#B

2.7K 398 21
                                    


            Tak perlu menunggu jam makan siang untuk melihat kantin tampak penuh oleh mahasiswa berbagai jurusan, karena memang tempat ini menjadi favorite mahasiswa universitas itu untuk melakukan berbagai keperluan. Mulai dari makan, nongkrong, diskusi tugas, sampai mengerjakan skripsi, tempat ini menjadi tempat yang pas dan nyaman melakukan itu semua.

Yoongi mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat kosong dan pas melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa tingkat akhir. Ketika pandangannya bertemu dengan seorang namja berambut soft-pink yang tengah melambai, Yoongi pun menghela nafasnya lega. Akhirnya dia bisa melepaskan tas dan buku-bukunya yang berat setelah lama berdiri mencari tempat.

Yoongi melangkah mendekati namja yang kembali teralih pada pisang coklat yang baru saja diantar petugas kantin. Segera dijatuhkannya buku-buku tebal itu di atas meja kantin yang tak dipenuhi oleh makanan-makanan itu.

"Rusak ganti, hyung. Jangan lupa."

"Peduli." Tak –nya dilesapkan, tanda Yoongi sudah malas berbicara.

"Pesan dulu gih. Hyung, rese kalau lagi laper."

"Iklan, huh?"

Namja itu tertawa.

Yoongi pun beranjak meninggalkan namja itu bersama buku-buku tebalnya untuk menyampaikan pesanannya ke counter.

"Kemarin kemana, hyung? Aku mencarimu di tempat biasa sorenya tapi kau tak ada."

"Ketemu mantan." Mantan ketua OSIS. Mantan gebetan. Mantan pujaan~

"Mantan yang mana? Memangnya kapan kau punya pacar? Memang kapan ada yang berani sama singa betina macam, hyung, dan menjadikanmu pacar."

"Lee Jihoon."

Namja itu tertawa lepas. Yoongi sudah mendengus kesal. Ungkapan Jihoon-namja itu- seratus persen benar. Dua puluh dua tahun kehidupannya tak pernah merasakan suatu hubungan yang bernama 'pacaran'. Yoongi cukup tahu diri karena sifatnya yang dingin, kaku, dan jutek itu cukup membuat siapa saja mundur kecuali orang kurang normal macam Lee Jihoon yang betah-betahnya bersahabat dengan seorang Min Yoongi.

"Aku ini spesial, jadi betah sama singa betina."

"Aku namja, kampret."

"Nama lainku Woozi, hyung. Bukan kampret."

"Bodo."

Min Yoongi mencibir, sedangkan Jihoon tertawa lagi. Namja bersurai softpink ini sepertinya benar-benar kurang waras.

"Harusnya kau sering-sering menjadi syugar, hyung. Pasti banyak yang mengejarmu." Woozi a.k.a Lee Jihoon tahu mengenai ekspresi manis Syugar yang dapat menaklukan anak-anak kecil itu. Sayang sekali ekspresi itu hanya tampak setahun sekali, saat Woozi memberikannya kado ulang tahun bergambar kumamon atau saat mereka pulang ke rumah Yoongi dan bertemu Min Holly.

"Diam, pendek. Lebih baik bantu aku mengurus ini."

Woozi melihat Yoongi membuka laptopnya dan tampak mengerjakan sesuatu. Setelah tahu apa yang dikerjakan hyung yang lebih tua darinya itu, Woozi kemudian mencibir.

"Kukira skripsi." Yoongi tampak serius mengerjakan sesuatu itu.

"Aku butuh makan, Jihoon-ah."

"Kau bisa hutang dulu padaku, hyung. Atau memintaku mentraktirmu juga tak masalah. Jika tidak, aku juga bisa membantumu membujuk ayahmu."

Woozi tahu seberapa keras Tuan Min, ayah Yoongi, itu. Dia bahkan sukses membuat Yoongi si pemalas menjadi pekerja part-time yang tekun selama hampir 4 tahun ini. Woozi mengenal Yoongi di tahun ajaran baru masuk universitas, tapi dia cukup dekat dengannya karena selama 4 tahun ini mereka sering bersama. Dia pun tahu perihal kemarahan Ayah Yoongi karena namja di sebelahnya ini justru mengabaikan pendidikannya selama setahun dan memilih travelling untuk mendalami fotografi dan musik.

Woozi juga tahu, kalau Yoongi ini keras kepala. Dia tidak pernah mau merepotkan orang lain. Dia bahkan rela tidak makan daripada harus berhutang pada sahabatnya. Bisa dihitung dengan jari berapa kali Yoongi pernah berhutang padanya. Ayah dan anak sama saja.

"Ayahku tidak akan peduli."

Woozi mendengus. Dia heran pada keluarga Min yang kaku. Ibu Yoongi yang marah-marah perihal keuangan Yoongi waktu Woozi berkunjung saja diabakan dua namja bermarga Min itu.

Woozi tahu kalau uang makan, uang sewa tempat tinggal, dan kebutuhan pribadi lainnya Yoongi tanggung sendiri. Kecuali uang kuliah, Ayah Yoongi tak memberikan sepeserpun pada anak kandungnya ini.

TAK.

Yoongi menekan tombol enter kemudian meregangkan kedua tangannya. Akhirnya selesai juga pekerjaannya. Dia pun menyeruput iced tea pesanannya dengan bahagia.

"Kudengar kau mengundurkan diri."

Yoongi mengangguk.

"Lalu, kau mau bekerja dimana lagi?"

Woozi tahu Yoongi tidak dapat hidup tanpa uang dari part timenya.

Sedetik kemudian badan Yoongi menegak dan menghadap Woozi yang sedikit terkejut dengan gerakan tiba-tiba itu. Dilihatnya Yoongi tengah tersenyum antusias sekali.

"Jihoon-ah. Bagaimana kalau aku menerimanya saja?"

"Apa?"

"Pekerjaan itu, hm.. Ah aku lupa bercerita padamu ya."

Kemudian Yoongi menghadap Woozi yang mulai menatapnya horor. Jarang-jarang Yoongi seperti ini. Pasti ada sesuatu.

Woozi pun hanya melongo mendengar keseluruhan cerita Yoongi, dimana yang bercerita hanya berekspresi datar meskipun sesekali tersenyum meninggalkan semburat merah yang membuat Woozi merinding sendiri.

Susah payah Woozi menutup mulutnya ketika Yoongi selesai bicara dan bertanya, "menurutmu bagaimana, Jihoon-ah? Ideku tidak buruk 'kan?"

"T-tunggu. Babysitter? Kau? Astaga bagaimana kalau Tuan Min-Ayahmu tahu, hyung? Kau penerus Min Corp., hyung!!"

"Dia saja tidak peduli aku makan atau tidak!"

"Ya—tapi ka! Huum!?!"

Yoongi sudah menyumpal mulut Woozi dengan sandwich yang dipesannya. Dia tak peduli dengan sanggahan sahabat yang lebih muda dua tahun darinya itu. Woozi mendelik tak terima, tapi Yoongi hanya tertawa memperlihatkan gummy smilenya.


tbc~

Angelic SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang