Perasaan ngga bisa di tebak, lain di mulut lain juga di hati.
-Davi Exavario
🍁🍁🍁
Matahari telah tenggelam, digantikan cahaya lembayung yang terbentang di ufuk barat.
Davi tergesa-gesa ketika keluar dari ruang khusus rapat panitia ospek, laki-laki itu memutari koridor demi koridor lantai dua FEB.
Matanya menjelajah ke sekitar, mencari seorang perempuan yang sedari tadi membuatnya khawatir.
Dia takut jika penyakit perempuan itu kambuh dan dia tidak ada bersamanya. Dan sudah berulang kali Davi menelpon nomor Zelda, tapi yang menjawabnya adalah oprator sialan yang mengatakan bahwa nomor yang ditujunya tidak aktif atau berada di luar jangkauan.
Davi mendesah frustasi, ketika perempuan yang dicarinya tak kunjung dia temukan.
"Nyari siapa lo? Dari tadi mondar-mandir terus, deh." Bayu, salah satu sahabat terbaik Davi yang juga adalah panitia ospek memandang Davi keherananan.
Melihat air muka Davi yang memancarkan khawatiran membuat matanya memicing. Pasalnya, selama tiga semester mengenal Davi, baru kali ini Bayu melihat ekspresi khawatir Davi yang sangat jelas.
"Peserta ospek udah pada pulang belum?" bukannya menjawab, Davi malah mengajukan pertanyaan.
Bayu sejenak berpikir, sebelum akhirnya menjawab bahwa para peserta memang sudah diizinkan pulang, dan setelahnya Davi langsung berlari tanpa pamit, meninggalkan Bayu di depan ruang B7.
Davi kalang kabut saat kakinya menginjak cafe kampus yang terletak di dekat pohon rindang belakang FEB. Cafe yang di desain klasik itu memberikan kenyamanan tersendiri, belum lagi sering ada live show yang ditampilkan para mahasiswa yang berbakat di bidang musik.
Cafe selalu ramai. Biasanya Davi akan senang bergabung dengan keramaian ditemani dengan lelucon-lelucon teman-temannya yang sering nongkrong di sini, namun tidak untuk kali ini.
Detik ini Davi ditemani oleh khawatir yang mendalam, dia tidak mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan. Yang Davi tahu, dia takut terjadi apa-apa pada Zelda.
"ZELDA!!" hampir semua orang menoleh ke arah Davi yang matanya menjelajah ke sana-sini.
Suara berat khas laki-laki itu mampu menciptakan kesunyian, sebelum sebagian kembali pada aktivitasnya masing-masing, meskipun di kalangan perempuan masih ada yang memperhatikan Davi, kagum.
Davi menyelinap di antara meja-meja yang terbuat dari kayu jati. Laki-laki itu semakin maju ke depan, sebelum matanya berhenti pada satu meja.
Di meja paling pojok dekat jendela, sepasang manusia tengah menikmati hidangan yang telah disiapkan bersama senyum dan sesekali tertawa. Mereka sama-sama mengenakan atribut lengkap yang melambangkan mahasiswa baru, pakaian putih hitam dan jas almamater.
Davi sangat mengenal pasangan itu, Zelda dan laki-laki yang siang tadi menemani Zelda di UKS.
Rahang Davi mengeras, rasa khwatirnya menyeruak begitu saja. Dia sudah lelah mencari Zelda, tapi perempuan itu malah asik-asikan bersama laki-laki lain.
Dia tidak cemburu, hanya saja dia tidak suka jika tidak dihargai. Percuma dia membuang tenaga dan waktu hanya untuk mencari keberadaan Zelda.
Davi berjalan mendekati mereka dengan langkah pelan, sepatunya dan lantai bergesekan, tapi tidak membuat pandangan Zelda dan Leo teralih sedikit pun. Mereka saling menatap, seperti remaja yang sedang merasakan jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fate (Completed)
Teen FictionSequel INABILITY, bisa dibaca terpisah:) Menyembunyikan perasaan perihal biasa, berpura-pura tidak suka meski sebenarnya suka. Itulah yang Zelda lakukan, Zelda menyukai Davi, tapi yang dia tahu Davi menyukai Rani dan yang tidak dia tahu Davi menyuk...