya. Dia bukannya tidak tahu kalau aku sengaja membuatnya kesal.

"Kau menghindariku. Apa aku berbuat salah?"

Dia menggigiti bibir bawahnya. Aku bertanya-tanya apa dia melakukan hal itu juga jika di depan pria lain. I hope not.

"Tidak ada. Biarkan aku lewat. Aku harus ke laundry."

Tidak semudah itu. "Kalau begitu lihat aku." Tantangku ketika aku sudah menjatuhkan cucian kotor yang dipegangnya.

Sedetik. Dia melihat sekilas lalu menghindari tatapanku terang-terangan. Apa-apaan ini?

Aku yang tidak sabaran langsung menyudutkannya di tembok. Memerangkap tubuh sexy miliknya yang kini menjadi canduku.

"Andrean please! Ini masih pagi dan aku tidak mau mandi lagi. Jangan menyentuhku!" Ucapnya mendadak garang padaku. Berani sekali dia melarangku menyentuh milikku sendiri.

"Aku tidak perlu ijinmu untuk menyentuh milikku sendiri." Ucapku mulai membelai kulit wajahnya yang mulus dan memabukkan.

Kulihat dia memejamkan mata dan bergidik. Sangat menggemaskan.

"Putramu ingin bermain bersamamu."

Aku tersenyum. Dia memang cantik dan genius. Tahu saja cara untuk mengendalikan dan membujukku.

"Baiklah. Tapi setelah kau mengatakan kenapa kau menghindariku?" Ucapku mulai mengendus-endus lehernya. Aku bisa merasakan tubuhnya terangsang. Aku memang hebat.

"Tidak ada apa-apa. Percayalah."

Aku terus memaksanya sambil memberikan sentuhan kecil dan lembut, sehingga dia menyerah padaku.

"OKAY FINE! Aku malu. Aku malu karena semalam aku... aku seperti wanita jalang. Aku terlalu liar. Maaf. Kurasa aku menggigitmu semalam. Aku memang- idiot."

Aku mendelik tak percaya dengan isi kepala si Genius ini. Aku begitu puas semalam, tapi dia berfikir seolah-olah dia telah menyiksaku? Oh yah ampun! Aku sangat menginginkannya saat ini.

"Kau melukai harga diriku my pink flower. Hanya karena sakit kepala sialan ini, bukan berarti kemampuan juniorku berkurang. Apa kau ingin bukti?"

Dia menaikkan alis yang membuatku ikut menaikkan alis juga. "Apa?"

"Kau sudah ingat?" Tanyanya membuatku bingung.

Aku tidak tahu ingatan mana yang ia bicarakan. Semalam memang sekelebat-sekelebat memori menyiksaku. Tapi semuanya masih kabur. Hanya satu hal yang kutahu. Begitu aku menyentuh Arin, memori itu akan menghampiriku. Menyocokkan memori tidurku dengan koneksi sumbernya kurasa. Mungkin.

"Oh! Kau memanggilku pink flower tadi. Kupikir ingatanmu sudah kembali."

Aku menyatukan keningku dengan keningnya yang hangat. Nafasnya teratur. Dia mengendalikan lustnya dengan sangat baik. Tidak sepertiku.

"Jadi pink flower adalah panggilan kesayanganku untukmu? Hem?"

Dia mengangguk dengan tubuh yang kini sudah mulai dikuasainya lagi. Kalau saja putraku tidak ingin bermain denganku, aku pasti sudah bermain dengan tubuhnya saat ini.

"Pasti karena bibirmu ini kan?" Tanyaku dengan sekilas kecupan lembut.

Dia tersenyum. Tebakanku benar. Lalu 5 minutes morning kiss pun terjadi. Hanya itu, karena aku harus membuat quality time dengan putra semata wayangku. Jagoanku yang tampan.

***

Arin's POV

Aku cemas. Semalam sepertinya Andrean sangat kesakitan. Sedang aku ingat dia membuang botol obatnya kemarin, jadi ya...aku mengalihkan rasa sakitnya ke hal yang lain. Tapi sepertinya itu berhasil. Karena entah bagaimana dia seperti lupa dengan nyeri yang entah seberapa hebat di kepalanya. Aku adalah anastesi baginya. Itulah yang dikatakannya. Dan aku rela jika dia melampiaskan nyeri itu walau sebagai gantinya dia memberikan nyeri hebat di tubuhku ini.

Pukul 10.30

Aku sedang berada di cafe dekat kantor Andrean ketika kak Rama datang. Dia baru saja pulang dari tugas luarnya. Tapi begitu mengetahui aku tidak ada di rumah kontrakanku, dia langsung menghubungiku.

"Ini tidak benar Arina. Kau tidak boleh bersamanya. Kalau saja publik tahu, kau akan dituduh sebagai perebut tunangan orang, dan Andrian..mereka juga akan menggunjingkan masalah statusnya. Apa kau rela seperti itu? Heh?"

Aku memandang mata kak Rama yang menyala-nyala. Rasa bersalah menghampiriku. Pria di hadapanku ini sudah sangat setia menjagaku dan Andrian selama empat tahun. Tak pernah menyerah dengan setiap penolakanku, dan tak henti menjadi sandaran hidupku. Aku merasa wanita paling jahat. Setelah berselingkuh dari suamiku, kini aku kembali begitu saja padanya dan meninggalkan pria hebat ini.

"Aku minta maaf, kak. Aku tahu mungkin segalanya akan lebih sulit nanti, tapi aku tidak bisa hidup tanpanya. Kakak tahu aku mencoba melupakannya selama ini. Tapi kakak paling tahu, aku bahkan tidak pernah sekalipun melepas cincin ini dari jariku."

Ya. Cincin yang orang-orang pikir adalah cincin pernikahanku dan kak Rama, sebenarnya adalah cincin pernikahanku dan Andrean yang selalu aku jaga selama ini. Satu-satunya barang pemberian yang aku bawa dan tak rela kulepaskan.

"Jadi, aku sama sekali tak ada artinya buatmu?"

"Jangan skeptis seperti itu Tuan pengacara. Kau dengar apa yang dikatakan istriku. Hai wild cat! I miss you."

Aku memutar bola mataku ketika aku mendengar suara bariton itu. Perlukah ia menyindirku dengan panggilan itu? Kulihat dia tersenyum lalu mengecup keningku. Dia memang tidak bisa dipercaya. Sudah kubilang jangan menyusulku, dia malah sengaja datang dan memperkeruh suasana. Apa katanya I miss you? Kami bahkan baru berpisah 15 menit yang lalu.

"Don't be too much passion on it! Kau dan keluargamu atau bahkan musuh-musuhmu akan terus berusaha menyakiti Arina. Dan saat itu tiba, Arina tahu kemana dia harus pergi. Jadi berusahalah sekuat mungkin untuk melindunginya sebelum aku mengambilnya dengan tanganku sendiri."

Andrean geram. Tapi kemudian mereda ketika aku memegang lengannya. Kami sedang di tempat umum dan aku tidak ingin kami menarik perhatian publik.

Kami membiarkan kak Rama pergi dengan kekesalannya. Lalu tak lama, suara malaikat cilikku terdengar juga.

"Mama...!

Aku melihat putraku berlari ke arahku. Di belakangnya ada dua orang pria yang juga menuju ke arah kami. Aku tersenyum. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan pria yang datang bersama Roni itu.

Kutangkap putraku ke dalam pelukan lalu menyapa kenalan lamaku itu. Senyumku mengembang lagi ketika melihatnya.

"Salam, Angel. Sanga ye?"

















































































* Ta sanga ye? Artinya Apa kabar  (bahasa pakistan)

LOVE WILL FIND A WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang