Jangan menunggu bahagia datang, tapi mulailah mencari bahagia dengan menghargai dia yang datang.
-Davi Exavario💍💍💍
Acara pesta telah selesai, sebagian tamu sudah pulang, namun Davi dan Rani masih duduk di kursi bar pinggir kolam.
Pandangan mereka tertuju pada langit yang memberi kesan keindahan di malam ini.Davi menunjuk satu bintang yang menurutnya paling terang, "Liat deh, bintang itu seperti lo, di antara banyaknya bintang, tapi hanya dia yang paling terang." Katanya dengan senyum manis. Davi tidak menggombal, setiap kata yang keluar dari mulutnya secara spontan, tanpa perintah.
Rani ikut melihat di mana telunjuk Davi terarah, lalu senyumnya mengembang ketika melihat bintang yang orang sebut bintang kejora, bintang paling terang di antara beribu bintang lainnya.
"Gombal," di saat seperti ini, Rani justru mengingat Dava. Davi dan Dava hanya memiliki sedikit perbedaan, tapi ini hanya penglihatan Rani sesaat, bisa saja nanti dia akan mengelak bahwa Davi dan Dava itu sama.
"Ran, gue itu paling gak suka ngegombal," Davi melirik Rani, perempuan itu hanya tersenyum menanggapi.
Lalu, entah mengapa Davi melihat sesuatu yang berbeda pada Rani, perempuan itu seperti tersenyum dalam kesedihan. Davi menggeleng samar untuk mengenyahkan pemikiran itu.
"Kenapa sih orang suka banget make topeng?" tanyanya, kembali memandang langit, seolah pada langit itu dia bertanya.
"Gak tau," iris cokelat Davi kembali terarah pada Rani, melihat perempuan itu yang tengah menatap ke atas, di mana sang awan berkumpulan, mungkin ingin mendiskusikan sesuatu.
"Lo yang gue singgung, Ran, masa sih lo ngga tau alasannya." Davi memang seperti itu, apa yang ingin ia katakan, tidak akan dia pendam, langsung mengungkapkan walaupun beresiko.
Rani melirik Davi, sejenak, sebelum iris legamnya kembali menatap langit. "Gue tau kok, tapi ngga semua hal butuh alasan," perempuan itu berhenti, untuk menormalkan degup jantungnya yang kali ini berdetak dua kali di atas normal, "Sama halnya dalam jatuh cinta, kita ngga butuh alasan." Davi menatap Rani, Rani juga menatap Davi, mereka jatuh dalam tatap.
Keduanya sama-sama bungkam, bersama tatap yang tak kunjung menghilang.
Hingga sebuah suara menginterupsi, mereka sama-sama menoleh.
Dan, tak jauh dari jarak mereka, Zelda, Adel dan Via, berdiri, menatap mereka dengan tatapan yang berbeda-beda.
Zelda dengan tatapan kosongnya, tatapan Via tak bisa diartikan dan Adel dengan mata memicing.
Tadi, suara Adel yang memanggil nama Rani membuat Rani mengerutkan alisnya.
"Udah larut, nih. Ngga mau balik apa?" tanya Adel setengah berteriak, karena jarak mereka yang tidak begitu dekat.
Tersadar, Davi dan Rani sama-sama melirik jam di pergelangan tangan mereka masing-masing, lalu keduanya saling melirik, kemudian tertawa. Ternyata waktu yang mereka habiskan berdua cukup lama, sama-sama tidak ada yang mengingat waktu. Bagi Rani ini adalah kenyamanan keduanya bersama laki-laki yang tanpa ada ikatan darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fate (Completed)
Teen FictionSequel INABILITY, bisa dibaca terpisah:) Menyembunyikan perasaan perihal biasa, berpura-pura tidak suka meski sebenarnya suka. Itulah yang Zelda lakukan, Zelda menyukai Davi, tapi yang dia tahu Davi menyukai Rani dan yang tidak dia tahu Davi menyuk...