Ada yang datang lalu pergi, ada yang melepaskan lalu mengejar.
-Uknown
🍁🍁🍁
Pagi itu telah menyambut sepi, tak ada lagi senyum yang biasa terlukis, tatapan tak suka yang jika pagi akan menyambutnya kini telah pergi. Semuanya telah hilang dalam waktu sekejap mata, dalam waktu sedetik saja semua sudah berusaha dia lupa.
Zelda menuruni anak tangga rumahnya, telah siap untuk ke kampus. Perempuan itu menghela napas saat pemikiran tentang laki-laki yang sempat mengisi kekosongan hatinya muncul lagi.
Zel, lo berdua itu gada hubungan lagi, jadi gak usah lagi ingat dia.
Zelda merutuk dalam hati, dia mempercepat langkahnya sampai di meja makan. Mama-papanya, Ivan dan Zerina menatapnya khawatir.
Zelda membalas tatapan khawatir itu dengan senyum, seolah meyakinkan mereka bahwa dia baik-baik saja, walaupun sebenarnya keadaannya takan pernah baik lagi, karena kenangan dalam waktu detik itu telah mampu menarik perhatiannya, kenangan yang menghancurkan itu telah mampu mengosongkan hatinya.
"Zelda lapar, Ma." Katanya dengan nada merajuk agar mama tidak lagi khawatir.
Mama tersenyum, "Ini." Wanita berumur itu mengambilkan anak bunsungnya roti dan selai.
Zelda menerima uluran piring dari mamanya.
"Makasih."
Yang bisa mereka tangkap adalah keceriaan Zelda telah kembali, tapi yang tidak bisa mereka tangkap luka masih ada yang tertoreh di hati Zelda.
"Bentar kakak yang anter aja," Zelda mengangguk pada Ivan.
"Obat kamu jangan di lupa ya, Zel. Jangan telat makan." Kali ini Zerina yang mengingatkan, membuat Zelda membeku, kunyahannya yang tadi dia percepat kini melambat di dalam mulutnya.
Lagi-lagi tentang kenangan, tentang perhatian yang sempat datang, mantan calon tunangannya juga pernah berkata seperti itu.
"Kenapa, Zel?"
"Gak apa-apa." Zelda kembali menguyah roti dan segera meminum susunya, tak tanggung-tanggung segera dia teguk segelas susu hangat itu.
Dia harus mempersiapkan tenaganya, menguatkan batinnya jika sebentar dia bertemu dengan Davi.
"Zelda udah siap kak, ayo." Perempuan itu mengambil ranselnya, rambutnya yang selalu dia biarkan terurai itu sedikit mengembang kala hembusan angin menerpanya lewat jendela dapur.
Ivan mengangguk, setelah pamit kepada orang tua dan kakak pertama mereka, keduanya berangkat.
"Gak usah dipikirin, apa pun yang terjadi semalam lupain aja." Ivan menginjak pedal gas mobilnya, keluar dari pekarangan rumah mereka.
"Udah gue lupain, kok. Malas juga ingat-ingat yang itu." Zelda memasang tampang kesal, sebab kakaknya masih mengingat kejadian semalam.
"Benaran?"
"Benaranlah."
Ivan mengulum senyum melihat wajah kesal adiknya itu.
"Zel, teman lo yang Leo sepertinya suka sama lo deh, semalem aja ngeliatin lo hampir jadi tunangan Davi dia hampir--"
"Udah deh, kak. Kesal tau ... bahas itu mulu." Zelda mengerucutkan bibir dan Ivan tertawa.
Hanya cara seperti ini dia bisa membuat adiknya untuk tidak mengingat semua itu, untuk tidak mengingat harapan yang telah gagal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fate (Completed)
Teen FictionSequel INABILITY, bisa dibaca terpisah:) Menyembunyikan perasaan perihal biasa, berpura-pura tidak suka meski sebenarnya suka. Itulah yang Zelda lakukan, Zelda menyukai Davi, tapi yang dia tahu Davi menyukai Rani dan yang tidak dia tahu Davi menyuk...