HAI
Do u miss this story?
(Q bagian pertama)
Enjoy
-
Sebenarnya Yoongi bukan lupa pada skripsi, hanya saja dia memang sedang tidak ada motivasi untuk meneruskannya. Mengingat perihal hati dan lingkungannya yang akhir-akhir ini dipenuhi kejutan-kejutan baru, Yoongi menjadi semakin jauh dengan laptop dan skripsi.
Tidak, dia tidak lupa apa yang menjadi konsentrasi dalam skripsinya. Sekali lagi, Yoongi tidak lupa pada skripsinya, dia masih memiliki tanggung jawab mengenai 'tulisan akhir yang menyebalkan' itu. Dia hanya butuh istirahat 'sejenak', meskipun sejenak itu subjektif waktunya alias tidak ada ketentuan pasti, haha.
Yoongi tidak tahu harus bersyukur atau mengumpat karena tadi pagi Namjoon dan Hoseok mengingatkannya tentang skripsi. Yoongi hanya mampu menghela napas sembari terpekur pada layar. Tak tahu harus lanjut ke mana lagi. Buku-buku besar bertumpuk di sebelah laptopnya hanya formalitas rasanya. Sebagai niat, dan berakhir tidak dibuka. Nyatanya, Yoongi sungguh sedang buntu. Sungguh, dia tidak ingin menyalahkan ibunya yang tidak melahirkan dia dengan otak jenius seperti Namjoon.
Yoongi menghela napas lagi. Entah sudah berapa lama dia membungkuk di depan laptopnya. Dia mengerutkan kening ketika menyadari hanya dua baris saja dia berhasil melanjutkan skripsinya. Yoongi melirik kalender di ponselnya. Masih ada sekitar dua minggu untuk jadwal konsul dengan pembimbing. Tidak dosa kan kalau Yoongi menganggap itu 'masih'? Yoongi mengangguk mantap. Kali ini dia sedang tidak ingin mengingat pesan ayahnya yang mengharuskan dia mengganti kata 'masih' menjadi 'hanya tinggal'. Dia sudah terlalu lama hidup dalam dunia deadline, dude. Biarkan dia menggunakan kata 'masih' hari ini, oke?
Ketika dia mengangkat kepalanya untuk melihat sekitar, baru dia menyadari selama beberapa jam ini dia hanya sendiri di ruang tengah. Namjoon sudah berangkat ke suatu tempat sedangkan Hoseok masih berada di dalam ruangannya dan belum keluar lagi. Yoongi menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, berusaha mengurangi kekakuan lehernya yang sedari tadi berjuang dengan skripsi. Yoongi menoleh ke arah pintu depan. Keningnya bertaut. Ke mana Jungkookie dan Taehyung?
"Taehyung?"
Dia memanggil adiknya sembari melangkah ke pintu depan. Telinga Taehyung itu tajam. Jika Yoongi yang memanggil, meskipun dengan volume biasa, Taehyung akan tetap bisa mendengarnya. Yoongi tersenyum tipis mengingat fakta itu. Dia teringat ketika masih di Daegu.
Ketika itu dia dan Taehyung terpisah di sebuah pasar tradisional. Yoongi adalah tipikal orang yang tidak langsung memanggil ketika terpisah dalam kerumunan. Dia waktu itu hanya berjalan dengan panik, kemudian memanggil Taehyung dengan suara pelan. Dia sudah kelelahan. Yoongi waktu itu sungguh tidak menduga karena beberapa detik selanjutnya dia mendengar Taehyung berseru keras 'DI SINI HYUNG!' dan membuat Yoongi segera berlari ke arahnya. Dan selalu seperti itu. Radar Taehyung sepertinya sangat kuat terhadap suara Yoongi.
"Tae? Jungkookie?" Yoongi membuka pintu depan. Dilihatnya halaman depan yang sepi, tak ada seorangpun di sana. Dia menoleh ke semua penjuru.
"Permisi, apa tadi anda melihat anak-anak?" Yoongi bertanya pada satpam depan.
Satpam itu mengangguk dan segera memberitahu kalau Taehyung dan Jungkookie bermain di halaman belakang. Yoongi membungkuk singkat dan berterima kasih sebelum akhirnya berjalan sedikit cepat ke halaman belakang.
"Tae?" Yoongi memanggil lagi. Sepenuhnya perhatiannya teralihkan untuk mencari dua bocah yang tiba-tiba tidak ada tanda-tandanya itu. Skripsinya nanti saja, Yoongi harus menemukan adik dan bayi-empat tahun itu.
BRUK!
Yoongi mendengar suara benda jatuh, dan dia segera berlari ke arah sumber suara dengan panik. "Taehyung?!"
"Hueeeee...."
Yoongi membola, reflek berlari lagi. Matanya melebar, segera menyisir keadaan. Dia pun mendongak pada adiknya yang memucat. Yoongi ingin membentak, tapi bibir Taehyung tampak gemetar.
"Taehyung!" Taehyung tampak panik, tapi tetap bersikeras menjelaskan keadaan. Matanya bergerak ke sembarang arah, tidak tenang. Yoongi melihat itu segera membaca situasi. Dia menoleh antara adiknya dan Jungkookie yang berada dalam rengkuhannya.
"A-aku bisa jelaskan, hyung. Kami sedang bermain, dan—"
"Hueee....." Kalimat Taehyung terputus. Jungkookie menangis lebih keras, mengalihkan perhatian Taehyung dan Yoongi segera.
Yoongi menghela napas, Jungkookie tengah mencengkram lengannya dengan keras sembari menangis histeris. Sakit, tapi Yoongi memilih untuk membungkuk, meraih badan kecil Jungkookie sembari membisikinya kalimat-kalimat penenang.
Taehyung reflek bergerak ketika Yoongi mengangkat badan Jungkookie dengan hati-hati. Dilihatnya tangan kakaknya yang membawa badan bocah empat tahun itu, kemudian terpusat pada kaki kanan Jungkookie yang memar.
"Taehyung-ah, panggil Hoseok sekarang. Suruh dia bersiap. Hyung akan menunggu di garasi." Taehyung mengerjap dan mengangguk. Dia segera berbalik dan berlari menuju ke kamar Hoseok.
Sementara itu, Yoongi segera berjalan ke arah garasi. Dia berjalan sedikit cepat tapi sangat berhati-hati. Bibirnya tak henti mengucapkan kata-kata menenangkan untuk Jungkookie. Bocah empat tahun itu pun tampak mendengarkannya. Tangisnya tidak histeris lagi. Dia lebih tenang, hanya sesegukan sesekali.
"Astaga!"
"Hoseok!"
Yoongi menoleh ketika Hoseok dan Taehyung menyusulnya ke arah garasi. Hoseok sudah berpakaian lebih rapi—tidak menggunakan celana kolor lagi. Di lengannya juga sudah ada sebuah kunci. Hoseok bergegas membuka pintu mobil dan membantu Yoongi masuk bersama Jungkookie dalam gendongannya. Hoseok yang menyetir. Taehyung duduk di sebelah Hoseok, Yoongi dan Jungkookie duduk di kursi belakang.
"Bagaimana ini bisa—" Hoseok melirik cermin di atas kemudi, kalimatnya segera berhenti ketika Yoongi memberinya sebuah instruksi untuk berhenti. Dia pun sekilas melirik ke arah Jungkookie yang menyembunyikan wajahnya pada tubuh Yoongi, dan ke arah Taehyung yang tampak menunduk dengan bibir pucat pasi.
"Ke UGD rumah sakit terdekat, Hoseok-ah," titah Yoongi. Hoseok mengangguk, menginjak pedal gas ke tempat yang Yoongi perintahkan. Hoseok harus tenang, bung. Dia tidak boleh panik.
Yoongi pun demikian. Dia menatap Hoseok dan memberikan instruksi, seolah langsung terbaca tadi. Jangan panik, jangan bahas itu dulu. Karena, kalau mereka membahasnya maka anak-anak itu akan merasa ketakutan.
Yoongi tidak tahu pasti alasannya, tapi yang jelas dia tidak boleh bersikap terlalu menyalahkan. Yang harus dia lakukan sekarang adalah mengantar Jungkookie dengan segera, dan aman, meskipun dia sendiri merasa nyeri melihat kaki kanan bocah yang masih sesegukan dalam peluknya.
Yoongi menghela napas, kemungkinan terbesar dari tanda memar itu adalah kaki Jungkookie fracture. Mungkin, dan mereka berdua berharap ini tidak terlalu parah.
TBC
(Lanjutannya nanti ya. Habis dengerin konser ini..)
Dan saya ingin menangis karena tanggal 6 dan 8 desember BTS rilis sesuatu
7 desember ultah saya btw
Eh
HAPPY SATNITE
KAMU SEDANG MEMBACA
Angelic Sugar
FanfictionYoongi tak pernah ingin menjadi seperti Audy-tokoh dari novel Orizuka yang pernah dibacanya. Tapi ya krisis moneter saat mengerjakan skripsi membuatnya 'terpaksa' melakukannya. Ini hanya tentang Yoongi setelah bertemu Empat bersaudara yang mer...