"Ya udah sih, biarin aja. Kalo penting juga balik lagi."
***
"Maksudnya?" Nanda mengerutkan kening atas jawab si Aldebara.
Diam-diam Bara menatap Nanda, bukan main coklatnya—sekali lagi—Bara kata mempesona. Boleh dibuktikan, beberapa detik pertama saja Bara tidak bisa dialihkan.
Yang bisa mengalihkannya hanya kata dari bibir kering si Mata Coklat yang berkata, "Lo gak niat nge-bully gue gegara gak sengaja nabrak lo, kan?" Nanda ingat betul kata sahabatnya yang menginformasikan cowok itu bisa saja salah paham atas kejadian tadi.
"Itu gue beneran kaga sengaja nabrak lo kok," ucapnya lagi, karena bibir merah muda si Aldebara tak terlihat akan bersua.
Bara yakin seratus persen atas informasinya, ia sudah pastikan sendiri dari iris coklat itu kalau si Gadis Berbibir Kering terlihat tak tertarik padanya.
Atas dukungan warga cacing dalam perutnya Nanda berubah pikiran, maka dari itu ia berkata, "Atau lo mau teraktir gue beneran lagi?" Ada tanya dalam nadanya yang datar tapi penuh suka cita.
Bara mungkin tidak berfikir beberapa detik sebelum menemukan fakta, bahwa bisa saja gadis itu tidak akan tertarik padanya kecuali kesukaannya ditawarkan. Maka dari itu si Adonis mengangguk dengan senang dan datar.
Nanda tersenyum, mengekspresikan senangnya, ia menarik kursi kosong dari meja lain untuk duduk di hadapan si Aldebara. Untung masih ada bangku, kanti makin eksis saja kalau siang.
Namun, ketika hampir saja ia duduk di bangku, gerakannya harus terhenti karena si Aldebara yang bangkit dari diamnya. Menggeser bangku di hadapannya untuk berada di samping kanannya, sementara di samping kirinya ada bangku yang tadi ditepuknya, terabaikan.
Nanda hanya mampu mengerutkan kening melihatnya, ia menoleh ke segala arah karena bingung, ia harus mengambil bangku lagi?
Namun, ketika mata hitam itu menatapnya, kemudian tangannya menepuk bangku di sampingnya hingga menimbulkan suara lumayan keras yang membuktikan kokoh tangannya, Nanda baru jelas apa artinya.
Ia mengangguk untuk persetujuan, tentu saja lebih cepat lebih baik, tentu saja cepat makan semakin baik.
Ketika pantatnya terasa nyaman, tidak dengan fikirannya. Nanda menggaruk daun telinganya untuk mengalihkan perhatian atas tidak nyaman yang ditimbulkan tatapan kaum hawa yang seakan mengibarkan bendera perang padanya
Kecuali para sahabatnya yang menatapnya tidak percaya, apa maksudnya?
"Bukan apa-apa nih. Gue kok rada kaga enak duduk di sini, ya?" ucapnya, masih menatap sekitar.
Bara mengerutkan kening, dalam diam bertanya 'kenapa'.
Nanda yang mulai ahli bahasa tubuh karena si Aldebara, berkata, "Lo sadar gak, sih. Tatapan orang-orang kayak mau bunuh gue gitu? Atau perasaann gue aja?" Tiba-tiba pandangannya menerawang seakan bicara pada dirinya sendiri.
"Santai, duduk aja. Lebih cepet lo duduk, lebih cepet lo makan. Lo bisa makan sepuasnya."
Setuju, Nanda langsung duduk atas dukungan cacing dalam perutnya. Tidak sadar kalau tatapan setajam silet si Aldebara sedang menyayat ke sekitarnya.
Mata Nanda berbinar, senyumnya merekah begitu saja, lupa kalau ia belum pesan. Ia akan bangkit lagi untuk memesan, sebelum telapak tangan besar itu mencekal miliknya.
Dalam sekejap, Nanda mendengar suara pekikan di sekitar sangat jelas untuk dikata sapaan tak jelas. Ia megusap kelopak matanya, setelah menatap sekitar yang keseluruhan berpusat pada telapak tangan Bara yang mencekalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTERO (Completed)
Teen FictionBest cover @prlstuvwxyz. Ini cerita lama rasa baru, alurnya sama tapi ada bedanya. Baca berita noh untuk tahu kelengkapannya. "Woi!" Nanda berusaha mengejar langkah lebar cowok tinggi yang sudah jauh melangkah di hadapannya. Tidak ada tanda-tanda c...